blank

JEPARA (SUARABARU.ID) – Hari Ibu, adalah “Pergerakan Perempuan” yang lahir dari Kongres Perempuan I pada tanggal 22 Desember 1928. Saat itu, para Perempuan termotivasi dan bangkit untuk ikut mewujudkan kemerdekaan Indonesia setelah adanya deklarasi Sumpah Pemuda pada bulan  Oktober di tahun yang sama.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ana Khomsanah Damiri, S.Pd., SH., M.H., aktivis perempuan yang juga menjadi Direktur LPP Sekar Jepara sekaligus Ketua Bidang Hukum, Advokasi & Litbang PC Muslimat NU Jepara,

Hari Ibu, menurut Ana Khomsanah Damiri , tidak sekedar sebuah peringatan, melainkan Hari Pergerakan Perempuan. “Masih banyak yang perlu diperjuangkan oleh perempuan, ketidakadilan gender masih terjadi hampir di semua aspek kehidupan,” ujarnya.

Peraturan perundang-undangan  yang berpihak pada perempuan seperti tertuang pada UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), menurut  Ana  implementasinya masih jauh dari harapan.“Bak jauh dari api. Masih ada diskriminasi terhadap perempuan,” ujarnya.

Tindak Pidana KDRT, menurut Ana Khomsanah, baru sebatas kekerasan fisik yang bisa diproses Hukum. “Sementara itu, kekerasan lainnya seperti kekerasan psikis, kekerasan ekonomi dan kekerasan seksual sulit sekali diproses,” tambahnya.

Banyak perempuan bekerja, menurut Ana, dipandang negative oleh masyarakat. Mereka menganggap perempuan bekerja menjadi penyebab perceraian. “Padahal perempuan bekerja di pabrik adalah jalan terakhir untuk menyelamatkan ekonomi keluarga. Seandainya perempuan bisa memilih, tentu mereka tidak ingin bekerja di pabrik,” ujarnya.

Selain itu, kasus kekerasan seksual yang masih banyak terjadi belum bisa diakomodir dengan peraturan perundang-undangan. “Maka dari itu perlu ada ketegasan peraturan tentang kekerasan seksual melalui Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS),” ujarnya. Harapan Ana Khomsanah Damiri,  pemerintah Indonesia  memberikan perlindungan kepada perempuan.

Disamping itu Pemda Jepara juga harus terus melakukan perlindungan terhadap perempuan, baik perempuan korban KDRT, perempuan korban kekerasan seksual,  terutama perempuan pekerja di pabrik agar mendapatkan perlindungan dari eksploitasi. “Pemda Jepara perlu membuat Perda Perlindungan Perempuan Pekerja ( buruh pabrik),” pungkasnya.

Hadepe – Alvaros