Oleh : Eko BS
Puluhan Siswa Jurusan Teater dari SMK N 1 Kasihan-Bantul (SMKI Yogyakarta) mengadakan SENITURAHMI bersama Teater Among Jiwo – SMK N 1 Kedung-Jepara, Jumat (24/5) bertempat di Sport Hall SMK N 1 Kedung.
Rombongan dari yogya yang didampingi Dewan Guru termasuk Kepala Sekolah itu tiba di lokasi pukul 13.30 WIB. Dalam kesempatan tersebut mereka menggelar pentas KETOPRAK ONGKEK dengan lakon “Ande-Ande Lumut Triwarno” karya Ki Wardjudi Wignyosworo dengan sutradara Ign. Karyono.
“Kegiatan bersama dua komunitas teater pelajar lintas provinsi, yang juga dihadiri tamu undangan dari berbagai kelompok seni pelajar, mahasiswa, dan pelaku seni tradisi di Kabupaten Jepara ini adalah bentuk silaturahmi melalui seni dan budaya, sehingga disebut Seniturahmi.” Demikian penjelasan M Arief Gunawan, S,Pd, selaku Pembina Teater Among Jiwo.
Kepala SMK N 1 Kedung-Jepara Sunarti, S.Pd, M. Pd., yang diwakili oleh Esti Wibawani, S.Pd, dalam sambutan pembukaan acara menyambut dengan penuh antusias bahwa kegiatan tersebut merupakan ajang bertukar wawasan ilmu pengetahuan sekaligus silaturahmi melalui media seni budaya.
“Tentunya kami sangat senang dan bangga akan kegiatan ini, yang pada dasarnya merupakan ruang bagi kita untuk saling bertukar wawasan dan ilmu pengetahuan dalam sebuah instansi dan institusi pendidikan, juga terhadap perkembangan potensi anak-anak didik kita yang memiliki minat bakat yang khusus,” terangnya.
Senada dengan hal tersebut, Agus Suranto, S.Pd, M.Sn, selaku Kepala SMK N 1 Kasihan-Bantul (SMKI Yogyakarta) juga menjelaskan pentingnya peranan para pendidik dalam mengenal potensi dan bakat anak-anak didik,
“Salah satunya adalah dengan membuka ruang-ruang untuk berkreasi, menampilkan hasil karya anak didik kita, dengan hal itu mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan rasa tanggung jawab secara estetik. Sudah sepatutnya kita dukung dan apresiasi, sekaligus mendekatkan kesenian dan kebudayaan yang kita miliki. Bukan hanya memperkenalkan, tetapi melibatkan secara langsung sebagai pelaku dalam setiap kegiatan seni budaya dan tradisi, agar warisan leluhur yang adi luhung itu tidak luntur,” jelas Agus Suranto.
Tentang Lakon “Ande-Ande Lumut Triwarno”
Sementara itu, karya-karya yang dipentaskan antara lain LBB Pasus Cakra Adibrata (SMK N 1 Kedung-Jepara), Pantomim Espentura berjudul “Awas, DBD! Jaga Kebersihan” (SMP N 1 Jepara), Monolog berjudul “Blek-Blek Ting” karya dan sutradara Riski Sawo aktor Nurun Wafiq (SMK N 1 Kedung-Jepara), dan pentas ketoprak Ongkek yang dimainkan 30 siswa-siswi jurusan seni Teater (SMK N 1 Kasihan-Bantul/SMKI Yogyakarta).
Kali ini dalam lakon ketoprak Ongkek membawakan cerita dari babad Panji dengan judul “Ande-Ande Lumut Triwarno”. Ki Wardjudi selaku penulis lakon “Ande-Ande Lumut Triwarno” menjelaskan lakon yang diangkat tersebut berasal dari cerita Panji. “ Pada lakon yang saya tulis ini berisi tiga kisah, yakni pertama kisah Ragil Kuning dan Panji Gunungsari, Brambang- Bawang, dan Ande-Ande Lumut. Karena itu saya beri judul Ande-Ande Lumut Triwarno di mana kisah-kisah di dalamnya saya ambilkan dari babad cerita Panji. Yang pada dasarnya berkisah tentang petualangan Panji,” ujarnya.
Di kisahkan dalam lakon awal ‘Ragil Kuning dan Gunungsari’, menceritakan tentang Murtasih seorang putri Jenggala dari istri selir yang mencintai Panji Gunungsari. Tapi cintanya itu ditolak lantaran Murtasih memiliki sifat yang buruk dan suka mencela. Tetapi Gunungsari lebih memilih Ragil Kuning yaitu putri kerajaan dari garwa prameswari. Terjadilah pertikaian, lalu Murtasih dan Dewi Renggowati hendak membunuh Ragil Kuning.
Mengetahui hal tersebut, Gunungsari berusaha menyelamatkan Ragil Kuning. Hal itu membuat Dewi Renggowati, ibunya Murtasih, menjadi tersinggung dan merasa terhina. Perkelahian Gunungsari melawan Murtasih dan Dewi Renggowati pun tak terelakkan. Sampai terjadilah adu kekuatan pusaka, hingga Murtasih dan Dewi Renggowati dapat dikalahkan. Kemudian, Panji Gunungsari berhasil menyelamatkan Ragil Kuning dan menjadikannya garwa prameswari.
