blank
Ruang Pradonggo Birowo di komplek Pendapa Kabupaten Jepara tempat menyimpan Gong Senen. (Foto: Dok. google)

JEPARA (SUARABARU)- Keberadaan “Gong Senen” di salah satu ruangan Pendapa Kabupaten Jepara yang bernama ruang Pradonggo Birowo kabarnya mempunyai cerita mistis yang erat kaitannya dengan penduduk Desa Senenan, Kabupaten Jepara. Suarabaru.id yang sebelumnya pernah keliling komplek pendapa Kabupaten dan juga sempat memasuki ruang pingit RA. Kartini merasa penasaran dengan cerita mistis Gong Senen serta asal-usulnya. Beberapa waktu yang lalu kami mencoba mengunjungi Petinggi Desa Senenan, Mulyono di ruang kerjanya.

blank
Mulyono, Petinggi Desa Senenan

Dalam obrolan ringan dengan Suarabaru.id Mulyono mencoba menceritakan asal-usul Gong Senen yang ada di pendapa Kabupaten Jepara. Petinggi desa Senenan yang ke 19 ini mengawali dari babat alas desa Senenan. Dia menceritakan, perang suksesi II Jawa pada masa pemerintahan Amangkurat IV di kerajaan Mataram pada tahun (1719-1726) membawa dampak besar dalam kehidupan masyarakat. Terutama dari keluarga keraton Mataram itu sendiri. Pada masa awal pemerintahan raja keempat Kartasura ini hampir seluruh Jawa memusuhinya, termasuk adik-adiknya, seperti Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya yang melancarkan serangan terhadap istana pada tahun 1719.

Konflik antar keluarga tersebut menyebabkan pihak yang kalah mengungsi keluar dari keraton. Salah satunya adalah dari keluarga kerajaan yaitu paman Amangkurat IV sendiri yang bernama Pangeran Arya Mataram. Meskipun tidak ikut dalam pemberontakan, namun dirinya dan para pengikutnya melarikan diri ke Pati dan kemudian melanjutkan sampai ke Jepara dan hingga menetap disana. Pangeran Arya Mataram memproklamirkan diri sebagai raja tandingan. Namun pada akhirnya Pangeran Arya Mataram menyerah dan kemudian dibunuh di Jepara, keluarga dan para pengikutnya akhirnya membuka wilayah di sebuah tempat yang sekarang bernama desa Senenan.

Terkait dengan asal-usul Desa Senenan, Mulyono tidak mengetahui secara pasti apakah desa Senenan ada kaitannya dengan Gong Senen yang ada di pendapa Kabupaten. Namun menurut dia, kata “Senenan” tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan Gong Senen. Sebuah gong mistis dan misterius yang tiba-tiba muncul dan berada di Pendopo kabupaten Jepara yang pada waktu itu dipimpin oleh seorang Bupati yang bernama Adipati Tjitrosomo pada tahun 1745-1778.

Diceritakan, ketika pagi tiba, Sang Adipati keluar ruangan, sudah ada seperangkat gong beserta gamelan berada di pendopo. Namun tidak ada yang tahu siapa pemilik gong tersebut. Pada waktu Adipati Tjitrosomo memerintahkan untuk memainkan alat tersebut, gong tersebut tidak keluar bunyi sama sekali. Dicoba berkali-kali gong tersebut tetap tidak mengeluarkan bunyi.

Pada akhirnya diadakanlah sayembara untuk membunyikan gong tersebut, jika berhasil membunyikan dan memainkan akan diberikan hadiah. Berbondong-bondong orang mendaftarkan diri untuk ikut sayembara tersebut. ribuan orang mendaftar. Namun, dari seluruh peserta sayembara  itu, seorang Lurah dari desa Senenan yang berhasil membunyikan dan membuat nada yang pas untuk seperangkat gamelan tersebut. Dari kisah tersebut, akhirnya yang ditugasi untuk menabuh adalah warga desa tersebut, berikut keturunannya kelak.

Setelah orang dari desa Senenan berhasil memainkan seperangkat gong tersebut, seperangkat alat musik tersebut kembali dibiarkan tanpa dimainkan. Pada suatu ketika dicoba oleh orang dari daerah lain. Tetap gong tersebut tidak bisa mengeluarkan bunyi. Konon malah mendatangkan bebendu atau bencana yang menyerang warga Jepara. Bencana tersebut berupa wabah penyakit yang menyerang masyarakat. Kemudian oleh Adipati Tjitrosomo menetapkan pemain dari gong tersebut adalah orang dari desa Senenan. Akhirnya, Gong Senen dimainkan tiap hari Senin pukul  06.30-07.00 sebagai pembuka aktivitas para pegawai di Kabupaten Jepara. Gong tersebut dimainkan dari sebelah ruangan yang bernama Pradonggo Birowo. Terletak di sebelah selatan pendapa, di situlah enam niyaga (penabuh gamelan) memainkan gending-gending.

Pernah suatu ketika Sunan Hadiningrat Surakarta meninjau Kadipaten Jepara. Melihat gamelan itu, dan ia memboyongnya ke Keraton Surakarta. Kurang dari 40 hari kemudian, gamelan tersebut tiba-tiba sudah berada di pendopo Kadipaten Jepara lagi.

Satu set Gong Senen, terdiri dari dua set kecrek, dua set kendang, dua set kempul dan sebuah gong besar. Dengan perangkat tersebut, dimainkan empat buah gending yakni obrokan, Cara Balen, Kethuk Tutul dan Kodok Ngorek. Ada cerita mistis lain terkait dengan Gong Senen tersebut, akan terjadi bendu atau musibah jika gong tersebut tidak dimainkan sesuai dengan wasiat Adipati Tjitrosomo.

Hadepe / ua