blank
Inilah pohon jati alam  dalam kondisi ambruk di hutan lindung negara petak 1092B, RPH Temengeng, KPH Cepu, Blora, Jateng. Foto : SB/Ist

BLORA (SUARABARU.ID) – Perhutani memastikan tidak akan menjual atau melepas pohon jati (alam), satu dari ratusan tegakan (Pohon) jati alam yang kini dalam kondisi ambruk diterjang angin di hutan lindung kompleks Gubug Payung, Blora, Jawa Tengah.

“Pohon jati yang roboh pada Mei 2020 itu masuk kelompok jati alam, ukurannya termasuk raksasa, dan tidak akan dijual,” terang Administratur Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (Adm KKPH) Cepu, Mustopo, Minggu (13/11/2020).

Saat ini, lanjut Mustopo, jati itu terjaga aman di kawasan hutan lindung petak 1092B, Resor Polisi Hutan (RPH) Temengeng, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pasar Sore, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu

Robohnya pohon jati alam berdiameter keliling 508 Cm tersebut, lanjut Administratur KPH Cepu, adalah jati alam langka diperkirakan berumur diatas 250 tahun, dan bisa laku sekitar Rp 2 miliar.

“Jati itu diyakini para sesepuh warga desa sekitar wingit atau angker, kini dalam kondisi aman dan dijaga bersama warga di tiga desa terdekat,” kata Mustopo.

blank
Acara media gathering Adm KPH Blora, Widodo (paling kiri), Adm KPH Mantingan,Widodo (dua dari kiri), Adm KPH Cepu, Mustopo dan Ketua PWI Kabupaten Blora, Wahono (Kanan) di Sekretariat PWI setempat, baru-baru ini. Foto : SB/Ist.

Menurut Mustopo, progres ke depan pihaknya akan mengembangkan wisata kuliner semacam kampung jati seluas sekitar empat hektar di kawasan hutan negara buk brosot, dengan mempertahankan tegakan jati tetap hidup dan berdiri di dalamnya.

Ikon Blora

Di lokasi itulah, lanjut Mustopo, rencananya akan ditempatkan jati alam yang roboh itu sebagai ikon Blora, yakni sebuah tetenger (penanda) bahwa kabupaten paling timur di Provinsi Jateng itu indentik dengan daerah penghasil kayu jati.

“Kami menunggu izin atasan atau Perhutani Divisi Regional (Divre) Jawa Tengah, ya itu tadi untuk membuat wisata baru di sekitar buk brosot pinggir jalan nasional Blora-Cepu,” kata Administratur KKPH Cepu.

Di area wisata sekaligus berfungsi rest area itu, nantinya akan dimanfaatkan oleh warga di tiga desa, Desa Temengeng, Desa Sambong dan Desa Sambongrejo, Kecamatan Jiken dan Kecamatan Sambong sebagai tempat usaha baru.

“Di area wisata itu akan tetap berdiri sekitar 300 pohon jati usia diatas 60 tahun, untuk lokasi kuliner, jajanan khas Blora dan sejenisnya,” kata Mustopo.

Tanaman pohon jati merupakan tanaman dengan pohon yang besar, tinggi dan berkualitas, karena daya tahan dan stabilitasnya. Pohon jati dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 30 sampai 45 meter dan diameter sekitar 200 cm (2 meter) lebih. Dalam bahasa Inggris, pohon jati dikenal oleh dunia dengan sebutan teak, diambil dari kata thekku dalam bahasa Malayalam.

blank
Administratur KKPH Cepu, Mustopo, berdiri di jati alam raksasa yang roboh antaran tanahnya terkikis air sungai pada Mei 2020 2020. Foto : SB/Ist

Bahasa tersebut merupakan bahasa dari negara bagian Kerala di India Selatan. Jati termasuk kedalam keluarga lemiceae atau anggota tumbuhan berbunga dengan nama ilmiahnya yaitu Tectona grandis.L.F.

Pohon jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan berkisar antara 1500–2000 mm/tahun, dengan suhu antara 27–36 derajat celcius baik di dataran rendah atau pun di dataran tinggi.

Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman jati, yaitu dengan tanah dengan pH antara 4,5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air.

Karena tanaman jati tidak tahan genangan air dan akan menyebabkan akar menjadi busuk. Tumbuhan yang satu ini cocok dengan hutan yang beriklim tropis, seperti alam (tanah) Blora.

Pohon jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30–60  cm ketika dewasa. Bahkan sekitar 13 tahun lalu, satu pohon jati yang mati terkena sambaran petir, dan laku dijual senilai satu miliar rupiah yang dibeli pengusaha Ngawi, Jatim.

Wahono-trs