blank
Pj Bupati Edy Supriyanta saat menerima pernyataan sikap pengunjuk rasa dari FKOJ.

JEPARA ( SUARABARU. ID) – Demo yang dilakukan  oleh Forum Komunikasi Ormas Jepara berlangsung Rabu (25/7-2023) di depan Kantor Bupati Jepara.  Demo yang direncanakan akan diikuti oleh 3000 orang diperkirakan dihadiri sekitar 300 pengunjuk rasa. Namun, menurut koordinator lapangan (korlap), Kasbullah, mengatakan ada sekitar 700 orang yang ikut aksi. Mereka berasal dari berbagai elemen masyarakat. Para pendemo diterima langsung oleh Pj Bupati Jepara Edy Supriyanto. Ia juga menerima petisi  dari perwakilan aksi.

Sementara  Sekda Edy Sudjatmiko tidak hadir Sebab sejak kemarin ia mengikuti Rapat Koordinasi Pengawasan dan Penertiban Tata Kelola Aset Pertanahan Wilayah Jawa Tengah yang diadakan oleh KPK di Yogyakarta.

Dalam orasinya peserta aksi menyampaikan persoalan yang dihadapi Jepara antara lain kekosongan jabatan yang terlampau lama yang diduga dilakukan oleh Sekda, Juga adanya defisit anggaran sebesar Rp. 80 milyar,  Sementara di saat defisit tetap mengeluarkan anggaran stunting Rp. 114 millar, Persoalan lain adalah tidak segera menutup tambak udang Karimun jawa hingga mengurangi devisa sektor pariwisata. Hal lain yang disampaikan adalah adanya matahari kembar antara Pj. Bupati dan Sekda.

blankPernyataan sikap tersebut ditandatangani oleh Ormas Pemuda Pancasila Mardiyanto  LSM GMPI Kasbolah, Pekat IB Priyo Handono, GRIB Jepara Arifin, Lembaga Jepara Membangun Yuli Suharyanto, Barisan Satria Muda Mulyono serta Ketua DPC LMPP Jepara Khambali.

Karena itu peserta demo menuntut Sekda Jepara Edy Sudjatmiko selalu Ketua TAPD untuk mengundurkan diri atau diberhentikan dari jabatannya. Sebab Sekda harus bertanggungjawab terhadap pengisian jabatan dan defisit anggaran. Disamping itu peserta demo juga menuntut agar aparat penegak hukum memproses hukum Sekda secara transparan.

Ini Penjelasan Bupati

blank Pj Bupati Jepara Edy Supriyanta usai menerima aksi menjelaskan kepada wartawan bahwa selama ini tidak ada matahari kembar di Pemda Jepara, antara dirinya dan Sekda. “Insyaallah tidak akan terjadi. Pak Sekda profesional dan loyal, ” tegas Edy Supriyanta.

Sementara terkait dengan penataan birokrasi yang terkesan lambat menurut Pj Bupati karena semua harus On the Track.

“Karena itu, saya punya komitmen untuk melakukannya dengan benar sesuai dengan regulasi yang ada.

Penataan Kepegawaian saya pastikan telah berjalan on the track agar menghasilkan pejabat yang kompeten dan profesional.

blankKarena itu diperlukan waktu yang cukup lama, sebab ada prosedur dan tahapan yang diatur dalam berbagai regulasi yang harus dilalui dan dipatuhi.

Dalam jumpa pers yang dipandu oleh Kepala Dinas Kominfo Arif Darmawan sejumlah Kepala OPD terkait dijelaskan sejumlah isu yang menjadi tuntutan pengunjuk rasa.

Sementara Kepala BKD Ony Sulisyawan dalam jumpa pers menjelaskan, erkait dengan pelantikan pejabat eselon II untuk merotasi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jepara, tinggal menunggu turunnya rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Proses panjang dari tingkat kabupaten hingga Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), telah dilalui.

“Pertimbangan teknis (pertek) dari sudah turun pada 20 Juli 2023 yang lalu, setelah sebelumnya kami mendapat rekomendasi KASN atas hasil uji kompetensi. Pertek BKN sudah kami kirim ke Mendagri. Sekarang tinggal menunggu rekomendasi Mendagri, lalu segera kita lakukan pelantikan,” ujar Ony

Dia menyebut, seluruh tahapan rotasi itu dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, dan bersih dari unsur transaksional. Selain nilai uji kompetensi atau asesmen, terdapat empat dasar terukur yang digunakan oleh BKN untuk memberi pertek penempatan seorang pejabat dalam JPTP. Keempatnya adalah kompetensi jabatan, riwayat jabatan, kompetensi pendidikan, serta rekam jejak pejabat.

