Ikatan Siswa Abituren (IKSAB) Madrasah TBS Kudus.

JEPARA (SUARABARU.ID)- Puluhan santri yang tergabung dalam Ikatan Santri (IKSAB) Madrasah TBS Kudus berkumpul di Pendopo Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Walisongo Semarang dalam diskusi bulanan yang bertemakan “Internalisasi Nilai Kejuangan Santri dalam Peta Gerakan Politik di Indonesia”.

Diskusi ini menghadirkan Dr. Muh Khamdan, seorang widyaiswara Kementerian Hukum, yang mengajak para santri untuk memahami peran strategis mereka dalam lanskap politik nasional.

Dalam pemaparannya, Dr. Muh Khamdan menegaskan bahwa kedatangan Islam ke Indonesia bukanlah suatu proses tunggal, melainkan melalui berbagai jalur yang melibatkan beragam mazhab dan tradisi keislaman.

Lebih lanjut, pria kelahiran Nalumsari Jepara ini menjelaskan bahwa ada pengaruh dari Gujarat, India, yang mayoritas bermazhab Sunni Hanafi, ada yang berasal dari Palestina dengan corak Sunni Syafi’i, serta dari Persia beraliran Syiah yang terlihat dalam tradisi Tabot dan penghormatan terhadap Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah. Selain itu, terdapat pula jejak Islam dari China yang memberi warna khas dalam perkembangan Islam di wilayah seperti Gunung Djati, Kudus, Muria, hingga Tuban.

“Keanekaragaman asal Islam di Indonesia membuktikan bahwa genealogi Islam Nusantara adalah hasil kemajemukan dan kreativitas dalam meramu nilai-nilai keislaman yang damai. Proses akulturasi dan akomodasi telah membentuk karakter Islam yang khas, sebagaimana yang kita warisi hingga saat ini,” ujarnya di hadapan para peserta.

Dalam diskusi yang berlangsung dinamis tersebut, Khamdan juga menyoroti pergulatan santri dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari kontestasi politik, relasi budaya, hingga ekspresi identitas dan ideologi keagamaan.

Ia mengingatkan bahwa santri memiliki peran besar dalam membangun negeri, sebagaimana telah dicontohkan oleh para pendiri Nahdlatul Ulama yang mengedepankan keseimbangan antara intelektualisme, spiritualitas, dan ekonomi.

Sebagai santri yang pernah ditempa dalam tradisi keislaman Kudus, Khamdan menekankan pentingnya menjunjung tinggi falsafah Gusjigang, yaitu konsep yang mengajarkan bahwa santri harus bagus dalam intelektual dan akademik, pinter ngaji dalam memahami warisan kebudayaan salafiyah, serta pandai dagang dalam mengelola kehidupan ekonomi.

Menurutnya, konsep ini selaras dengan tiga komponen utama pembentuk NU, yaitu Nahdlatut Tujjar (kebangkitan pedagang), Taswirul Afkar (transformasi pemikiran), dan Nahdlatul Wathan (kebangkitan bangsa).

“Gusjigang bukan hanya falsafah, tetapi jalan hidup yang membentuk karakter santri untuk mampu beradaptasi dan berkontribusi dalam berbagai bidang, termasuk dalam politik. Dengan memahami sejarah dan nilai-nilai kejuangan santri, kita bisa berperan aktif dalam politik kebangsaan tanpa kehilangan identitas sebagai santri,” tegasnya.

Diskusi yang berlangsung sejak pukul 15.30 hingga 18.00 WIB ini ditutup dengan sesi tanya jawab yang interaktif. Para peserta yang sebagian besar merupakan santri dan alumni Madrasah TBS Kudus tampak antusias mendiskusikan berbagai tantangan dan peluang santri dalam dunia politik saat ini. Mereka menyadari bahwa internalisasi nilai kejuangan santri harus terus diperkuat agar tetap relevan dalam dinamika politik nasional.

Melalui kegiatan ini, IKSAB kembali meneguhkan komitmennya dalam mencetak kader-kader santri yang siap berperan aktif dalam pembangunan bangsa. Nilai-nilai kejuangan yang diwarisi dari para ulama dan pendahulu harus tetap menjadi pegangan dalam menghadapi tantangan zaman, termasuk dalam peta gerakan politik di Indonesia.

ua