SESUAI label acaranya: Temu Kangen Alumni APPD 84 Guyub Sak Lawase, lulusan Akademi Publisistik Pembangunan Dipanagara (APPD) Semarang tahun 1984 saling melepas rasa kangen (rindu) setelah lama tidak bertemu. Acara itu digelar di Hotel Balemong, Ungaran, Sabtu 27 November 2021.
Ada yang menyempatkan datang jauh dari Jakarta, seperti dilakukan Retno. Bahkan dia rela membawa beberapa kardus doorproze untuk dibagikan di acara itu. Ada pula Karno yang menyempatkan datang dari Sragen. Bambang warga Semarang yang kondisinya pasca menjalani operasi kesehatan juga ikut hadir.
Suasana berubah riuh ketika banyak peserta yang hadir. Lama tidak bertemu dan kondisi sekarang yang usianya rata-rata 60-an membuat banyak yang sudah tidak mengenal lagi wajah teman kuliahnya. Baru setelah saling mengingat lalu berjabat erat, bahkan berpelukan. Tentu itu dilakukan bagi teman sejenis.
Tak luput aksi foto bersama pun dilakukan dengan teman yang berada di dekatnya. Suasana itu berlarut cukup lama. Mereka saling bercerita tentang kenangan waktu kuliah, maupun tukar informasi keberadaan saat sekarang. Bahkan ketika acaranya dimulai, suasana saling canda tawa masih saja berlangsung.
Ketua panitia temu kangen, Edi Wahono, ketika membuka acara itu mengajak peserta untuk memanjatkan puji syukur kepada Tuhan karena atas limpahan rahmatnya, hari itu bisa berkumpul dan bertatap muka dalam forum silaturahmi dan temu alumni dengan kondisi sehat dan akrab. Kendati bisa bertemu melalui dunia maya, kata Edi, rasanya sudah lama tidak berjumpa. Memang selama ini sudah dibuka grup WhatsApp bernama: Alumni APPD 84.
“Dan sekarang kerinduan itu terobati melalui ajang silaturahmi temu alumni kali ini. Sungguh ini suatu rahmat yang besar kita bisa bertemu kembali, mengobati kerinduan selama kita berpisah,” kata pria asal Semarang itu.
Kental
Kendati suara Edi berbaur dengan gurauan peserta acara dan guyuran hujan lebat, dia tetap melanjutkan sambutan. “Mungkin secara fisik kita banyak berubah, tapi ciri khas kita masing-masing begitu kental sebagaimana kita masih bersama-sama belajar, bercanda, di ruang kuliah dulu,” katanya.
Dia pun mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada beberapa pihak yang ikut menopang acara itu. Antara lain donatur dari Drs Ragil Wiratno yang merupakan kakak kelasnya. Juga bantuan dari alumni APPD 84 seperti bantuan kaos dari Sardi, donatur dari Fachry, dari Eny Yuliarti, juga dari Atik, serta Djarwoko. Tak lepas pula adanya iuran dari peserta acara.
Suasana riuh tetap saja berlangsung, meski mereka sudah saling bertemu teman lama sekian jam. Tak pelak ketika ketuanya alumni APPD 84, Achmad Fahry SSos MSi, tampil memberi sambutan, suara gurauan tetap saja terdengar di ruang acara itu. Fachry pun sempat mendekat ke tempat duduk peserta, agar bicaranya bisa didengar.
Dia memberi apresiasi kepada alumni yang hadir dalam acara itu. Acaranya merupakan inisiatif dari sejumlah alumni. Acara itu termasuk salah satu program pengurus alumni.
Dia berjanji akan melaksanakan program, baik dari aspirasi teman seangkatan, maupun kakak kelas. Sebetulnya sudah ada rencana temu kangen beberapa angkatan, tetapi karena terjadi pandemi Covid-19 akhirnya gagal dilaksanakan.
“Ini baik, meski usia kita sudah tua dan tempat tinggal saling berjauhan, tetapi masih melanjutkan paseduluran,” katanya.
Dia pun mengingatkan , lulusan APPD tahun 1984 sudah cukup banyak yang meninggal. Dari 144 orang, yang sudah meninggal sekitar 20 orang. “Mari selalu jaga paseduluran. Tetap kompak, guyub rukun, seduluran sak lawase,” pintanya.
Sikap Baik
Mantan Ketua Kelas APPD 84, Sudarto, yang tampil dalam acara itu menilai acara tersebut bagus sekali. Walau acaranya sederhana, itu menunjukkan sikap baik. Dia berharap bisa dilakukan pertemuan setahun sekali.
“Dari 144 orang angkatan 84, yang sudah meninggal 20 orang. Bersyukur kita bisa ditemukan dalam ikatan kekeluargaan,” katanya.
Acara siang itu pun diisi lantunan berbagai lagu dengan iringan musik organ tunggal. Sejumlah alumni pun banyak yang tampil dengan gaya dan kemampuan masing-masing.
Salah satu alumni, pensiunan pegawai Kantor Wilayah Departemen Penerangan Jateng, Agus Yulianto, tampil beda. Dia menceritakan pengalamannya di masa muda. “Ikatan cinta di waktu muda ada yang jadi dan tidak jadi,” katanya.
Dikisahkan, waktu masih muda, sekitar tahun 1977, dia sebagai pemain ketoprak dan drama. Waktu itu sangat banyak penggemar. Sampai pada suatu hari berkenalan dengan seorang wanita cantik anak orang kaya.
“Sangat cantik,
rambutnya panjang terurai, alisnya nanggal sepisan, bodinya seperti gitar,” katanya.
Meski suara cerita dia itu harus bersaing dengan ramainya gurauan peserta acara, Agus tetap bersemangat. Suatu saat, kata Agus, wanita itu stres dan mau bunuh diri. Sempat hendak terjun dari Ondo Rante, Semarang. Niat bunuh diri tidak jadi dilakukan, tetapi sejak itu wanita tersebut tidak mau makan. Hingga akhirnya wanita itu badannya kurus kering dan tak cantik lagi.
Konon, sudah diobati dengan berbagai cara tetapi tak kunjung sembuh. Pada suatu hari dia datang ke rumah wanita itu. Waktu itu dia melontarkan pertanyaan singkat. “Apakah tidak ada orang lain, dan
apakah tidak ada cinta lain. Kalau kamu mau berfikir seperti itu saya yakin kamu akan sembuh,” kata Agus kepada wanita tersebut.
Ternyata dengan kalimat itu wanita tersebut lambat laun sembuh dari sakitnya. Sejak itu dia dianggap saudara oleh keluarganya. Tak disangka nasihat Agus itu bermanfaat bagi orang lain yang sedang frustasi.
Cerita singkat itu mendapat sambutan hangat dari peserta acara temu kangen. Acara ditutup sekitar pukul 14.00 setelah diisi doa yang dipimpin salah satu alumnus, Achmad Zaeni. Peserta pun kembali ke rumah masing-masing.
Eko Priyono