KOTA MUNGKID(SUARABARU.ID)-Warga Desa Mangunrejo, Kajoran, Kabupaten Magelang, menggelar tradisi Tedak Siten, hari ini Sabtu (3 September 2022). Berupa doa keselamatan dan kenduri bersama warga.
Tedak Siten merupakan salah satu acara adat atau tradisi yang masih banyak dilestarikan oleh masyarakat. Upacara adat itu biasanya dilakukan ketika anak masih berusia sekitar tujuh bulan dan mulai belajar duduk serta berjalan. Upacara adat itu sebagai ungkapan puji syukur orang tua kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia anaknya.
Melalui upacara adat itu diharapkan anaknya mau mikul dhuwur mendem jero yang artinya dapat mengangkat derajat dan martabat orang tua serta memendam semua keburukanya. Diharapkan pula kelak dapat menjadi anak yang tumbuh berkembang menjadi anak yang mandiri, berbakti kepada orang tua, agama dan berguna bagi kehidupan sesama.
Tedak yang diartikan turun, siten atau tanah, artinya memperkenalkan anak dengan tanah. Memberikan makna bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dengan tanah. Di sisi lain juga ada api, air, dan angin yang senantiasa memberikan nafas kehidupan. “Tedak Siten juga menginsyarakatkan sebagai pertanda bahwa anak akan siap melangkahkan kaki dalam perjalanan hidup. Di mana orang tua akan tetap terus mengiringnya,” jelas Ketua Komunitas Brayat Panangkaran, Borobudur, Sucoro Setrodiharjo, hari ini.
Dijelaskan pula, acara di desa yang sama dilanjutkan besok pagi berupa Ruwat Rawat Bumi Mangunrejo. Kegiatannya di Kali Sono. Kali atau sungai, sedangkan sono dari wasana.
Hal itu terkait sejarah perjalanan hidup perintis desa tersebut, Kakek Krinjing yang berada di Kali (sungai) Sono. Ternyata itu bukan sebagai akhir perjalanannya. Gemericiknya air yang jernih dan terus mengalir memberikan kesan kesejahteraan anak cucunya dan menginsyaratkan turunnya wahyu kedamaian hingga muncul penamaan Desa Mangunrejo.
“Mangunrejo artinya membangun kesejahteraan. Krincing kedamaian itu pun terus menggema di setiap tahun melalui gelar acara tradisi Ruwat Rawat Bumi Mangunrejo,” jelasnya.
Sucoro menambahkan, acara di Mangunrejo itu dikaitkan pula dengan tradisi 20 tahun Ruwat Rawat Borobudur. “Kami ingin mengembalikan nilai spiritual Borobudur melalui tradisi,” ucapnya.
Candi Borobudur merupakan hasil karya, cipta, rasa dan karsa umat manusia yang mengandung nilai, manfaat dan makna bagi keberlanjutan hidup dan kehidupan umat manusia. Borobudur merupakan warisan budaya leluhur yang berwujud candi sekaligus berwujud tak benda sebagai identitas kualitas kejayaan maupun kemajuan pendahulu kita. Nilai warisan tak benda Borobudur yang diwariskan dari generasi ke generasi merupakan hasil interaksi umat manusia, alam dan lingkungannya yang menggoreskan sejarah dan menorehkan identitas yang berkelanjutan, sebagai hasil budaya yang patut dilestarikan.
“Berbagai acara tradisi serta penamaan nama desa atau dusun yang ada di sekitar candi pasti ada korelasinya,” tandasnya.
Eko Priyono