Pada lakon kedua, yaitu ‘Brambang-Bawang’ semula dikisahkan di sebuah desa Randu Lawang, seorang Mbok Rondo bernama Sobrah memiliki anak perempuan bernama Brambang yang suka malas-malasan, dan anak pungut bernama Bawang yang selalu dijadikan pembantu.
Pada suatu hari, Bawang mencuci pakaian di sebuah kali dan selendang kakaknya hilang. Brambang yang mengetahui hal itu marah, lalu menyalahkan Bawang. Tetapi di suatu tempat ketika ia mencari selendang milik Brambang yang hilang, Bawang bertemu dengan seorang nenek tua dan mengajaknya ke gubuk di tengah hutan. Di situlah, Bawang dibantu menemukan selendang milik kakanya. Ia juga diberi 2 buah Labu, yang satu besar dan yang satu kecil lalu ia bawa pulang.
Sesampainya di rumah, Labu yang besar diminta oleh Brambang. Dan saat di buka ternyata berisi perhiasan emas. Seketika itu, Mbok Rondo Sobrah merebut Labu yang kecil dan mengusir Bawang dari rumahnya. Bawang pun pergi dari rumahh itu dan membawa kesedihan yang begitu mendalam. Ia tidak tahu harus pergi kemana. Sampai kemudian bertemu dengan Dewi Kilisuci yang tak lain adalah leluhurnya.
Dewi Kilisuci Pandita Putri dari Kapucangan, menjelaskan bahwa Bawang sebenarnya adalah Ragil Kuning putri kerajaan Jenggala, adik dari Panji Asmarabangun. Lalu Dewi Kilisusi memerintahkan Bawang untuk kembali ke Kerajaan Jenggala.
Sementara itu, di kerajaan Jenggala terjadi huru-hara, Dewi Sekartaji hilang. Kerajaan Jenggala di serang oleh Prabu Klana Tunjung Pura yang ingin memperistri Dewi Sekartaji. Tentu saja hal itu membuat Panji Asmarabangun marah dan terjadilah pertempuran keduanya. Kemudian Panji diberitahu bahwa Dewi Sekartaji hilang dari kerajaan.
Selanjutnya dikisahkan Panji Asmarabangun berkelana menyamar jadi petani dan bertemu dengan Gunungsari dan Ragil Kuning. Panji menjelaskan maksud dan tujuannya menyamar adalah mencari Dewi Sekartaji.
Muncul di lakon ketiga, yakni Panji menjadi Ande-Ande lumut anak daripada Mbok Rondo Dhadapan. Dalam cerita itu, Ande-Ande Lumut didatangi oleh para pelamar yaitu Kleting Merah, Kelting Biru, Kleting Hijau, dan Kleting Kuning. Pada lakon ini dititik beratkan pada cerita Kelting Kuning yang berada di rumah Mbok Wulanjar di desa Randusari.
Kelting Kuning selalu mendapat perlakuan yang kasar dari kakak-kakaknya yaitu para Kleting Merah, Biru, dan Hijau. Sampai suatu ketika, semua Kleting dating melamar ke Ande-Ande Lumut dan hanya Kleting Kuning yang diterima. Karena sejatinya Kleting Kuning adalah Dewi Sekartaji dan Ande-Ande Lumut tak lain Pangeran Jenggala Panji Asmarabangun.
Inti Cerita Petualangan Panji
Dari ketiga cerita dalam lakon “Ande-Ande Lumut Triwarno” tersebut, mengisahkan petualangan Panji dan menitik beratkan pada ajaran-ajaran moral, pengetahuan estetika sosial, dan tentu saja kehidupan seseorang dengan permasalahannya sehari-hari.
Dalam cerita tersebut, baik penonton maupun pelaku peran dapat menilai tentang karakter dan watak seseorang melalui tokoh-tokoh di dalam cerita tersebut. Baik tokoh yang memiliki watak yang buruk atau antagonis, ataupun tokoh yang berwatak baik sebagai protagonis. Dari hal tersebut, bahwa setiap tindakan baik sikap yang jahat atau baik akan selalu mendapatkan balasannya.
Ketua Umum DKD Kabupaten Jepara Kustam Erey Kristiawan, bersama Ketua I Ramatyan Sarjono mendukung kegiatan tersebut sebagai ruang apresiasi yang bermuatan edukasi. “Bentuk ketoprak Ongkek yang tampak sederhana ini dengan tata lakon dan artistik yang tepat akan tampak sangat istimewa. Ini mengingatkan di Jepara juga ada bentuk seni tradisi serupa yaitu Seni Emprak. Dan kesenian tradisi seperti ini sudah seharusnya selalu digaungkan pada generasi sekarang. Baik melalui ruang-ruang yang bersifat umum ataupun peran instansi pendidikan,” jelasnya ditengah apresiasi kegiatan.
Ign. Karyono selaku sutradara ketoprak Ongkek “Ande-Ande Lumut Triwarno” kali ini pertama dipentaskan di Jepara (SMK N 1 Kedung), dan selanjutnya akan dipentaskan keliling di beberapa kota. “Kami menyambut baik dengan jalinan kegiatan seperti ini. Dan harapan ke depan, lakon ini akan kami pentaskan keliling ke beberapa kota untuk memperkenalkan kembali ketoprak Ongkek,” ujarnya.
Hadepe – Eko BS