JEPARA (SUARABARU.ID) – Bagi Sapto Heru Ananto S.Pd, pensiun dengan jabatan terakhir Kepala SD SDN 5 Mulyoharjo, bukan akhir pengabdiannya pada masyarakat, utamanya yang berkaitan dengan seni dan budaya. Bahkan ia kemudian dikenal sebagai pegiat budaya di Jepara yang aktif dalam berbagai organisasi yang didukung oleh istri dan anak-anaknya.
Sapto Heru Ananto S.Pd aktif sebagai Ketua IV PWRI Jepara, ketua NGAWULO GUSTI Kabupaten Jepara yang bergerak dalam bidang kasepuhan Jepara, penasehat Paguyuban Pijat Profesional Jepara, penasehat Persatuan Penyehat Herbal Tradisional Indonesia, Ketua Paguyuban Kesenian Sapto Budaya Laras hingga Nadhir Desa Kuwasen.
Bukan hanya itu, melihat kecenderungan paparan teknologi yang meracuni anak-anak dengan tontonan dan bahkan budaya baru, muncul keprihatinan kakek 5 orang cucu yang pensiun mulai Maret 2019 ini. Ia tidak ingin anak-anak tercerabut dari akar budayanya. Karena itu suami Suprihatin ini mencoba membuat media permainan anak yang erat kaitannya dengan budaya Indonesia.
Di rumahnya di wilayah RT 8 RW 2 desa Kuwasen Kecamatan Jepara, Sapto Heru Ananto kemudian membuat membuat aneka topeng dan barongan kecil. “Harapan kami bukan hanya menghidupkan seni tradisi di hati anak-anak, tetapi melalui permainan itu anak dapat belajar berinteraksi dengan teman-temannya dan sejenak meninggalkan gawaynya,” ujar Heru kepada SUARABARU.ID Rabu (12/7-2023)
Menurut Sapto Heru Ananto, karya tersebut dipajang di depan rumah. Ternyata banyak yang kemudian tertarik serta membeli. Bahkan kemudian tidak hanya topeng dan barongan. Tetapi ia juga membuat badut. Karya Heru ternyata laku keras dengan model pemasaran langsung dan online
Untuk harga topeng paling murah Rp 35.000 sampai Rp. 200.000. Barongan dari yang terkecil untuk anak TK Rp.80.000 sampai Rp.500.000. Juga ada baju badut kecil untuk anak TK Rp. 150.000 hingga Rp. 500.000 untuk dewasa.
Ciptakan Seni Thoyang
Heru yang memiliki jiwa seni memang tidak mau diam. Ia bahkan kemudian menggagas pula wayang golek dari kayu. Awalnya hanya mencoba menatah kayu berbentuk wajah manusia dan kemudian diberi baju dan jarit. Semakin hari semakin banyak. Kini Heru memiliki kurang lebih 100 wayang kayu yang ditata rapi dirumahnya. Sesekali ia mencoba memainkan seperti wayang namun mengambil cerita kearifan lokal mulai babad desa hingga mitos dan legenda.
Ternyata beberapa teman meminta untuk diwayangkan sehingga jadilah nama Thoyang ( kethoprak wayang) yang disipi juga dengan ganding campursari yang meriah. Pentas pertama seni Thoyang dilakukan Sapto Heru Ananto di hajatan Drs H. Tubani di Desa Mulyoharjo saat menikahkan putrinya, Hani dengan Khafi, putra Samudi dari Mantingan.
Setelah kiprah pertama ternyata banyak warga yang menyukai seni Thoyang karena ceriteranya unik. Juga media pertunjukannya. Untuk bulan Agustus tahun ini sudah ada beberapa job sudah masuk. Kendati demikian Heru terus melakukan inovasi hingga diharapkan seni Thoyang ini bisa diterima masyarakat luas.
Bagi warga yang ingin menampilkan seni Thoyang, baik dalam hajatan pernikahan, supitan atau hajatan lain dapat menghubingi hubungi no WA 081325008459 atau 089644045474
Hadepe