Sedang terkait alokasi stunting sebesar Rp. 114 miliar baik Plt Kepala Bappeda Ratib Zaeni dalam kesempatan yang sama menjelaskan, bahwa dalam penanganan stunting dikenal program Spesifik dan Sensitif.

Spesifik adalah program untuk menangani secara langsung  kasus anak anak Stunting dan Ibu yg memiliki resiko melahirkan anak Stunting (Ibu KEK kekurangan Energi Kronis)

Sensitif untuk menangani Hal-hal yang dapat mempengaruhi munculnya stunting yg mempunyai dampak 70%
Misal Rumah Sehat, Jamban Sehat Air Bersih.

Pada tahun anggaran 2023 ada alokasi Dana 114 miliar untuk menangani Kasus Stunting Sensitif dan Spesifik.

Rinciannya menurut Ratib Zaeni sekitar Rp. 11 miliar untuk Spesifik  yang digunakan untuk belanja Antropometri dan Susu, dll

Sedangkan Plt Kepala DP3AP2KB Muh Ali  mengungkapkan sekitar Rp. 100 miliar untuk intervensi sensitif yang tersebar  di beberapa  OPD terkait misalnya  DPUPR untuk Pamsimas, Jambanisasi.

Perkim untuk  perbaikan rumah Sehat, KB Pendampingan Keluarga berisiko dll. “Jadi dipastikan  tidak ada duplikasi anggaran, ” ujarnya.

“Jadi dana Rp. 111 miliar tidak seluruhnya dialokasikan untuk program sensitif berupa intervensi gisi langsung ke anak anak stunting tetapi 100 M justru untuk program program spesifik yang tersebar di 11 berbagai OPD, ” ujarnya

Terkait dengan defisit Kepala BPKAD Ronji menjelaskan, perencanaan keuangan daerah adalah tanggung jawab seluruh unsur pemerintahan daerah bukan hanya Sekda selalu ketua TAPD.

Yang sekarang sedang terjadi sebenarnya bukan defisit dan situasinya masih bisa teratasi.

“Semuanya berjalan normal, hanya ritme pengeluarannya yang diatur,” ujar Kepala BPKAD Jepara.

Dia lalu memberi  penjelasan rinci mengenai kekurangan pembiayaan daerah Rp80 miliar tersebut.  “Jadi yang terjadi bukan defisit, melainkan kekurangan pendanaan akibat sejumlah perubahan setelah APBD ditetapkan,” katanya.

Dalam penjelasannya, ada sejumlah perubahan yang menyebabkan kekuarangan pendanaan daerah tersebut. Pertama berkurangnya dana yang bisa digunakan dari pos Silpa akibat aturan defisit anggaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan RI.

“Kita menganggarkan Silpa sebesar Rp135,5 miliar. Namun yang riil bisa digunakan hanya Rp 86 miliar. Dari pos ini saja sudah ada uang Rp 49 miliar yang tak bisa digunakan untuk pendanaan akibat aturan yang turun setelah APBD ditetapkan,” terang Ronji.

Aturan dimaksud adalah Permenkeu RI nomor 194/PMK.07/2022 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD, Batas Maksimal Defisisit APBD, dan Batas Maksimal Kumulatif Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2023.

“Kita semula menganggarkan defisit 5 persen. tapi berdasar peraturan ini, Jepara yang masuk kategori kapasitas fiskalnya rendah, batas maksimal defisitnya hanya 2,2 persen. Makanya tidak semua Silpa bisa kita gunakan,” tandasnya.

Di samping itu, terdapat beberapa jenis pendapatan yang dikhawatirkan sulit direalisasi, terutama Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan Lainnya yang harus diturunkan sebesar Rp 31 miliar, ” ungkapnya.

Terkait beberapa kegiatan yang tetap berjalan di tengah kekurangan pendanaan, ia menyebut, hal itu karena kegiatan itu masuk dalam skala prioritas dalam aturan APBD. Di samping itu, ada juga kegiatan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang tidak bisa digeser.

“Kalau dulu DAU sifatnya block grant jadi bisa kita gunakan sesuai kebutuhan daerah. Dalam aturan sekarang, sudah ditentukan penggunaannya sehingga berpengaruh terhadap sistem penganggaran daerah. Misalnya untuk infrastruktur, kesehatan, Pendidikan, PPPK, dan kelurahan. Sistemnya transfer dari pusat berdasarkan realisasi. Ini berdampak pada likuiditas kas rekening keuangan umum daerah,” tandasnya.

Kegiatan-kegiatan inilah yang terus berjalan dan tidak bisa digeser.

Hadepe – ua