SEMARANG (SUARABARU.ID) – Pendidikan pranikah bagi pasangan calon pengantin atau remaja usia siap menikah sangat penting untuk mencegah berbagai masalah sosial, seperti pelanggaran hak asasi manusia yang berhubungan dengan perkawinan dan keluarga.
“Dengan bekal pengetahuan, keterampilan dan kemampuan, diharapkan mereka memiliki kesiapan dan kematangan yang memadai baik pengetahuan, biologis, ekonomi dan siap menyelesaikan masalah yang terjadi dalam rumah tangga,” kata Ketua Umum BKOW Jawa Tengah, Hj Nawal Arafah Yasin, MSi dalam Webinar Pendidikan Pranikah, Minggu (22/11) diikuti oleh ratusan siswa, masyarakat umum dan anggota BKOW.
Istri Wakil Gubernur Jateng itu menyatakan keprihatinannya, saat ini keluarga menghadapi banyak tantangan, antara lain tingginya kasus KDRT , perceraian, penelantaran anak, perkawinan anak, kematian ibu melahirkan, kematian bayi dan balita, gizi buruk dan stunting, penularan HIV/AIDS, terorisme – radikalisme, kemiskinan dan pandemi Covid -19.
Data dari Kementerian Agama RI tahun 2015, katanya, terdapat 394.246 kasus perceraian, kemudian pada tahun 2016 bertambah menjadi 401.717. Tahun 2017 sebanyak 415.510 kasus, tahun 2018 menjadi 444.358 . Pada tahun 2019 mencapai 480.618 kasus. Pada masa pandemi covid-19 kasus perceraian tahun 2020 dari Januari s/d Agustus tercatat 306.688.
Selain perceraian, perkawinan anak dan KDRT juga masih sangat tinggi. Tahun 2018, menurut Komnas Perempuan jumlah permohonan dispensasi nikah 12.504 , tahun 2019 jumlah meningkat hampir 2 kali lipat menjadi 23.126 . Dalam kasus perkawinan anak, menurut Unicef dan Puskapa, Indonesia pada peringkat 10 negara dengan tingkat perkawinan anak tertinggi di dunia.
Keluarga Sakinah
Dengan menerapkan pendidikan pranikah yang berlandaskan cinta kasih, menghormati hak-hak anak dan perempuan, memajukan tanggung jawab, peran keluarga dalam pembangunan sosial dan kehidupan kebangsaan yang religius serta menghormati keberagaman, diharapkan tercipta keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah serta peduli terhadap berbagai masalah kehidupan sosial dan kebangsaan, tandas Hj Nawal Arafah.
Pendidikan pranikah harus diberikan tidak hanya kepada pasangan calon pengantin saja, tetapi juga remaja yang sudah memasuki usia 17 – 18 tahun. Dilakukan di lingkungan pendidikan seperti di SMA /MA /SMK, pondok pesantren dan di desa-desa bekerjasama dengan Pemerintah Desa.
Ditambahkan, remaja yang telah masuk usia nikah dan pasangan calon pengantin harus dibekali 10 pengetahuan penting yaitu pengetahuan tentang; (1) peraturan perundang-undangan terkait seperti UU tentang Perkawinan, UU tentang PKDRT , UU tentang Perlindungan Anak; (2) pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksual; (3) relasi dan pembagian peran /tanggung jawab yang adil antara suami dan istri; (4) pengasuhan yang menghormati hak-hak anak; (5) disiplin positif terhadap anak; (6) wawasan kebangsaan dan tantangan keluarga di era teknologi /modern; (7) pendidikan agama dalam keluarga; (8) tanggungjawab dan peran keluarga dalam pembagunan; (9) komunikasi dan manajemen konflik dalam rumah tangga; serta (10) manajemen keuangan rumah tangga.
Webinar menghadirkan nara sumber Evi Widowati, SKM, M Kes,C FH, CPS,CMMI dari UNNES membahas tentang Kesehatan dan Psikologis Anak VS Perkawinan Anak; H Agus Suryo Suripto, S Ag.MH dari Kanwil Depag Jateng tentang Pendidikan Agama untuk Mewujudkan Perkawinan Bahagia dan Sejahtera ; Dr Naili Farida dari Undip tentang Upaya Perencanaan dan Pengelolaan Keuangan Keluarga yang tepat untuk Mewujudkan Keluarga Sejahtera.
Humaini-trs