blank
Seleksi perangkat desa di Kabupaten Kudus beberapa waktu lalu. Foto: dok/Ali Bustomi

KUDUS (SUARABARU.ID) – Universitas Padjajaran membantah adanya kesalahan prosedur dalam pelaksanaan ujian seleksi Perangkat Desa di Kabupaten Kudus beberapa waktu lalu. Meski demikian, Unpad mengakui adanya gangguan teknis pada sistemnya sehingga memunculkan persoalan seperti yang terjadi saat ini.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan Perwakilan pusat studi administrasi dan kebijakan publik Universitas Padjajaran Ramadhan Pancasilawan, yang ditemui awak media saat pelaksanaan seleksi ulang perangkat Desa Rejosari, Kecamatan Dawe yang digelar di SMP 1 Kudus, Selasa (21/2).

Seleksi ulang ini dilakukan karena formasi Sekdes di desa tersebut terdapat dua calon yang menempati ranking 1 mendapatkan skor sama.

Dalam kesempatan tersebut, Ramadhan menyebutkan pihaknya sudah menerima sanggahan-sanggahan yang dikirim oleh peserta seleksi. Dan jawaban atas sanggahan tersebut sudah dikirim ke masing-masing desa.

“Untuk jawaban sanggahan, sudah kami kirim ke masing-masing desa,”ujar Ramadhan.

Lebih lanjut, Ramadhan menyebutkan sanggahan yang disampaikan peserta pada garis besarnya terdapat dua persoalan yakni keterlambatan penyampaian skor hasil ujian dan perubahan pengumuman hasil ujian.

Baca juga: Unpad Persilahkan Jika Ada Uji Forensik Hasil Seleksi Perangkat Desa

Untuk persoalan skoring yang terlambat dan berubah adalah karena adanya peserta yang terlambat mengerjakan. Sehingga pihak universitas harus menunggu mereka terlebih dahulu baru melakukan penghitungan skor.

“Terutama di soal psikologi, itu kan kami penilaiannya tiap jawaban ada nilainya, nah ini yang membuat lama, karena kami harus menunggu semuanya selesai dahulu baru kami melakukan penilaian,” sambungnya.

Selain itu, pihak Unpad juga membeberkan belum rampungnya data administrasi para peserta. Sehingga saat login, banyak yang mengalami kendala. Kejadian ini dikatakan mereka terjadi di banyak desa.

Ramadhan menjelaskan, terkait adanya skoring yang terlambat dan berubah adalah karena adanya peserta yang terlambat mengerjakan. Sehingga pihak universitas harus menunggu mereka terlebih dahulu baru melakukan penghitungan skor.

Sementara pada pos tes psikologi, mereka punya kriteria tersendiri di mana tiap jawaban memiliki bobot nilai yang berbeda.

Sehingga penghitungannya baru bisa dilakukan setelah semua peserta menyelesaikan tesnya.

”Memang ada perubahan dan keterlambatan penayangan nilai, namun kami pastikan tidak ada pengkondisian apapun dalam hal nilai seleksi perangkat desa ini,”ungkapnya

“Walau begitu kami juga mengakui sempat adanya gangguan teknis pada sistem kami,” tambahnya.

Kemudian terkait skor yang melebihi kriteria passing grade, Unpad menyebut hal ini tidak berpengaruh pada hasil akhirnya. Karena pada dasarnya Unpad tetap menggunakan passing grade yang ditetapkan Pemkab, yakni skor 60 itu.

”Sebenarnya sama saja, di surat penjelasan kami yang ada di desa juga sudah kami cantumkan bagaimana teknisnya,” sambung dia.

Sebelumnya diketahui banyak desa mengeluhkan carut marutnya pelaksanaan seleksi perangkat desa yang digelar oleh Unpad Kudus.

Banyak dari mereka juga menduga ada kecurangan di balik tidak lancarnya tes tersebut. Nota keberatan tentang hasil tes juga sudah diutakan peserta kepada panitia desa. Untuk kemudian bisa dikirimkan pihak desa ke universtias pelaksana.

Ramadhan juga menegaskan Universitas Padjajaran memastikan tidak ada pengondisian nilai dalam bentuk apapun. Semua murni kesalahan teknis dan adanya keterlambatan penghitungan skor peserta.

Ali Bustomi