Oleh : Haryati, SAg
Penulis adalah Guru PAI SMAN 1 Kertek Wonosobo
Indonesia memiliki berjuta keberagaman, yang menjadikan negara ini kaya akan khasanah perbedaan dalam segala hal. Bentuk keberagaman di Indonesia meliputi keberagaman etnis, suku, ras, budaya, bahasa, juga agama.
Keberagaman yang ada bukan pemecah belah, namun telah menjadi simbol persatuan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika yang harus dijaga agar tetap utuh dan harmonis.
Dari berbagai macam keberagaman yang dimiliki negara Indonesia, keberagaman beragama menjadi hal yang paling menarik untuk dibahas karena dewasa ini kita mengalami krisis toleransi.
Perbedaan yang ada justru menimbulkan perpecahan dan permusuhan di banyak tempat yang tidak sedikit menimbulkan kerugian baik materiel maupun non materiel.
Seharusnya, perbedaan itu tidak menjadi jurang pemisah, melainkan menjadi penguat agar Indonesia semakin indah sesuai pepatah “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Indonesia adalah negara yang religius.
Hal itu, dibuktikan dalam sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Kebebasan dalam beragama telah dijamin dalam UUD 1945 pasal 29 yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Ada 6 agama yang diakui oleh negara Indonesia, yaitu Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katholik, dan Konghucu. Keenam agama tersebut harus bisa hidup berdampingan di masyarakat dengan prinsip toleransi antar umat beragama.
Dalam hal ini negara telah mencetuskan Tri Kerukunan Beragama dalam bentuk : Kerukunan intern umat beragama, Kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.
Sejauh ini, penerapan tri kerukunan beragama bisa dikatakan cukup baik dan signifikan. Sifat tenggang rasa yang menjadi modal utama dalam bertoleransi terhadap perbedaan dan kemajemukan di masyarakat telah tertanam, sehingga masyarakat bisa menerima perbedaan yang ada.
Contoh perilaku toleransi seperti memberikan kesempatan kepada orang lain melakukan ibadahnya, saling membantu antar warga ketika melaksanakan perayaan hari raya, bersikap baik terhadap tetangga tanpa melihat perbedaan agama, serta menghargai perbedaan budaya yang ada sudah menjadi bagian dari karakter masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap dan perilaku toleransi terhadap keberagaman masyarakat merupakan kunci untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan, dan mencegah perpecahan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia agar menjadi benteng dari berbagai serangan kelompok ekstrem yang dengan gigihnya selalu berusaha mengembangkan sayapnya di negeri ini.
Kelompok-kelompok ekstrem dengan berbagi alirannya ini yang kemudian memunculkan permasalahan radikalisme. Maka di tengah persoalan radikalisme yang bisa menjadi bom waktu dan mengancam masa depan bangsa ini, ada upaya untuk menangkalnya dan kemudian muncul istilah ‘Moderasi Beragama”.
Moderasi Beragama
Kementerian Agama RI mendefinisikan moderasi beragama sebagai proses memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari perilaku ekstrem atau berlebih-lebihan saat mengimplementasikannya.
Orang yang mempraktekkannya disebut moderat. Bersikap moderat cukup dengan menghormati orang lain dan tidak mengganggu satu sama lain. Ia sendiri harus mantap dengan kepercayaan yang dianutnya. Posisi moderat juga lebih dimaknai sebagai posisi yang mampu berpandangan sesuai dengan konteksnya.
Sehingga moderat adalah sesuatu yang berkaitan dengan kemampuan untuk melihat sesuatu secara seimbang dan logis, jadi tidak mudah menghukumi dan menghakimi sesuatu dengan ekstrim lagi berlebihan.
Dengan kemampuan itu, maka seseorang yang berpandangan moderat akan mampu melihat orang lain tidak hanya dari satu sisi, tetapi dari banyak sisi. Sehingga sikap moderat seringkali diartikan dengan posisi di mana seseorang harus memiliki karakter adil, tidak memihak/berat sebelah, dan juga karakter-karakter baik lainnya.
Pilihan menjadi Islam moderat akan mempengaruhi cara berfikir, bersikap, dan berperilaku pada orang-orang Islam yang memilih pandangan ini. Islam moderat mendefinisikan diri sebagai Islam yang rahmatan lil’alamin, yaitu mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Dengan demikian, materi Islam rahmatan lil ‘alamin menjadi sebuah keniscayaan ditanamkan kepada seluruh siswa dari pendidikan usia dini, TK, SD, SMP, SMA, dan GPAI memegang peran signifikan dalam menebar nilai-nilai moderasi di sekolah tempat mengajarnya masing-masing.
Sekolah merupakan rumah kedua bagi keberlangsungan pendidikan putra-putri kita setelah keluarga. Pendidikan merupakan suatu upaya yang secara sengaja dan terarah untuk “memanusiakan” manusia. Melalui proses pendidikan, manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sempurna.
