KUDUS (SUARABARU.ID) – Pengamat Ekonomi Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara, Dr Samsul Arifin mengatakan sudah semestinya RUU Cipta Kerja disahkan. Karena jika terlambat, sudah jelas investasi yang berpotensi datang ke Indonesia akan diambil oleh negara-negara lain.
“Semua butuh kemudahan, simpel, tidak berbelit-belit. Benar-benar one stop service. Ya di-sahkan saja RUU Cipta kerja agar segera dieskekusi,” ungkap Samsul Arifin dalam webinar nasional bertajuk ‘Solusi Bangkitkan Ekonomi di Pantura Pasca Pandemi’, Selasa (1/9).
Menurutnya, RUU Cipta Kerja diproyeksikan memberikan angin segar kemudahan untuk berinvestasi sehingga Indonesia bisa berlomba-lomba dengan negara lain yang juga giat mengincar pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi.
Sementara, permasalahan investasi selama ini adalah tumpang tindihnya regulasi yang berakibat sulitnya investasi masuk. Melalui RUU Cipta Kerja akan membuat iklim investasi membaik, mengingat investasi ekonomi Indonesia itu besar di mata dunia.
“Indonesia itu terlalu banyak peraturan. Tumpang tindih ribuan peraturan pusat, misalnya peratutan menteri dan daerah. Tapi repot kalau tidak simpelkan. Proses struktur di RUU Cipta Kerja sudah disimpelkan. Baik itu investasi, UMKM, pengusaha, tenaga kerja, kawasan dan sebagainya,” ujar Samsul.
Maka jika sudah ada jaminan tata kelola regulasi untuk investasi melalui RUU Cipta Kerja lanjut dia, Indonesia sudah siap bersaing dengan negara maju lainnya. Jika sudah digedok, dia berharap bagian di bawah atau daerah harus bisa memahami aturan yang sudah dibuat tidak berbelit-belit itu.
“Kita harus tahu, perubahan ekonomi global memerlukan respon yang cepat dan tepat. Tapa reformasi struktural pertumbuhan ekonomi akan melambat. Dengan RUU Cipta Kerja diharapkan terjadi perubahan struktur ekonomi untuk mendorong pertumbuhan 5,7 – 6 persen,” jelasnya.
Samsul melihat ada empat permasalahan nyata yang bisa terjadi apabila RUU Cipta Kerja tidak disahkan. Keempat hal tersebut banyak berkaitan dengan permasalahan ketenagakerjaan dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
“Jika RUU Cipta Kerja ini tidak segera diberlakukan, ada empat permasalahan nyata yang bisa terjadi. Investor bisa lari ke negara lain, daya saing pekerja tetap rendah, pengangguran bisa meningkat serta Indonesia akan terus terjebak dalam middle income trap,” katanya.
Menurutnya, ada tujuan besar yang perlu dicapai Indonesia pada tahun 2045 dan ini harus dilakukan dengan langkah-langkah kecil yang strategis. Regulasi dan perizinan harus diharmonisasi dan disimplifikasi. Investasi yang berkualitas juga harus diciptakan beriringan dengan penciptaan lapangan kerja berkualitas dan kesejahteraan pekerja yang berkelanjutan.
“Ini harus dicapai pada tahun 2024. Kalau regulasi yang ada tidak simpel dan tidak mendukung pengembangan dunia usaha, ini tentunya akan berdampak pada pengembangan ekonomi ke depannya,” tandas Samsul.
Samsul mengapresiasi upaya pemerintah dan DPR yang nampaknya akan mengakomodir masukkan dari elemen-elemen seperti serikat pekerja dan pengusaha. Namun demikian, diharapkan proses ini bisa segera berakhir hingga efeknya bisa segera terasa setelah pandemi Covid-19 berakhir.
Hilangkan Regulasi Penghambat Investasi
Sementara Ekonom Universitas Muria Kudus, Mamik Indriyani, menilai regulasi-regulasi yang menghambat kemajuan UMKM dan koperasi harus dihilangkan. Mamik berharap hal seperti ini bisa diakomodasi oleh RUU Cipta Kerja.
“Jika diakomodir, RUU Cipta Kerja akan bisa berdampak positif pada kepentingan UMKM dan Koperasi,” ujar Mamik dalam diskusi bertema ‘Solusi Bangkitkan Ekonomi di Pantura Pasca Pandemi,” ujarnya
Mamik menyoroti regulasi daerah yang kerap kali menjadi penghambat bagi UMKM dan Koperasi. Menurutnya, harus ada terobosan yang bisa menghilangkan hambatan-hambatan regulasi tersebut. “Kalau RUU Cipta Kerja ini bisa mengurangi hambatan tentunya akan membawa perubahan,” kata Mamik.
Dikatakan, di era globalisasi seperti sekarang ini, negara tidak boleh menghambat masuknya investasi. Sebab, kata Mamik, jika investasi terhambat akan berdampak besar terhadap perkembangan usaha baik kecil, menengah, sampai besar.
“Negara tidak boleh kaku, harus lentur dan adaptif menghadapi dunia kerja. Makanya harus ada penghilangan regulasi-regulasi yang menghambat,” kata Mamik.
Tm-Ab