blank
Remaja Masjid Jami’ At-Taqwa Desa Ngrawan merayakan Hari Raya Iduladha dengan menggunakan kreneng. Kreneng mampu menampung 1-2kg daging (Foto: Dwi Purwoko/wiradesa.co)

UNGARAN (SUARABARU.ID) – Satu hari ini, mari kita menghitung berapa sampah kantong plastik sekali pakai yang akan dibuang begitu saja. Cuma terpakai beberapa jam untuk membungkus daging kurban dan butuh ratusan tahun agar bisa terurai oleh alam.

Misal kita menghitung dari wilayah desa saja, jumlah masjid dikali jumlah kepala keluarga. Di masjid dusun kami membagikan 400 paket daging kurban untuk warga. Itu berarti ada minimal 400 kantong plastik yang dibutuhkan.

Coba kita naikkan ke tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi. Berapa juta kantong plastik yang akan menjadi sampah? Dan berpotensi untuk pencemaran lingkungan ketika dibuang di sembarang tempat atau dibakar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab kepada sampahnya sendiri.

Hal baik adalah baik di saat itu dan menjadi baik juga untuk masa yang akan datang. Berawal dari itu, remaja Masjid Jami’ At-Taqwa Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, yang merayakan Hari Raya Idul Adha. “Kami tidak ikut merayakan hari raya plastik. Kami menggunakan brongsong atau anyaman bambu. Ini adalah tahun kedua kami menggunakan kreneg,” ujar seorang remaja masjid.

Kreneng yang biasa digunakan untuk brongsong atau pembungkus bakal buah kelengkeng yang terbuat dari anyaman bambu dibeli dari pengrajin di wilayah Grabag Kabupaten Magelang.  Harganya Rp 500 per unit. Anyaman bambu ini biasa digunakan untuk melindungi buah kelengkeng agar tidak diserang oleh hama. Untuk penggunaannya sebagai wadah daging kurban, brongsong mampu menampung 1-2 kg daging, dengan harga yang sangat terjangkau setara dengan harga plastik. Brongsong pastinya lebih ramah lingkungan.

Proses peralihan plastik sekali pakai ke brongsong ini juga cukup sulit. Ketika disampaikan waktu rapat panitia banyak yang menolak, alasannya ribet dan memakan banyak waktu. Beruntungnya di tempat kami remaja masjid diberikan keleluasaan.

Kami tidak izin dulu saat membeli brongsong, teman-teman remaja beli menggunakan uang kas, dan saat hari pelaksanaan kami sudah menyiapkan brongsong berserta daun pisang sebagai alasnya. Dengan begitu alasan ribet dan memakan waktu bisa dikendalikan oleh kami para pemuda. Selama ini strategi itu sangat berhasil.

Pada saatnya, telah tersalurkan 400 brongsong daging kurban. Akhirnya panitia kurban menggunakan wadah yang ramah lingkungan untuk kehidupan yang berkelanjutan.

Dwi Purwoko – siberindo.co