Sehingga ia dapat melaksanakan tugas sebagai “khalifatullah fil ardl” yakni sebagai wakil Tuhan/khalifah di bumi.
Guru PAI setidaknya memiliki dua tugas yaitu tugas melaksanakan sebagai pendidik dan pengajar di sekolah, dan juga memiliki tugas memberikan pemahaman materi agama Islam kepada peserta didik dan masyarakat.
Untuk apa? Agar mereka memiliki cara pandang atau pemahamn terhadap agama (al Qur’an dan hadits) secara tepat yang ditandai dengan pola pikir, sikap dan perilaku yang santun, damai serta anti kekerasan menuju terbangunnya harmoni kehidupan yang indah.
Terlebih dalam situasi negara Indonesia yang dewasa ini semakin terbaca dan terlihat dari penganut radikalisme yang menjadikan agama sebagai alat propaganda untuk perbahan sosial atau reformasi politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
Doktrinasi dan penanaman fanatisme agama yang tinggi, mampu menggerakkan para pengikutnya untuk menggunakan kekerasan dalam mengaktualisasikan ideologi agama yang dianut.
Islam Moderat
Mindset atau pola pikir bahwa melakukan aksi teror baik berupa bom bunuh diri, ujaran kebencian di medsos, atau sejenisnya merupakan jihad telah memakan banyak korban jiwa maupun harta benda yang tidak sedikit.
Belum lagi generasi muda kita yang berhasil mereka rekrut untuk masuk jaringannya, menjadi masalah penting bagi umat Islam saat ini.
Untuk mengatasinya, diperlukan kerjasama dan keterlibatan berbagai pihak pemangku kepentingan.
Terutama peran lembaga pendidikan yang sangat diharapkan bisa menjadi penangkal Islam radikal yaitu dengan guru agama Islam (GPAI) sebagai pionirnya.
Guru PAI mempunyai peran penting dalam mengarahkan dan menanamkan moderasi beragama di sekolah, dengan cara memberikan pengetahuan, pemahaman dan pengertian yang luas tentang Islam yang damai, santun, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Guru PAI di setiap jenjang sekolah harus mampu menanamkan Islam Moderat. Melansir dari laman NU Online, bahwa Islam moderat memiliki konsep sebagai berikut, Pertama at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan sesuai firman Allah SWT QS al-Baqarah : 143.
Yang artinya : Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (Umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah : 143).
Guru agama memiliki tugas penting untuk mengajak siswanya bersikap yang sedang-sedang saja dalam berperilaku dan mengaktualisasikan agama yang dianutnya.
Kedua at-tawazzun atau seimbang (proporsional) dalam segala hal, termasuk dalam penggunaan dalil ‘aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits).
Selain itu, juga bisa diartikan sebagai keseimbangan hidup dunia dan akhirat, serta keseimbangan antara jasad, akal, dan hati nurani. Allah berfirman dalam QS al-Hadid: 25 yang artinya : Sungguh kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan (QS al-Hadid: 25).
Guru berperan mengarahkan siswanya untuk proporsional dalam dalam segala hal.
Ketiga sikap tasamuh atau toleransi, yaitu menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup berbeda.
Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Untuk keberagaman di sekolah, GPAI memiliki tugas penting untuk menanamkan sikap toleransi terhadap semua anggota sekolah khususnya, dan kepada masyarakat umumnya.
Tasamuh merupakan akhlak terpuji dalam pergaulan, dan menjadi cermin ketinggian budi seseorang dalam menjalankan kehidupan sosial kemasyarakatan, di mana ditekankan betul rasa saling menghargai antara sesama manusia, sama-sama berlaku baik, tolong-menolong, lemah lembut, dan saling pemaaf.
Keempat sikap Al- I’tidal yang berarti tegak lurus, tidak condong ke-kanan dan condong ke- kiri, adil, tidak diskriminasi dan juga bijaksana. Bersikap adil merupakan tuntunan agama yang harus diterapkan setiap muslim kepada siapa pun dan di mana pun berada.
Contoh bersikap adil yang diterapkan seorang guru terhadap murid-muridnya di sekolah yaitu dengan memperlakukan semua peserta didik sama dan tidak pilih kasih, memberi nilai yang objektif dan tidak karena suka atau tidak suka atau karena hal lain yang bisa merugikan anak didik.
Moderasi beragama harus ditanamkan di negara yang memiliki keberagaman luas seperti Indonesia. Ini merupakan strategi bangsa dalam merawat Indonesia dari keterpecah-belahan yang dilakukan oleh kaum radikal demi terciptanya iklim kehidupan beragama yang kondusif, luwes, damai dan bermartabat.
Tegaknya moderasi beragama perlu dikawal bersama, baik secara perorangan maupun lembaga. Sekolah yang merupakan tempat generasi bangsa menyemai ilmu pengetahuan dan karakter dengan GPAI-nya menjadi garda terdepan dalam upaya maksimal menangkal radikalisme dari berbagai penjuru.