JEPARA (SUARABARU.ID)- Sejumlah aktivis kebudayaan berkumpul memperingati malam lahirnya Pancasila. Kegiatan yang bertajuk ‘Dialog Budaya Pancasila Penjaga Keberagaman Indonesia’ ini digelar di rumah Budayawan Jepara Hadi Priyanto pada Senin, (31/5).
Acara yang digelar bersama Yayasan Kartini Indonesia, Forum Penulis Jepara Literasi, Lembaga Pelestari Sejarah dan Budaya Jepara serta Yayasan Marga Langit ini dipandu Winarto Asma.
Perwakilan lintas agama dan budayawan menjadi pembicara dalam acara tersebut. Tokoh Budha diwakili oleh Mulyadi, tokoh Hindu diwakili Ninik Anggraeni, tokoh Kristen oleh Pendeta Danang Kristiawan.
Sedangkan dari Islam diwakili tokoh muda Kiai Nur Handi Araswear Pengasuh PP Al- Mubarok. Dua pembicara lagi adalah sejarawan M. Dalhar dan Ketua Pepadi Jepara Ki Hendro Surya Kartika.
Acara tersebut disamping dihadiri oleh budayawan seperti Brodin dan Ali Burhan, juga diikuti Petinggi Pecangaan Kulon, Petinggi Tahunan, pegiat literasi Jepara Solikul dari Perpus Ben Pinter, , sejumlah dosen, pegurus Karang Taruna, aktivis perempuan serta mahasiswa.
Juga anggota DPRD Jepara Nur Hidayat dan kalangan wartawan. Nampak jua hadir Ingga Tejo Siroto, Suwandi dan sejumlah pengurus BPD.
Ikut menyemarakkan kegiatan tersebut cokekan dari padepokan Marga Langit serta pembacaan petikan pidato Ir Soekarno yang dibacakan oleh Ali Burhan dari Lesbumi Jepara. Juga ada pembacaan puisi Donor Darah oleh budayawan Fakhrudin yang dikenal dengan panggilan Brodin serta menyanyikan lagu Garuda Pancasila yang dipimpin oleh Candra Nesa serta pembacaan Pancasila oleh Hadi Priyanto.
Pancasila telah final
Dalam kesempatan tersebut tokoh dari Islam yang mewakili NU menyampIkan pandangannya terkait Pancasila. “Dari dulu Ulama’ NU menyatakan bahwa Pancasila sudah final. Kiai Ahmad Siddiq bersama Kiai-kiai lainnya bisa menerima Pancasila sebagai azaz tunggal”, kata Nur Handi.
“Negara kita bukan negara atheis, bukan pula negara Islam. Sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa sudah mewakili semua agama di Indonesia. Ketika ada sebagian kelompok yang ingin memasukan Islam ke dalam dasar negara, itu sama saja menodai kesucian Islam itu sendiri. Karena Islam berasal dari Allah”, lanjut Handi
Sementara itu Pendeta Danang Kristiawan dalam pandangannya mengatakan bahwa menjadi Indonesia bukan hanya butuh wilayah identitas bersama sebagai Indonesia. Pancasila hadir menjadi titik temu. Dan setiap agama harus berkomitmen menghidupi Pancasila.
Senada dengan perwakilan Kristen dan Islam, Mulyadi tokoh Budha Jepara mengatakan Pancasila adalah rumusan yang ada di dalam ajaran Budha. Ia mengatakan, sebagai kelompok minoritas pihaknya sangat bersyukur karena selama ini kerukunan antar umat beragama di Jepara sangat terjaga.
“Meskipun kami sebagai kelompok minoritas namun kami merasa aman hidup berdampingan dengan umat beragama lain. Terutama dari Islam. Selama ini ketika kami mengadakan kegiatan teman-teman Banser NU selalu ikut membantu dan menjaga. Kami juga sering dilibatkan dalam kegiatan halal bi halal”, terang Mulyadi.
Sementara baik Ninik Anggraeni, M. Dalhar maupun Ki Hendro Suryo Kartiko menyatakan pentingnya menghayati nilai – nilai Pancasila dalam keberagaman. “Moderasi keagamaan perlu terus dikembangkan,” ujar Ninik Anggraeni. Hal senanda juga disampaikan M. Dalhar.
”Pilihan untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa dan ideologi bangsa dan negara sudah final dan tidak bisa lagi ditawar-tawar,” ujar M.Dalhar. Sedangkan Ki Gendro Suryo Kartiko berharap nilai-nilai Pancasila harus terus dibudayakan. Salah satu yang efektif dengan pendekatan budaya,” tujur Hendro Suryo Kartiko
Payung berlubang
Dalam kesempatan itu, Hadi Priyanto Budayawan sekaligus penggagas acara dialog budaya mengatakan kegiatan seperti ini hendaknya dilakukan terus menerus dibanyak tempat dan melibatkan banyak komunitas. Meskipun lingkup kecil, nilai-nilai Pancasila harus tetap disuarakan kalau tidak ingin Pancasila hilang dari ingatan anak bangsa.
“Apalagi payung keberagaman itu sering kali ditusuk hingga berlubang-lubang oleh orang – orang yang ingin menggantikannya dengan nilai – nilai lain,” ujarnya. Sempat hilangnya Pancasila dari standar pendidikan nasional, bukanlah semata kesalahan administrasi atau salah ketik,” ujar Hadi Priyanto.
Karena itu memperingatai hari lahir dan hari kesaktian Pancasila tidak boleh hanya dilakukan melalui kegiatan serimonial, tetapi harus dihadirkan dibanyak titik ruang diskusi warga dalam bentuk yang lebih kongkrit dan nyata. Termasuk keteladanan tokoh dan penguatan kapasitas lembaga pendidikan untuk menanamkan nilai Pancasila yang semjakin jauh panggang dari api.
Hadepe-ulil abshor