SRAGEN, SUARABARU.ID – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) kembali menjadi keluhan warga. Warga Protes dengan kebijakan panitia yang menarik biaya tanpa musyawarah senilai Rp700 ribu. Penarikan PTSL ini dinilai tidak transparan.
Puluhan warga Desa Katelan, Kecamatan Tangen berkumpul di rumah Ketua RT 11 Desa Katelan Senin (18/11). Mereka protes soal penyertifkatan tanah program PTSL yang tidak transparan. Warga merasa tidak mendapat rincian penggunaan anggaran pembayaran PTSL tersebut.
Peserta yang mengajukan dikenai biaya PTSL Rp700 ribu/bidang. Padahal tarikan itu dinilai belum ada kesepakatan awal dengan para pemohon. Padahal seharusnya warga dimintai kesepakatan.
Salah satu pemohon PTSL Desa Tangen, Edi Eksan Nugroho mengungkapkan Sekretaris Desa (Sekdes) justu mendatangi warga yang mengajukan PTSL dari rumah ke rumah untuk menarik biaya PTSL. ”Sebelum ada kesepakatan biaya sudah dimintai Rp 700 ribu, dan disuruh mengumpulkan persyaratan,” ujarnya.
Selanjutnya Panitia setelah sertifikat jadi kembali mendatangi dari rumah ke rumah pendaftar. Lantas para pemohon disodori kertas kosong untuk tanda tangan. ”Intinya katanya sebagai persetujuan damai agar ke depan tidak ada permasalahan,” ujar dia.
Kertas Kosong
Dia menyampaikan ada 315 warga didatangi untuk tanda tangan kertas kosong itu. Sedangkan pemohon PTSL ada 415 pemohon awal. Namun di cek kembali hanya 400 orang. Karena indikasi tidak terbuka itu sekitar 400 pemohon PTSL ini ditarik pembayaran bervariasi ada yang Rp200 ribu sampai Rp900 ribu.
”Seharusnya, sebelum proses PTSL itu ada kesepakatan terlebih dahulu antara warga pemohon dengan panitia sehingga tidak menimbulkan gejolak di masyarakat,” terang dia.
Sementara Ketua RT 10 Totok Mulyanto menyampaikan PTSL ini memang warga yang meminta. Setelah di cek, Desa Katelan sebenarnya mendapat kuota sejak 2017 namun dari pemerintah desa tidak mengurusi hingga 2019 lalu. Warga pemohon meminta pihak panitia desa memberikan rincian penggunaan anggaran sertifikat massal tersebut.
”Kami tahu ada biaya administrasi, biaya ukur maupun pemasangan patok, tetapi hal itu harus dirinci dengan jelas, karena belum ada kesepakatan awal dengan warga pemohon soal biaya PTSL tersebut,” beber Totok.
Tokoh Masyarakat Tangen, Sri wahono menegaskan, secara pasti dalam program PTSL di Desa Katelan, panitia tidak terbuka dan transparan. Secara aturan jelas menyalahi karena tak ada kesepakatan dengan warga. ”Pokok masalahnya itu karena dari panitia desa tidak transparan, dan dipatok sepihak,” ungkapnya.
Sementara Sekdes Desa Katelan Paidi menjelaskan, bahwa dalam PTSL itu pihaknya sudah ada sosialisasi dengan warga saat lakukan pertemuan di Dukuh Mlokorejo. Dengan dasar itu pihaknya lakukan pendaftaran para pemohon PTSL tahun 2019 mencapai 413 bidang.
Pihaknya mengklaim Proses PTSL selama 8 bulan tersebut sesuai prosesdur. Proses juga sudah selesai tanpa ada kendala apapun. ”Sertifikat juga sudah dibagikan ke masing-masing pemohon,” ujarnya.
Dia menyampaikan biaya sudah disampaikan senilai Rp700 disampaikan secara getok tular. Dalam menetapkan biaya, setelah sosialisasi belum disampaikan karena berkaitan dengan waktu. Namun semua sepakat dengan keputusan panitia. ”Di sana tidak ada yang keberatan, justru senang dengan putusan panitia. Rincian ada,” tuturnya.
Soal tanda tangan kertas kosong pihaknya membantah. Namun kertas itu sebagai pernayataan yang menyatakan PTSL di Katelan bahwa pemohon tidak mempermasalahkan proses. Dia mengklaim peserta puas dengan kinerja dan proses yang dilakukan panitia. (ger)