WONOGIRI – Kecuali melakukan padusan (mandi keramas), masyarakat Jawa dalam menyongsong datangnya Bulan Ramadan, juga menggelar megengan. Yakni tradisi puncak persiapan menyongsong datangnya hari pertama puasa Bulan Suci Ramadan. Ini menjadi tradisi turun-temurun bagi masyarakat Jawa, dan populer disebut mapag tanggal. Untuk menggelar tradisi megengan, warga menyediakan aneka sesaji sebagai persembahan para leluhur di masing-masing rumah warga, dan mengadakan kenduri selamatan.
Abdi dalem Keraton Surakarta, Kanjeng Raden Arya (KRA) Pranoto Adiningrat, yang juga Budayawan Jawa peraih anugerah bintang budaya, menyebutkan, megengan merupakan acara penutup pamulen ruwahan. Pamulen, dari kata memule yang artinya memuliakan. Yakni tradisi memuliakan roh arwan para leluhur yang dilakukan pada Bulan Sya’ban atau di Bulan Ruwah (meruhi arwah). Dalam kalender, hari terakhir Bulan Ruwah jatuh Minggu Kliwon (5/5).
Dalam ensiklopedi Buku Bauwarna Adat Tata Cara Jawa karya Drs R Harmanto Bratasiswara (Yayasan Suryasumirat Jakarta 2000), disebutkan dalam sesaji megengan disertakan pula kue apem dan kolak serta ketan. Juga jenis makanan dan minuman kesukaan para leluhur ketika masih hidup, termasuk rokok dan kinganan. Disertai doa memohonkan ampunan segala dosa dan kesalahan para leluhur, agar dapat menerima anugerah mulih marang mulanira (diterima kembali ke haribaan Tuhan). Tradisi megengan yang dilakukan menyongsong datangnya Tanggal 1 Ramadan ini, juga disebut sebagai unggah-unggahan.
Di Kabupaten Wonogiri, komunitas jalan sehat Kolomongso, Wonogiri, mengadakan megengan bersama. Komunitas Kolomongso, mewadahi berbagai unsur dan komponen masyarakat dari lintas generasi dan lintas agama. Di Kolomongso ada pensiunan Dirjen, pensiunan Kepala Dinas dari berbagai instansi pemerintah, purnawirawan, tokoh-tokoh swasta dan pengusaha serta para sepuh lainnya. Mereka, sehari-harinya suka berolahraga jalan sehat di kompleks Bendungan Serba Guna Waduk Gajahmungkur Wonogiri.
Dalam menggelar megengan bersama, komunitas Kolomongso rela bergotong-royong mengadakan sesaji untuk kenduri, yaitu peduli membawa tumpeng beserta kelengkapannya, rela pula membawa sesaji pisang, kue apem dan kolak dan lain-lain. Selanjutnya, itu dikumpulkan dan didoakan bersama dalam melaksanakan tradisi megengan, dengan dipandu oleh juru doa KH Nur Syafei.(suarabaru.id/bp)