Oleh : Hadi Priyanto
Konon karena perselisihan dengan ayahnya tentang cara pemakaman salah satu anggota keluarganya, akhirnya Idha Gunardi memilih meninggalkan kerajaannya di Bali. Perselisihan itu karena keyakinan agama mereka berbeda. Sebelumnya, setelah menerima ajaran Islam, Idha Gunardi dikisahkan telah membuat masjid di Buleleng, Bali. Namun masjid ini kemudian terlantar setelah ditinggalkan Idha Gunardi. Baru pada tahun 1654 M, masjid ini ditemukannya oleh warga muslim pendatang ditengah rerimbunan semak dan pepohonan.
BACA JUGA Mengenang Siti Latifah Herawati Diah Seorang Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
Masjid berukuran 15 X 15 M2 dengan 4 buah tiang dari pohon kelapa ini di dalamnya masih ada sebuah mimbar khutbah yang diukir dengan ornamen khas Bali. Mereka lalu memberi nama, Masjid Keramat Kuno Singaraja yang merupakan masjid tertua di Bali. Masjid tersebut berada di kampung Kajanan, Singaraja, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.
Idha Gunardi meninggalkan Bali bersama Rogas, salah satu sahabat dekatnya. Mereka ingin berguru pada salah seorang wali, yaitu Sunan Kalijaga yang namanya sudah sangat terkenal sampai Bali. Bahkan kendati belum pernah ketemu, ajaran Sunan Kalijaga mampu merubah keyakinan Idha Gunardi yang kemudian mengantarkannya berjumpa dengan ajaran Islam.
BACA JUGA Hisab dan Rukyat Penentu Awal Puasa, Begini Prosesnya
Karena perjalanan dengan menggunakan jalan laut, rombongan kemudian mendarat disebuah pantai yang banyak ditumbuhi pohon besar yang rindang yang nampak lamat-lamat atau samar-samar dilihat dari tengah lautan . Semula mereka menganggap bahwa perjalanan telah sampai Demak. Namun ketika mereka telah naik kedaratan, ternyata pantai itu hanyalah padukuhan kecil yang memiliki banyak pohon asam.
Mereka kemudian memutuskan untuk tinggal beberapa saat di padukuhan tersebut. Disamping beristirahat, mereka juga membeli beberapa kebutuhan pokok yang telah mulai habis. Mereka juga mencari tahu tentang keberadaan Sunan Kalijaga dari Demak Bintoro. Dari warga setempat mereka mendapatkan kabar bahwa Sunan Kalijaga tinggal di Demak, tidak jauh dari padukuhan tersebut.
BACA JUGA puasaHakikat Puasa untuk Kesehatan
Pada hari yang ditentukan, mereka berpamitan pada warga yang telah membantu dan menerima dengan sangat baik. Karena jaraknya dekat maka perahu mereka hanya menyusuri pantai dan masuk ke muara sungai menuju kasultanan Bintoro. Sunan Kalijaga menerima mereka dengan tangan terbuka. Bahkan sunan gembira karena mendapatkan murid dari pulau seberang.
BACA JUGA Hindari 5 Makanan Ini Saat Sahur dan Berbuka Puasa
Setelah dirasa cukup belajar tentang Islam, Sunan Kalijaga kemudian menugaskan Idha Gurnadi untuk melakukan syiar Islam kedaerah utara Demak.Disamping itu, konon Idha Gurnadi juga mendapatkan tugas untuk membimbing kedua anak Sunan Kalijaga. Perjalanan rombongan kecil ini kemudian sampai ke sebuah padukuhan kecil dan kemudian Idha Gurnadi memutuskan untuk tinggal beberapa saat. Tujuannya tidak lain untuk melakukan syiar Islam.
Kedatangan Idha Gurnandi cepat menarik perhatian warga. Karena disamping pintar, ia juga memiliki sikap welas asih dan selalu menolong orang-orang yang memerlukan bantuan. Disamping itu, warga juga tertarik pada ajaran yang disampaikan Idha Gurnadi dan kemudian di Islamkan.
BACA JUGA Amalan Ramadan Pahalanya Berlipat-Lipat
Setelah tinggal beberapa tahun di tempat ini, Idha Gurnandi mengajak warga untuk membangun sebuah masjid yang memiliki empat tiang utama terbuat dari kayu. Sedangkan kubahnya terbuat dari perak dengan bentuk seperti botol. Bahkan kelak, untuk mengenang jasa Idha Gurnandi, warga di perkampungan tersebut kemudian memberi nama masjid itu dengan nama Masjid Datuk Singorojo.
Selain masjid, Datuk Gurnadhi juga meninggalkan sebuah sumur tua yang airnya tawar dan dipercaya masyarakat mengandung berkah. Biasanya warga yang datang hanya mengambilnya untuk wasilah kesembuhan dan lain-lain. Sumur berkedalaman 12 meter itu tidak digunakan untuk berwudhu.
Konon di belakang masjid itu, dahulu ada pohon aren yang besar. Namun tidak lama setelah Idha Gurnadi meninggalkan padukuhan tersebut, pohon aren itu tiba-tiba lenyap. Pohon aren itu dikisahkan pindah ke Singorojo, tempat dimana nantinya ia membangun padukuhan dan melakukan syiar Islam.
BACA JUGA Hindari 5 Makanan Ini Saat Sahur dan Berbuka Puasa
Setelah pembangunan masjid selesai, Idha Gurnandi kemudian berpamitan pada warga karena akan melanjutkan perjalanan. Namun tali silaturahmi akan terus dijaga. Bahkan Idha Gurnadi juga menyampaikan, jika nanti ia telah menetap disuatu tempat, akan tetap mengunjungi padukuhan tersebut. Dalam perjalanan spiritualnya melakukan syiar Islam, jejak dakwah yang dilakukan masih diakui oleh masyarakat Jepara
Kini ada yang menyebut dengan panggilan Idha Gurnadi, Gusti Gurnadi atau Datuk Singorojo. Ia diyakini sebagai salah ulama besar bahkan disebut sebagai waliyullah atau wali di Jepara. (Bersambung)
Penulis adalah Wartawan SUARABARU.ID dan Pegiat Budaya di Jepara