JEPARA (SUARABARU.ID) – Sejarah panjang SMP Negeri 6 Jepara yang didirikan tahun 1929 dengan nama Openbare Ambachsshool atau sekolah pertukangan dengan jurusan seni ukir, menjadi pertimbangan utama gagasan menjadikan sekolah yang terletak di Jln. Kartini Jepara ini sebagai museum hidup atau living museum.
Gagasan tersebut mengemuka saat berlangsung diskusi antara Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dengan Yayasan Pelestari Seni Ukir Jepara (Peluk Jepara) Sabtu (15/3-2025). “Saat ini konsep museum tidak harus dalam bentuk bangunan megah, tetapi yang utama adalah dapat memberikan pandangan autentik tentang masa lalu seni ukir dan hebatnya sekolah ini memiliki nilai hiatoris tentang perjalanan seni ukir Jepara,” terang Lestari Moerdijat

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Jepara Ali Hidayat yang juga pembina yayasan Peluk Jepara menyebut, gagasan untuk menjadikan sekolah ini menjadi living museum juga selaras dengan program unggulan Bupati Jepara Witiarso Utomo yang ingin membangkitkan kembali seni ukir Jepara. “Juga sesuai dengan kebijakan efesiensi anggaran. Sebab dengan konsep living museum tidak diperlukan dana besar,” tambah Ali Hidayat
Penegasan tersebut disampaikan saat melakukan pertemuan dengan pengurus Yayasan Peluk Jepara, Kadisparbud Jepara dan Kepala SMPN 6 Jepara Darono Ardi Widodo usai meninjau museum Sasana Adhi Praceko, Senin (17/3-2025). Pertemuan yang berlangsung di ruang kepala sekolah ini membahas penyusunan konsep living museum dan Lembaga Pelatihan dan Kursus (LPK) Seni Ukir yang akan didirikan dalam waktu dekat. Sebab saat ini Jepara telah berdiri 43 LPK tetapi tidak ada yang bergerak di bidang seni ukir

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Disparbud Jepara, Muh Deko Udyyono. ”Untuk meningkatkan kecintaan anak-anak muda kedepannya akan banyak dilakukan lomba dan pameran ukir. Gagasan untuk mendirikan living museum juga merupakan ikhtiar untuk menumbuhkan kecintaan anak dan masyarakat pada seni ukir,” ungkap Eko Udyyono.
Karena itu dalam waktu dekat menurut Kadisparbud Jepara akan dilakukan inventarisasi dan registrasi koleksi yang ada di Sasana Adhi Praceka dan koleksi lain yang ada di SMPN 6 Jepara. Salah satunya adalah ukiran yang ada di ruang kepala sekolah yang memiliki nilai historis sebab dibuat sekitar tahun 1952 saat sekolah ini berubah menjadi Sekolah Teknik Negeri Jepara. “Juga penyusunan proposal awal,” ujar Eko

Menurut Ketua Umum Yayasan Peluk Jepara, gagasan untuk menjadikan SMPN 6 Jepara sebagai living museum diharapkan dapat menciptakan kembali latar belakang sejarah untuk mensimulasikan prkeembangan seni ukir pada periode 1929 – 1960. Bahkan tidak menutup kemungkinan terintegrasi dengan SMKN 2 Jepara yang semula bernama Sekolah Teknik Menengah dengan jurusan Dekorasi Ukir.
Dengan demikian menurut Hadi, kehadiran living museum ini dapat memberikan pengunjung interpretasi sejarah seni ukir Jepara pada masa masa lalu. “ Apalagi sejak tahun 1929, di telah diajarkan motif-motif seni ukir Nusantara,’ ujarnya

Apalagi di sekolah ini terdapat ratusan karya siswa mulai tahun 1929 hingga tahun 1952 yang tersimpan di ruang Sasana Adhi Praceko. Juga ada tempat bendera pusaka yang konon dipesan oleh Presiden Soekarno saat berkunjung ke sekolah tersebut tahun 1955.
Tempat bendera ini bentuknya seperti mangkuk besar dengan diameter 70 cm. Pada tutup mangkok terdapat ukiran simbul sila-sila dalam Pancasila mulai bintang, rantai, kepala banteng, beringin dan padi kapas. Sedangan pada bagian bawah ada lima ekor burung garuda.
Disamping itu juga ada patung bola dunia yang di panggul oleh seorang laki-laki yang kakinya menginjak ular raksasa. Juga ada burung garuda yang menjadi lambang Pancasila
Hadi juga menjelaskan manfaat living museum diantaranya untuk membantu pelestarian, pengelolaan, dan pengembangan tinggalan budaya serta memberikan gambaran nyata tentang seni ukir pada masa lampau. “Dengan demikian dapat membantu pengunjung memahami sejarah melalui interaksi dengan objek sekaligus merekonstruksi peristiwa masa lampau serta membantu pengunjung memahami nilai-nilai kearifan lokal,” pungkasnya.
Hadepe