blank
Gus Dur, Bapak Pluralisme Indonesia. Foto : Istw

SEMARANG (SUARABARU.ID)  Jika dibaca dari beberapa literatur, makna perayaan Imlek adalah mensyukuri anugerah yang telah diberikan Tuhan dan memohon perlindungan di masa mendatang. Selain itu, Imlek juga selalu dijadikan sarana silaturahmi untuk saling mengunjungi kerabat. Biasanya yang muda mengunjungi yang tua, kemudian yang tua memberikan semacam hadiah yang biasa disebut angpao kepada yang muda.

Sejarah Indonesia mencatat, selama hampir 33 tahun, sejak 1967, warga Tionghoa tidak bisa merayakan kebudayaannya didepan umum karena adanya Inpres No 14 th 1967 tentang agama, kepercayaan dan adat istiadat China di era orde baru, disaat pemerintahan Presiden Soeharto kala itu.

Padahal sebelumnya, data mencatat, tahun 1946 Presiden Soekarno mengeluarkan penetapan pemerintah tentang hari-hari raya umat beragama nomor 2/DEM-1946. Pada pasal 4 peraturan tersebut menyebut : Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu ( tgl 18 bulan 2 imlek ), Ceng Beng ( membersihkan makam leluhur ) dan hari lahirnya Khonghucu
( Tgl 27 bulan 2 imlek ) sebagai hari libur.

Namun sejak Gus Dur (Presiden Abdurrahman Wahid) menjabat Presiden, dgn berani dan tanpa ragu mencabut Inpres No 14 th 1967 dan keputusan Mendagri tahun 1978, dengan Keputusan Presiden RI No 6 Tahun 2000, sehingga kemudian Khonghucu menjadi salah satu agama resmi di Indonesia, serta warga Tionghoa bebas mementaskan kebudayaannya secara terbuka dan semua itu berkat jasa besar Gus Dur.

Dan Rohaniawan Khonghucu di agama Khonghucu, ada sebutan tersendiri untuk para rohaniawannya. Seperti halnya Kyai untuk yang beragama Islam, Pendeta untuk Kristen, Pastur atau Romo untuk agama Katholik dan lainnya.

“Rohaniawan untuk Agama Khonghucu biasa disebut Wenshi atau biasa disingkat Es,” jelas Wenshi Andi Gunawan, ST, CM, MNLP

Lalu, sesuai perjalanan waktu sejarah di Indonesia, pada 19 Januari 2001, Menteri Agama mengeluarkan keputusan No 13 Th 2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai hari libur nasional fakultatif ( tdk wajib ).

Kemudian pada Februari 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2002, tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Dan mulai 2003, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional.

Oleh sebab itu, tak berlebihan apabila putra mantan Menteri Agama di kabinet pertama RI, K.H. Wahid Hasyim ini mendapat banyak penghargaan, baik dari dalam maupun luar negeri. Sebut saja Ramon Magsaysay Award, penghargaan yang cukup prestisius dalam bidang kepemimpinan, atau Mebal Valor, penghargaan atas keberaniannya membela hak-hak kaum minoritas.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun pernah menyebut Gus Dur sebagai “Bapak Pluralisme Indonesia” atas gagasan-gagasan universal mengenai pentingnya menghormati perbedaan sebagai bangsa yang beragam. Gus Dur pulalah, tokoh reformis Nahdatul Ulama (NU) yang meyakinkan NU mengadopsi Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia.

Sejarah Imlek di Negara Asalnya

Imlek di Cina sudah ada sejak zaman prasejarah. Namun ajaran Tao dan Konghucu baru muncul sekitar tahun 600 atau 500 sebelum masehi, yaitu pada masa dinasti Zhou. Begitu juga Buddha yang baru muncul pada tahun 65 masehi di era Dinasti Han. Jika dihitung rata rata, berati perayaan Imlek sudah dirayakan sejak sekitar 7000 tahun lalu.

Perayaan Imlek juga kadang disebut Chun Cie (pesta musim semi). Hal itu erat kaitannya dengan keadaan musim di Cina, di mana masyarakat mengalami perubahan dari musim dingin yang suram menjadi musim semi yang cerah dan sejuk, serta penuh dengan kehidupan baru dari flora dan fauna. Maka kedatangan musim semi sangat disyukuri dan dirasakan patut dirayakan dengan penuh sukacita.

Ditulis Oleh Abdul Sakur, Wartawan suarabaru.id dari beberapa sumber.