blank

Oleh : Ariyanto M.T, M.Pd

Program Pendidikan Guru Penggerak tidak hanya sebatas nama. Namun upaya keras Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam mengembalikan citra pendidikan menurut konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara yang masih relevan pada abad ini.

Mulai dari diri sendiri adalah kata kunci menuju paradigma pemikiran Ki Hajar Dewantara yang seharusnya tercermin pada budi pekerti para   pendidik. Guru tetap menjadi aktor penting dalam proses pembelajaran.

Pengajaran dan pendidikan terlalu sering dipakai bersama-sama sehingga gabungan dari keduanya dapat memperkeruh makna yang sebenarnya.  Onderwijs atau pengajaran menurut KHD adalah bagian dari pendidikan dengan cara memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk anak. Sedangkan pendidikan merupakan suatu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Ada tiga aliran dalam dasar-dasar pendidikan KHD mengenai dasar jiwa anak yaitu : Aliran pertama bahwa anak lahir ke dunia diibaratkan kertas putih kosong yang belum ditulis, sehingga kaum pendidik boleh mengisi kertas tersebut sesuai keinginanya dengan membentuk watak atau budi pekerti sesuai keinginannya.

Aliran kedua yaitu aliran negative yang berpendapat bahwa anak itu lahir sebagai sehelai kertas yang sudah tertulisi sepenuhnya, sehingga pendidikan dari siapapun takkan mampu mengubah karakter tersebut. Pendidik hanya mampu mengawasi dan mengamati agar pengaruh jahat tidak dekat pada anak. Aliran ketiga convergentie-theorie. Teori ini mengajarkan bahwa anak yang lahir sebagai kertas yang sudah tertulisi sepenuhnya namun tulisan tersebut terlihat suram. Lebih lanjut dalam aliran ini, sebagai pendidik kita berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang suram dan yang berisi baik agar kelak yang nampak pada anak adalah karakter atau watak yang baik. Dan segala tulisan yang mengandung arti jahat hendaknya diupayakan jangan sampai tebal dan terlihat.

Output dari pendidikan tidak penting pada aspek akademik, lebih dari itu KHD lebih menitikberatkan pada budi pekerti sehingga murid ketika selesai menempuh pendidikannya dapat berkontribusi dalam masyarakat dan lingkungan sebagai pribadi yang luhur. Budi merupakan cipta (gerak pikiran), rasa (perasaan), karsa (niat/kemauan) dan pekerti merupakan tindakan. Jadi, budi pekerti merupakan hasil bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan niat sehingga teraplikasi dalam tindakan sehari-hari. Pendidikan juga harus disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman murid.

Kodrat alam mengandung makna bahwa implementasi pendidikan selayaknya disesuaikan dengan kearifan lokal budaya setempat. Sebagai contoh pendidikan murid di pesisir yang sebagaian besar orang tuanya bekerja sebagai nelayan tentu berbeda dengan konteks pendidikan murid yang ada di pegunungan di mana sebagaina besar orang tuanya bekerja sebagai petani desa hutan. Pendidikan sudah saatnya disesuaikan dengan alam di mana murid berada. Bukan digeneralisir.

Kodrat zaman bermakna bahwa pendidikan selayaknya dinamis mengikuti perkembangan zaman. Dalam hal ini, kita ketahui bahwa pesatnya teknologi telah menguasai kehidupan manusia sehingga penting digunakan dalam pendidikan saat ini di mana pendidik mutlak dituntut menguasai berbagai macam aplikasi pembelajaran. Bukannya masih menyajikan pembelajaran yang monoton seperti saat pendidik sekolah dulu. Sungguh naif rasanya dan membuat murid jenuh dan tak ayal mengantuk. Maka pentingnya pendidikan harus melihat kodrat zaman amatlah diperhatikan.

Esensi pemikiran KHD yang legendaris terdiri dari Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani sampai kapanpun tetap relevan di dunia pendidikan. Bagaimana kita sebagai pendidik layak menjadi suri tauladan bagi murid yang tergambar dalam kehidupan sehari-hari melalui perkataan, perbuatan, budi pekerti luhur di hadapan murid wajib dijaga karena esensinya ialah Guru (digugu lan ditiru), dipercaya perkataannya dan dapat dicontoh sebagai suri tauladan.

Ing Madya Mangun Karsa mengandung makna bahwa ketika berada di tengah-tengah murid, guru mampu memberikan motivasi, semangat agar murid dapat membuahkan ide atau gagasan dan niat serta semangat dalam diri. Tut Wuri Handayani yang berarti bahwa di belakang, pendidik mampu memberikan dorongan dengan mengamati, mengikuti, dan mengarahkan murid agar pendidikan yang telah dipelajari terimplikasi baik di masyarakat. Bagaimana kemudian penerapannya bahwa pendidikan berpihak pada murid ?. KHD mengibaratkan pendidik sebagai petani dan murid sebagai benihnya. Petani hanya dapat memelihara tumbuh kembang benih yang ditanam. Jika petani menanam jagung maka ia harus memelihara jagungnya dengan memberikan pupuk, memotong rumput yang mengganggu, memberikan obat anti serangga dan kemudian memanennya. Jagung tetap tumbuh menjadi jagung, artinya petani tidak dapat mengubah jagung yang ia tanam menjadi padi saat dipanen. Pendidikan yang berpihak pada anak, demikian halnya bahwa pendidik hanya mampu menuntun tumbuh kembang hidup anak dalam menyambut masa depannya tentu sesuai kondisi anak tersebut dan tidak boleh digeneralisir. Sebagai contoh,  kepribadian murid dalam satu kelas tentu tidak sama. Ada yang cakap, ada yang cukup cakap, ada pula yang pendiam dan non aktif. Pendidik hadir harus mampu memberikan tuntunan yang berpihak pada anak bagaimanapun kondisinya.

Terakhir, guru penggerak layak menjadi pendidik idaman bagi murid, dirindukan kedatangannya, dan dinantikan kehadirannya sehingga murid merasa rugi jika jamnya kosong. Merancang strategi pembelajaran dengan melibatkan murid, teman sejawat, dan masyarakat menjadi penting.

Bagaimana Guru Penggerak menyajikan pembelajaran sesuai kebutuhan dan keinginan anak namun dalam koridor tujuan pembelajaran serta disajikan dengan menyenangkan sehingga anak menikmati sajiannya. Terus berinovasi, berkreasi, berkolaborasi, dan beraksi mewujudkan tujuan nasional yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penulis adalah guru  di SMP Muh Asy Syifa’ Blimbingrejo dan Calon Guru Penggerak Angkatan 7 Kabupaten Jepara

 

 

*