blank
A Hadi Wibowo, Koordinator FWLJ saat penyelenggaraan Rapat Kerja di Semarang, Sabtu lalu (21/1/2023). Foto : Dok Absa

SEMARANG (SUARABARU.ID) Koordinator Forum Wartawan Lokal Jateng (FWLJ) menyesalkan ucapan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang terkesan mengolok-olok dan merendahkan profesi wartawan, dengan mempertanyakan keberadaan medianya, yang dianggap ra cetho (tidak jelas).

Video ucapan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tersebut, viral di media sosial dan memancing emosi masyarakat, terutama komunitas profesi wartawan FWLJ.

Di dalam video tersebut, Ganjar menjawab pertanyaan seorang Wartawan dari Lingkar group, saat menanyakan peran Pemprov Jateng menangani kemacetan parah di jalur Pantura, Pati-Juwana akibat proyek pembangunan jalan, dengan jawaban yang kurang etis dengan pertanyaan balik “Persmu apa?, mediamu apa? Mediamu wae rak cetho owk,” ucap Ganjar dalam video tersebut Selasa (31/1/2023).

“Tidak seharusnya seorang pejabat publik, melakukan tindakan seperti itu terhadap wartawan dengan bertanya balik “persmu opo, mediamu opo? mediamu rak cetho” saat sesi doorstop dengan wartawan,” kata Koordinator FWLJ Hadi Wibowo di Semarang, Kamis (2/2/2023).

Sebagai pejabat publik, lanjutnya, seharusnya Ganjar dapat memberikan jawaban yang enak didengar dan dilihat, tidak terkesan meremehkan media yang mungkin menurut Ganjar hanya media kecil, tidak akan berpengaruh terhadap suatu pemberitaan.

“Karena apapun medianya mempunyai fungsi yang sama, asalkan media tersebut telah sesuai dengan ketentuan dan perundangan yang berlaku. Yang perlu dipahami, wartawan dalam melakukan tugas jurnalistiknya jelas dilindungi UU Pers 40 Tahun 1999,” tegas Hadi.

Jika mengacu pada UU Pers No.40 Tahun 1999 tentang pers, imbuhnya, bahwa pers merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik, yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dalam bentuk lisan, tulisan, suara, gambar, maupun media elekronik, dan segala saluran yang tersedia.

Masih menurut Hadi, jika wartawan yang mendapat perlakuan yang tidak sesuai dengan ketentuan UU Pers, dapat melapor ke Dewan Pers, yang tertuang di dalam UU Pers Pasal 18 ayat (1) mengatur ketentuan sanksi terhadap siapa saja yang dengan sengaja melawan hukum, menghambat fungsi, tugas dan peran wartawan sesuai dengan hak dan kewajiban yang diatur oleh ketentuan perundangan.

“Harusnya sebagai pejabat publik tidak bersikap seperti itu, nilai kepatutan pak Ganjar harus dipertanyakan, karena wartawan berkerja ada landasan hukumnya yang jelas,” tandasnya.

Dikatakan pula oleh Hadi, alangkah baiknya jika seorang pejabat, siapapun dirinya, saat mendapat pertanyaan dari wartawan yang tengah menjalankan tugas jurnalistik, ditanggapi dengan santun dan tidak merendahkan martabat wartawan serta tak membedakan apa medianya. Dan ini harus disikapi bijak, tak perlu bersikap arogan, karena martabat seorang wartawan terletak pada karya tulisan yang dihasilkan.

“Disinilah sering dijumpai teman-teman wartawan, yang dinilai media kecil saat liputan acara resmi instansi, mendapat perlakuan yang berbeda dengan media-media yang dinilai besar dan itu sangat dimaklumi kawan-kawan wartawan media online yang dianggap hanya media tidak terkenal. Namun banyak yang belum dipahami para pejabat publik, meski media tak diperhitungkan dalam kancah persaingan media yang semakin menjamur, banyak juga temen-temen wartawan tersebut sudah bersertifikat melalui uji kompetensi wartawan (UKW) dan medianya tempatnya juga telah terverifikasi resmi Dewan Pers,” ujarnya.

Absa