KUDUS (SUARABARU.ID) – Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Mendesak Pemerintah segera merevisi Harga Acuan Pembelian (HPP)maupun Harga Eceran Tertinggi (HET) gula tani yang sudah enam tahun tidak naik.
Desakan tersebut merupakan salah satu rekomendasi penting yang dihasilkan Musyawarah Nasional DPN APTRI di Yogyakarta, baru-baru ini.
“HPP gula tani sebesar Rp. 9.100,-/Kg dan HET gula Rp. 12.500,-/Kg, sudah 6 tahun tidak naik dan ini sangat merugikan petani,”kata Sekjen DPN APTRI, M Nur Khabsyin, saat berada di Kudus, Minggu (27/2).
Khabsyin mengungkapkan, HPP gula tani saat ini sudah jauh di bawah Biaya Pokok Produksi (BPP) yang kini sudah berkisar di angka Rp 11.000 per kilogram. Padahal, idealnya HPP harusnya berada di atas BPP agar petani tebu bisa merasakan keuntungan.
“Dalam Munas, DPN APTRI merekomendasikan ke pemerintah untuk menetapkan HPP sebesar Rp 11.500/per kg. Angka tersebut kami anggap wajar agar petani bisa untung dan tidak memberarkan konsumen,”kata Khabsyin.
Sedangkan untuk besaran harga acuan HET kami mengusulkan Rp. 14.000/kg atau HET dicabut.
Dalam rekomendasi Munas, DPN APTRI juga menyoroti banyaknya gula rafinasi sering bocor di beberapa daerah. Hal ini menunjukkan bahwa ada kelebihan jumlah gula yang diimpor, sekaligus menunjukkan juga ada mekanisme dalam perdagangan gula rafinasi yang perlu dibenahi.
“Akhir-akhir ini pintu kebocoran yang terjadi di beberapa daerah ditengarai melalui koperasi. Oleh karena itu kami mengusulkan Permendag no. 01 th 2019 tentang perdagangan gula rafinasi agar direvisi yakni menghapus koperasi dalam mata rantai distribusi gula rafinasi. Penjualan gula rafinasi agar dikembalikan seperti semula yakni dari produsen rafinasi langsung kepada industri makanan minuman pengguna atau ke IKM”ujarnya
Sementara terkait pupuk, DPN APTRI secara tegas menolak rencana pencabutan subsidi untuk pupuk jenis ZA. Sebab, pupuk ZA merupakan jenis pupuk yang sangat dibutuhkan petani tebu.
“Kami juga mendesak agar Pemerintah memfasilitasi petani tebu untuk berkesempatan menyewa lahan HGU milik negara karena selama ini ratusan ribu hektar lahan HGU disewa oleh perusahaan gula baik BUMN maupun swasta dengan harga murah. Sedangkan petani tebu menyewa lahan milik masyarakat dengan harga lebih tinggi,”paparnya.
Kepengurusan Baru
Sementara, Munas APTRI V secara aklamasi juga kembali menetapkan Soemitro Samadikoen untuk memimpin DPN APTRI lima tahun ke depan. Soemitro juga didampingi M Nur Khabsyin sebagai Sekjend.
Soemitro dalam keterangannya mengatakan rasa terima kasihnya atas kepercayaan yang diberikan oleh para pengurus DPD maupun DPC APTRI se tanah air yang memberikan amanah baginya untuk memimpin lagi.
Pihaknya siap untuk melanjutkan program-program APTRI selama ini demi upaya mewujudkan kesejahteraan petani tebu.
“Untuk program ke depan, kami akan tetap fokus untuk mengawal kepentingan petani tebu agar lebih sejahtera,”tandasnya.
Tm-Ab