Oleh : Rahmadani Luthfiah
Saya Rahmadani Luthfiah mahasiswa Prodi Pengelolaan Hutan Fakultas Kehutanan Sekolah Vokasi Universitas Gajah Mada Yogyakarta yang berkesempatan magang mandiri di Taman nasional Karimunjawa (TNKj). Saya dibawah arahan langsung Bapak Isai Yusidarta, Kepala SPTN Wilayah II Karimunjawa dan Mbak Syafaatin Novitasari.
Ketertarikan saya magang mandiri disini salah satunya mengenai konservasi penyu yang dilakukan TNKJ bersama masyarakat. Pada tanggal 17 Januari 2024, saya menyaksikan proses evakuasi telur di sarang penyu yang berada di Pulau Cendikian. Saya bersama teman saya berkunjung ke pulau tersebut bersama nelayan bernama Pak Mat Tobiin yang juga Ketua Pelestari Penyu, ia sering mengevakuasi telur penyu untuk dibawa ke PSA (Pelesatrian Semi Alami) Penyu di Legon Janten.
Kami berangkat menggunakan kapal nelayan sederhana dengan waktu perjalanan laut 45 menit dengan cuaca cerah. Kami menemukan sarang pertama. Pelaksanaan evakuasi pertama dilanda hujan sehingga sarang ditutup dahulu dengan terpal. Saat hujan reda, kami melanjutkan evakuasi telur ke dalam ember yang sudah diisi pasir sekitar sarang sebanyak setengah tinggi ember.
Telur diambil menggunakan dua jari satu persatu kemudian disusun pada ember secara bertingkat dengan tambahan batas pasir antar tingkatnya. Jumlah telur yang kami dapatkan di sarang pertama yaitu 56 butir.
Saat perjalanan pulang, kami menemukan sarang baru. Uniknya sarang kedua ini ditemukan di pasir hitam. Pak Mat Tobiin mengatakan ini kejadian yang langka karena penyu sering ditemukan di pasir putih. Setelah kami gali, telur yang kami temukan masih dalam keadaan fresh berlendir dengan cangkang masih lembek diperkirakan baru bertelur kemarin malam. Satu persatu telur kami susun ke ember dengan total 167 telur.
Ember berisi telur kami bawa menuju kapal. Saat perjalanan pulang, kami dilanda hujan badai bibit baratan. Perjuangan melawan arus laut ditempuh selama 1 jam. Telur selanjutnya diletakkan ke tempat PSA Penyu di Legon Janten. Telur akan menetas menjadi tukik setelah 2 bulan. Setelah menetas tukik akan dilepasliarkan ke laut. Sebagian dengan teknik seleksi akan “dirawat” di kolam sebagai satwa peraga edukasi wisatawan.
Penelusuran ini merupakan perjalanan terbaik saya selama praktik di lapangan. Karimunjawa. Menjadi saksi, Karimunjawa adalah laboratorium alam terbaik menurut kami yang harus terus kita jaga dan lestarikan.
Harapan kami, semoga kedepannya kesadaran meningkat akan pentingnya konservasi satwa liar terutama penyu bagi masyarakat. Teruntuk teman-teman generasi muda, pelajaran di bangku perkuliahan hanya sebuah mata kuliah dan untuk mendapatkan teori.
Sementara pelajaran kehidupan sesungguhnya ketika kita terjun langsung ke lapangan dan menyentuh hal-hal yang tidak pernah kita temui di ruangan kuliah atau kelas. Terakhir, satu kata untuk konservasi penyu di Taman Nasional Karimunjawa, menakjubkan.
Penulis adalah Mahasiswa Prodi Pengelolaan Hutan Fakultas Kehutanan Sekolah Vokasi Universitas Gajah Mada Yogyakarta