blank
Bedhol Kedaton dan Jagong Budaya dalam rangka Hari Jadi ke-198 Kabupaten Wonosobo. Foto : SB/dok Diskominfo

WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Bedhol Kedhaton menjadi salah satu rangkaian prosesi wajib setiap memperingati Hari Jadi. Tahun ini, Bupati bersama Jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) melakukan prosesi tersebut, dimulai dari pengambilan mata air Tirto Perwitosari, ziarah ke Makam Ki Ageng Wanasaba, dan Jagong Budaya di Desa Plobangan Selomerto

Prosesi pengambilan mata air berasal dari Tuk Sampang di Desa Plobangan yang dilakukan oleh sesepuh desa. Kemudian dikirab dan diarak berjalan kaki bersama-sama untuk diserahkan kepada Bupati Wonosobo pada malam harinya.

Sementara itu, Ziarah di Makam Ki Ageng Wanasaba, bertujuan untuk menghormati jasa para leluhur Wonosobo terdahulu. Berupa rangkaian doa dan tabur bunga oleh jajaran Forkompimda. Bedhal Kedhaton dan Jagong Budaya juga dimeriahkan dengan berbagai penampilan kesenian.

Saat ziarah di Makam Ki Ageng Wanasaba, dibacakan pula seluk beluk sejarah singkat Ki Ageng Wanasaba sebagai tokoh berpengaruh di Wonosobo.

Ki Ageng Wanasaba, memiliki nama asli Kyai Ageng Ngabdullah dan merupakan kakak kandung Nyai Ageng Ngerang yang pertama.

Pada masa hidupnya, dia dikenal sebagai seorang pemimpin yang hebat dan berkharisma.

Ki Ageng Wanasaba dipercaya dan diyakini sebagai waliyullah yang telah melanglang buana ke berbagai tempat dalam rangka mencari ilmu sekaligus menyiarkan agama Islam. Beliau juga merupakan cucu dari Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit dan merupakan putra Raden Bondan Kejawan, Lembu Peteng.

Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat menuturkan, sebagai pewaris atas hasil perjuangannya, kita wajib menjaga dan meneruskan nilai-nilai luhur, melalui bentuk perilaku yang berbudaya dan bermanfaat bagi sesama membangun Wonosobo tercinta.

“Dalam momentum hari jadi ini, saya mengajak kearifan lokal yang merupakan bagian dari budaya tradisional asli agar dijaga, dilestarikan dan diwariskan kepada generasi muda, harapannya mereka mampu memahami, membangun jati diri dan tidak meninggalkan budaya tradisional masyarakat asli Wonosobo,” ungkapnya.

Tapa Bisu

blank
Pengambilan air suci di Tuk Sampang Desa Plobangan Selomerto Wonosobo. Foto : SB/dok Diskominfo

Selain itu, Afif mengingatkan, momentum Hari Jadi Kabupaten Wonosobo ke-198, menjadi pengingat bersama, untuk terus maju nyengkuyung dan bergotong royong mewujudkan pembangunan daerah menuju masyarakat yang sejahtera, “Cancut Taliwondo Nyengkuyung Wonosobo Raharjo”.

“Mari kita bersama meneruskan nilai perjuangan leluhur Wonosobo yang telah tiada, terus berperilaku baik dan manfaatkan usia kita untuk membangun Wonosobo,” ajaknya.

“Seni budaya sebagai karakter diri bangsa, perlunya dijaga kelestarian dan keanekaragamannya supaya tidak punah. Dengan menjaga kelestariannya berarti telah menjunjung harkat dan martabat bangsa,” tegas Afif.

Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Wonosobo Ratna Sulistiawati menjelaskan, Bedhol kedaton merupakan perpindahan pusat pemerintahan Kabupaten Wonosobo dari Plobangan ke lokasi saat ini.

“Makanya di rangkaian ini ada prosesi pengambilan tanah dari makam Kiai Ageng Wanasaba yang dibarengkan dengan gelar budaya Kecamatan Selomerto sehingga ada acara pasrah tampi panji atau pengembalian panji dari desa terakhir ke kecamatan,” jelas Ratna pada media.

Lebih lanjut dikatakan, Bedhol Kedhaton diawali dengan pengambilan air suci Tirto Perwitosari dari mata air Plobangan atau Tuk Sampan dan pengambilan Bantolo (tanah yang diambil di sebelah selatan makam Ki Ageng Wanasaba) oleh para tetua desa.

Kemudian dilakukan ziarah ke makam Ki Ageng Wanasaba di Desa Plobangan yang dihadiri oleh Bupati Wonosobo dan Jajaran Forkopimda serta seluruh pimpinan OPD di lingkungan Bupati Wonosobo.

Pada pukul 20.00 WIB tadi malam Air Suci Tirta Perwitosari, Bantolo, Songsong Agung dan Tombak Katentreman diarak menuju pintu gerbang desa Plobangan, kemudian dibawa ke Balai Kabupaten dengan prosesi Tapa Bisu.

“Selanjutnya, pusaka telah diarak dari Honggoderpo ke Pendopo sekitar pukul 21.00 WIB, dimana seluruh peserta arak-arakan harus mengenakan pakaian adat Jawa dan berjalan dengan membawa obor,” imbuhnya.

Muharno Zarka