blank
Gambar peta Jepara kuno

Oleh: Hisyam Zamroni

Jepara adalah salah satu wilayah maritim yang fenomenal. Jepara dikenal oleh para pelancong atau pedagang dunia kira kira tahun 33 SM. Pada tahun 322 SM Pelancong dari Kota Mourya Ashoka India; yaitu Ajisaka mendarat di Jepara  dan memberi Nama Gunung Mourya yang bermula bernama Gunung Mahameru. Jepara menjadi tempat berlabuh kapal Ajisaka atas dasar dan petunjuk adanya Gunung Mahameru yang tertinggi di Pulau Jawa. Setelah Ajisaka mendarat di Jepara, dia merubah nama Gunung Mahameru menjadi Mourya yaitu Ibu Kota Kerajaan Ashoka yang jadikan hadiah yang dipersembahkan  kepada Raja Ashoka India. (C.W. Leadbeater; 1979)

blank
Lukisan Pate Unus

Perjalanan waktu yang terus membentang, saat Jepara di pimpin oleh Ratu Shima dengan Kerajaan Ho -ling atau Kalingga, Jepara menjadi tempat transit dan lintasan perdagangan dari manca negara bahkan tercatat sampai ke daratan China, Timur Tengah, Eropa dan India.

Sampai pada masa Pate Unus, Ratu Kalinyamat dan kekuasaan Mataram Islam, Jepara menjadi area lintas perdagangan yang besar dan ramai sampai ahirnya sekitar tahun 1770 M Penjajah Belanda memindah Bandar Pelabuhan Jepara ke Semarang.

Setelah Bandar Pelabuhan Jepara dipindah oleh Penjajah Belanda ke Semarang, Jepara menerima sebuah kenyataan menjadi wilayah yang “terisolir” walaupun masih tetap memiliki produk produk yang diminati oleh manca negara seperti kerajinan ukir, kain tenun troso dan lain lain.

blank
Gambar peta Jepara kuno

Dari kondisi diatas, muncul ide brelian  Bupati baru Jepara Mas Wiwit yang ingin membuka “ingatan  sejarah” kebesaran Bandar Pelabuhan Jepara yang menjadi transit dan “jalan sutra” perdagangan dunia.

Bandar  Jepara; Jalur Sutra Perdagangan Dunia

Berawal dari catatan Fa Hien (412), seorang Pelancong dari China mencatat tentang kedatangan Pelancong dan Pedagang dari  bangsa Arya tahun 322 SM yaitu Ajisaka  ke Nusantara melalui Bandar Pelabuhan Jepara yang melihat Gunung tertinggi dan terbesar di Jawa yaitu Gunung  Mahameru yang kemudian dia mengubah namanya menjadi Gunung Mourya. Berdasarkan catatan China bahwa Gunung Mourya adalah gunung yang aktif dimana semburannya hingga ke wilayah Grobogan, — sekarang disebut bledug kuwu, — yang semburan itu demikian tingginya sehingga para pelaut dapat melihatnya. (C.W. Leadbester; 1979 & Rashad Herman; 2012)

Para Pelancong dan Pedagang China pun mencatat bahwa Jepara pada abad ke 5 M telah memiliki Kerajaan yang besar dan maju dalam perdagangan  dengan Bandar Pelabuhan yang besar yaitu Kerajaan Holing atau Kalingga yang dipimpin oleh Ratu Shima. (Hamka; 2016)

blank
Gambar peta Jepara kuno

Ratu Shima membuka jalur perdagangan maritim yang sangat luas yaitu lintas negara dan bangsa; baik ke China, India, Afrika bahkan Timur Tengah melalui Bandar Pelabuhan yang Besar dan Kuat.

Pada tahun 1368 M, masa Dinasti Ming, China mengirimkan para pekerja profesional/ahli ke Nusantara melalui Bandar Bandar Pelabuhan Besar seperti; Sambas, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Lasem, Tuban, Gersik, Surabaya dan Jepara. Khusus bagi mereka orang orang China yang ahli Membuat Kapal Layar (Jung),  Pertukangan dan Mengukir diturunkan di Jepara. Dari sini kita tahu bahwa sejarah Ukir di Jepara adalah berasal dari China yang merupakan  para ahli pertukangan dan ukir yang di kirim oleh Dinasti Ming tahun 1368 M. (Rashad Herman; 2012)

Pada tahun 1500-an M. Pelancong Eropa seperti halnya Tome Pires mencatat bahwa ada dua (2) Kerajaan di wilyah Jepara yaitu Kerajaan Tidunan yang dipimpin oleh Pate Orob dan  Kerajaan Jepara yang di pimpin oleh Pate Unus yang memiliki Bandar  Besar untuk transit dan perdagangan antar negara.

