SEMARANG (SUARABARU.ID) – Nasib para pekerja migran baik yang baru mau berangkat ataupun sudah berada di negara tujuan terdampak hebat akibat dari pandemi setahun belakangan ini. Akibatnya, efek domino melanda di dunia ketenaga kerjaan Indonesia, termasuk di Jawa Tengah.
Dalam acara Prime Topic dialog bersama parlemen jateng di Hotel Noormans, Selasa (25/5/2021), perwakilan dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Dinas Tenaga Kerja Jateng dan Transmigrasi (Disnakertrans), hingga anggota DPRD Jateng membahas hal tersebut.
Anggota Komisi E DPRD Jateng, Endro Dwi Cahyono, mengatakan, kondisi pekerja migran yang ada di luar negeri ataupun yang masih di dalam negeri harus benar-benar dipikirkan. Semisal yang di luar tidak bisa pulang padahal kontraknya sudah habis maka harus dipikirkan kejelasan statusnya di sana.
“Yang di dalam negeri juga harus dipikirkan, mereka yang tidak jadi berangkat nasibnya bagaimana? Padahal mereka sudah mengikuti pelatihan, jangan kemudian mereka malah tertahan tidak jadi berangkat. Di Sisi lain kami memahami sekarang ini dunia sedang menghadapi pandemi,” katanya.
Politisi dari PDIP ini mengatakan, pada prinsipnya negara harus hadir memperjuangkan nasib pekerja migram dalam kondisi pandemi ini. Meskipun negara tujuan menetapkan protokol kesehatan yang ketat, tapi jangan sampai menutup masuknya pekerja migran.
“Misal Malaysia dan Singapura saat ini menutup diri, ini (negara tujuan) nggebyah uyah melihat angka (Covid) di Indonesia tinggi. Maksud saya janganlah sampai menutup akses masuk pekerja migran ke negara mereka, kalau diminta divaksin dulu kita siap, yang penting buka dulu (akses masuk),” katanya.
Tak hanya itu saja, legislator dari dapil IV (Pati & Rembang) ini berpesan kepada para calon pekerja migran yang saat ini tertunda berangkat harap bersabar jagan sampai salah langkah atau nekat berangkat ke negara yang tidak semestinya atau bekerja di sektor yang tidak sesuai.
Endro mengungkapkan, dibeberapa kasus ketenaga kerjaan migran, karena prokes yang ketat diawasi Disnaker para pekerja migram mengambil berbagai tawaran kesempatan bekerja yang kebetulan dihindari, salah satunya seperti di tempat karaoke.
“Ini jelas menimbulkan hal kurang baik, kami minta pemerintah mengambil langkah tegas. Negara harus hadir, pemerintah membuat pelatihan sehingga saudara kita yang marjinal itu terbantu. Kita berharap BP2MI bisa membantu membuka peluang pasar kerja di negara lain seperti di Eropa atau negara potensial lainnya yang bisa dituju pekerja migran kita,” katanya.
Sementara itu, Kepala BP2MI Jateng, AB Rachman, dalam paparannya mengatakan pandemi yang terjadi setahun belakangan ini sangat berdampak pada pekerja migran Indonesia. Padahal saat sebelum pandemi pemasukan ke negara dari para pejuang devisa ini bisa mencapai Rp170 triliun setahunnya.
“Saya itu setiap hari menerima ratusan pesan yang menghujat, mengeluh, dan macam –macam lainnya, intinya mereka berharap bisa segera berangkat (ke luar) dan bisa segera bekerja dan medapatkan uang,” katanya.Rachman menjelaskan, dua negara besar yang menjadi favorit tujuan pekerja migran saat ini adalah Korea Selatan dan Taiwan. Bahkan di tahun sebelumnya (sebelum pandemi), kuota 10 ribu pekerja yang dibutuhkan namun yang terkirim baru sekira 7 ribu pekerja saja.
Stok pekerja yang tersisa sekira 3 ribu orang ditambah kebutuhan saat ini diperkirakan menjadi 12 – 13 ribu pekerja yang dibutuhkan dengan dua sektor utama pekerjaan, yaitu di sektor fabrikasi kelautan (fishing).“Kalau yang Taiwan itu sekira 6 ribu pekerja siap berangkat waktu itu, cuma karena kebijakan di Taiwan itu sekarang ditutup sepihak jadinya kita tidak bisa apa-apa. Dan ini juga jadi fenomena baru, pekerja yang siap berangkat dan punya visa malah pergi ke negara tujuan lain tanpa prosedur, seperti ke Eropa Timur,” katanya.
Dirinya mencontohkan, belum lama ini ditemui kasus 10 pekerja migran asal Cilacap yang nekat ke Slovakia karena ada tawaran tidak resmi sebuah pabrik. Namun karena tidak bisa berbahasa Inggris, pihak pabrik malah tidak mau memperkejakan mereka, padahal posisi para pekerja tersebut sudah berada di negara tujuan.
“Boss pabriknya jelas tidak mau, lha wong disuruh melakukan pekerjaan merekanya (pekerja migran) malah tidak paham sama sekali. Sama seperti yang berangkat mandiri ke Polandia, satu dua bulan di sana malah lari ke Jerman, kasusnya sama tidak bisa bahasa Inggris,” katanya.Disisi lain, para pekerja migran yang tidak bisa pulang karena terjebak adanya penutupan di negara tempat kerja malah menjalani overstay dan melanjutkan kontrak kerjanya. Walau begitu harus tetap ada kepastian status yang diberikan pemerintah, salah satunya di Korea.
“Yang Korea banyak suka pekerja Indonesia, bahkan yang overstay kahirnya ditawari kembali dari tempat kerja mereka untuk memperpanjang kontraknya. Ada yang sebulan 40-50 juta sebulan seperti di bidang fishing,” katanya.Lebih jauh Rachman mendorong dewan dan pemerintah terkait dengan pandemi ini bisa mendahulukan vaksinasi bagi para pekerja migran yang siap berangkat, atau bagi yang sudah divaksin bisa didaftarkan kembali. Vaksinasi dilakukan agar para pekerja tidak masuk karantina dulu dan hal ini menjadi pintu masuk untuk bargaining berikutnya.
Kepala Disnakertrans Jateng, Sakina Roselasari, di acara dialog tersebut mengungkapkan bahwasannya saat ini jika tidak ada pandemi maka terdapat 11 ribu pekerja migran yang selesai kontraknya dan pulang ke tanah air.
“Yang pulang baru 16 persen, sedangkan yang overstay di sana (negara penempatan kerja) masih ada 84 persen. Ini menunjukan pandemi covid ini membuat boarding (pembatas) yang menghalangi pulang, namun dari pada pulang malah kontraknya dilanjutkan,” katanya.
Atas kejadian tersebut, Disnakertrans mau tidak mau menjalin komunikasi dengan pihak KBRI di negara penempatan pekerja migran untuk bisa memastikan status para pekerja migran, seperti perpanjangan paspor yang diakibatkan force majeur pandemi covid.
“Kami maunya para pekerja migran ini tidak membebani negara karena unprosedural ilegal, dimana sebenarnya harus pulang tapi malah overstay. Maka kita harus memastikan tenaga kerja kita ini legal dan dilindungi, sehingga bagi dari sisi pekerja dan tempat mereka bekerja bisa nyaman dan jelas statusnya,” katanya. (adv)