JEPARA (SUARABARU.ID) – Gagasan Kapolres Jepara AKBP Wahyu Nugroho Setyawan untuk membangun Kampung Kartini Tangguh mendapatkan tanggapan sejumlah aktivis perempuan Jepara. Sebab ia mencoba mengurai persoalan-persoalan sosial dan bahkan hukum dengan pendekatan budaya yang menggunakan basis gerakan gagasan dan spirit RA. Kartini. Sebab menurut Kapolres Jepara, RA Kartini adalah kekuatan absolut dan kultural masyarakat Jepara. Karena itu SUARABARU.ID mencoba menurunkan sejumlah tanggapan dari perempuan Jepara. (Redaksi)
SARWIJIYANTI,S.PD. M.PD: Persoalan sosial yang terus meningkat adalah salah satu indikator program dan kegiatan yang dilaksanakan selama ini belum dapat berjalan efektif, disamping memang tantangannya semakin besar. ”Karena gagasan Bapak Kapolres Jepara, bisa jadi sebuah terobosan jika dipersiapkan dengan matang dan didukung semua pemangku kepentingan,”ujar Sarwijiyanti, mantan Kepala SDN 2 Kunir, Keling,Jepara.
Persoalan sosial yang sering terjadi menurut Sarwijiyanti meliputi tingginya angka stunting, narkotika, kenakalan remaja, minuman keras, HIV/AIDS, pergaulan bebas, tingginya angka perceraian, nikah usia muda, dan KDRT semuanya bersentuhan dengan perempuan.
“Ironis memang, itu terjadi di sebuah kota yang memiliki tiga tokoh perempuan hebat, Ratu Shima, Ratu Kalinyamat dan RA Kartini,” tambahnya
“Karena itu Kampung Kartini Tangguh juga harus memberikan ruang dan tanggung jawab perempuan untuk turut serta secara aktif,” ujar Sarwijiyanti yang juga menjadi tutur Universitas Terbuka mengampu Mata Kuliah Pembelajaran Terpadu di SD. Sebelumnya ia menjadi Kepala SDN 3 Keling selama 8 tahun.
Ini selaras dengan yang dilakukan RA Kartini, perempuan hebat dari Jepara yang sudah membuka pintu dan jalan bagi perempuan Indonesia untuk berkarya ditengah-tengah bangsanya. “Karena itu gagasan Kampung Kartini Tangguh yang akan menggunakan gagasan dan spirit Kartini sebagai basis gerakan adalah sesuatu yang baik,” ujarnya Sarwijiyanti yang masih menggeluti Antologi Puisi Membaca Jepara.
Ia berharap, gerakan ini tidak berhenti pada acara-acara serimonial seperti yang banyak terjadi saat ini. “Ada hanya saat pencanangan dan kemudian tidak menampakkan aktivitas yang berarti. Karena itu program-program gerakan ini harus muncul dari bawah dan pemangku kepentingan menjadi fasilitatornya,” pinta pensiunan guru yang sangat menyukai seni tradisi ini.
Hadepe