Mbah Mul tengan berbicara, di sampingnya pembocara lain Ari Widiarto dan Amiruddin Ma.ruf. Foto: wied

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Di era digital dan maraknya media sosial saat ini, secara nasional jelas media massa/pers jelas masih dibutuhkan, untuk memerangi berita-berita hoaks, isu SARA, pornografi, lainnya.

Hal itu disampaikan oleh Sri Mulyadi, Ketua Dewan Kehormatan Provinsi PWI jateng yang menjadi narasumber dalam sarasehan wartawan lintas generasi Hari Pers Nasional (HPN) 2022 Jawa Tengah di Gedung Pers Jateng Jalan Tri Lomba Juang Kota Semarang, Rabu (9/2/2022).

Disampaikan pula bahwa, dari hasil survei Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) diperoleh data kurang lebih 200 juta penduduk Indonesia adalah pengguna handphone. Artinya, jumlah itu Sebagian besar pasti juga menggunakan atau mengakses medsos.

“Dari 10 ribu responden yang diteliti, tujuh puluh persen memperoleh informasi dari medsos, yang belum pasti bisa dipertanggungjawabkan kode etik jurnalistiknya dan selebihnya dari media mainstream,” jelas wartawan suarabaru.id ini.

Selain itu, lanjutnya, banyak juga media mainstream atau media massa malah berkiblat pada medsos, yang jelas-jelas masih dipertanyakan kualitas jurnalistik atau kode etik jurnalistiknya.

“Saat ini banyak media online yang malah berkiblat pada medsos, yang menayangkan berita tanpa adanya editing. Sebab dikejar tuntutan bayknya viewer dari konten-konten yang dihasilkan,” ungkap Mbah Mul, sapaan akrab narasumber yang sudah 40 tahunan di dunia jurnalistik ini.

Suasana sarasehan HPN di Gedung Pers Jalan Trilomba Juang Semarang. Foto: Absa

Padahal, menurut Mbah Mul, konten-konten yang dihasilkan tersebut perlu dipertanyakan pertanggungjawaban sumber beritanya, apakah masih layak untuk disebut karya jurnalistik?

Oleh sebab itu, disampaikan juga oleh Mbah Mul, bahwa Pers Survival di Era Digital ini, merupakan tantangan bagi SDM wartawan, selain harus cakap dalam menyajikan konten yang kreatif, juga harus tetap menjaga dan mengimplementasikan kode etik jurnalistik dalam karya-kary jurnalistiknya.

“Karena jika karya jurnalistik tidak mematuhi kode etik jurnalistik, maka lama-kelamaan akan ditinggalkan oleh pembacanya,” pesan Pimpinan SUARABARU.ID ini.

Tetap Dibutuhkan

Demikian juga seperti yang disampaikan oleh Dr Aminnudin Ma;ruf, MA antropolog dari Undip. Menurutnya, saat ini media mainstream masih sangat dibutuhkan, sebab untuk menghadapi maraknya media sosial yang semakin hari semakin tak terkendali.

Sebab, dengan karya jurnalistik, masih ada kode etik jurnalistik yang dapat membatasi berita-berita yang dinilai tidak bisa dipertanggungjawabkan.

“Jadi jika karya jurnalistik itu, metodenya menggunakan 5 W 1 H. Penyajiannya sesuai fakta, baik fakta sosial maupun fakta personal, yang bisa disebut karya sastra,” jelasnya.

Pembicara lain Arie Widiarto, pimpinan AyoSemarang.com menyampaikan fenomena media online saat ini. Dikatakan, berita-berita kejadian atau semacamnya di media online hanya sekitar 1 persen yang dibaca publik. Sisanya adalah konten tentang hiburan, misalnya tentang sinetron yng sedang tayang,” kata Ari.

Tetapi medianya tetap mempertahankan untuk tetap menyajikan berita-berita di samping penyajian konten-konten kreasi yang lain.

Absa