Dalam catatan Tome Pires Pate Unus adalah Saudara Ipar Pate Rodim Raja Kerajaan Demak.  Bahkan Kerajaan Demak pun, — karena posisi kerajaan dipedalaman, — jika akan meng-ekspor hasil buminya seperti beras, rempah rempah, dan lain lain ke manca negara harus meminta izin  kepada Kerajaan Jepara melalui Bandar Pelabuhan Jepara. Jadi, Demak dan Jepara pada masa itu adalah dua Kerajaan besar yang sejajar, dan Demak tidak memiliki Bandar Pelabuhan yang Besar.

blank

Pate Unus tercatat juga memiliki visi perdagangan yang maju dengan menjalin kerjasama perdagangan dengan Kerajaan dan Negara lain seperti kerjasama dengan Aceh, Sumatera,  Palembang, Kalimantan, Malaka, Gujarat, Timur Tengah, China dan lain lain. Olehnya, Saat Portugis Menguasai Malaka,  yang dianggap akan mengganggu perdagangan Nusantara, maka Pate Unus menyerang Portugis di Malaka sebanyak dua (2) kali yaitu tahun 1513 M dan 1521M. (Tome Pires; 2018)

Pada fase berikutnya, Jepara memiliki Pemimpin Perempuan yang sangat kaya, cerdas dan kuat yaitu Ratu Kalinyamat. Diago de Couto, — pelancong portugis, — mencatat, Kerajaan Jepara dipimpin oleh Ratu Kalinyamat yang  memiliki kekayaan, kekuatan dan Bandar Pelabuhan yang besar. Jepara menjadi salah satu icon dan pintu gerbang  perdagangan yang sangat luas dari Aceh, Sumatera, Jawa, Malaka dan wilayah timur Hitu bahkan sampai manca negara.

Perdagangan Kerajaan Jepara tidak hanya pada penjualan beras, rempah rempah tapi juga merambah pada produk produk kerajinan seperti ukiran, gerabah, keramik dan lain lain, sehingga Jepara menjadi sentra perdagangan dunia yang diperhitungkan,  yang tidak hanya dari dalam negeri tapi juga dari luar negeri.

Olehnya, kepentingan,  alasan yang substansial dan ide cemerlang dan cerdas  Ratu Kalinyamat menyerang Portugis di Malaka adalah menyelamatkan Jalur Sutra Perdagangan Nusantara dari Para Penjajah Eropa yang ingin menguasai Jalur Perdagangan Nusantara. Oleh Couto, Ratu Kalinyamat disebut; Rainha de Jepara, Senhora Paderosa e Rica ( Ratu Jepara, Seorang Wanita yang Kaya dan Berkuasa). Dari sana, yang sebenarnya mengapa Ratu Kalinyamat Layak dinobatkan menjadi Pahlawan Nasional. (Couto; 1558)

Penjajah Belanda, —  pada tahun 1780 M, –‘ memiliki andil besar dalam kemunduran Jepara yaitu memindahkan   Bandar Pelabuhan Jepara ke Semarang. Setelah Penjajah Belanda memindah Bandar Pelabuhan Jepara ke Semarang, Jepara tidak lagi menjadi icon perdagangan dunia secara mandiri, sehingga Jepara menjadi kota yang “terpinggirkan dan terisolir”, walaupun produk produk hasil kerajinan Jepara terlebih Meubel Ukiran masih mendunia. ( M.C. Ricklefs; 2008)

Menyambut Gagasan Bupati Jepara Mas Wiwit; Menghidupkan Kembali Bandar Pelabuhan Jepara

Dari keterangan diatas, jika mengikuti pendapat Mc. Luhan tentang Global Village, maka  Secara Historis, Jepara merupakan Kota yang Mengglobal. Keglobalan Jepara memiliki akar sejarah yang kuat melalui monumen besar yaitu kepemilikan  Bandar Pelabuhan Jepara  yang mendunia.

Gagasan Bupati Jepara Mas Wiwit tentang menghidupkan dan  membangun kembali Bandar Pelabuhan Jepara harus didukung bersama sebagai upaya meneruskan dan membuka  jalur perdagangan Jepara untuk menembus kembali Jalur Sutra Perdagangan yang pernah ada di Jepara. Pertanyaanya adalah; Mungkin kah ini dilakukan? Jawabannya adalah sangat mungkin.

Di era dunia yang sudah “terlipat dan melipat” ini, Jepara membutuhkan terobosan baru untuk dapat memudahkan dalam alur dan proses perdagangan yang mandiri dan kompetitif untuk menembus pasar Dunia. Terlebih, Posisi Strategis Lautan  Jepara  yang menjadi lalu lintas kapal kapal besar akan menjadi modal dasar menghidupkan dan membangun kembali Bandar Pelabuhan Jepara.

Bentang Jalur perdagangan Aceh, Sumatera, Bangka Belitung, Kalimantan, Sulawesi, Surabaya, Bawean, Bali  bahkan jalur perdagangan ke luar negeri melalui Jepara akan menjadi sangat strategis, bahkan apabila Bandar Pelabuhan Jepara sudah dibangun, boleh jadi akan mengancam keberadaan Bandar Pelabuhan Semarang yang sekarang ini sangat rentan dengan  “banjir rob”  dari laut. Terlebih jika jalan Tol Semarang – Demak – Jepara dapat terealisasi, tidak menutup kemungkinan perdagangan ekspor – impor Jawa Tengah akan beralih ke Bandar Pelabuhan Jepara dengan alasan adanya jaminan keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pengiriman dan penerimaan barang barang yang akan di ekspor maupun di impor ke dan dari luar negeri.

Setidaknya Jepara memiliki modal dasar yang kuat baik historis maupun  sarana prasarana  lahan tanah yang luas dan  memadai untuk menghidupkan dan membangun kembali Bandar Pelabuhan Jepara. Hanya tinggal satu kata dan keyakinan  untuk merealisasikannya yaitu;  BERGERAK BERSAMA, KITA BISA.

Penulis adalah Wakil Ketua PCNU Jepara