SALATIGA (SUARABARU.ID) – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (Fiskom) Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga mengadakan seminar dengan topik feminisme Indonesia, Rabu 19 Februari 2025.
Seminar menghadirkan Dr Dewi Candraningrum, seorang seniman dan aktivis perjuangan dan Ita Fatia Nadia, Pendiri RUAS dan Sejarah hidup terhadap perjuangan perempuan di era Post-Colonial.
Sesi pertama dimulai dengan tajuk “Sejarah Internasionalisme Femainis Indonesia”.
Ita mengungkapkan bahwa sejarah yang tertulis kepada perempuan tidak pernah ditemukan di Indonesia. “Sejarah perjuangan hak perempuan, sedikit sekali arsipnya di negara ini. Bahkan saya menemukan memorial ini di luar negeri,” ujar Ita.
Pengalaman dan perjalanan sejarah memenuhi ruang diskusi kali ini. Post-Kolonialisme menjadi titik tumpu utama dalam pembahasan Ita. Ruang sejarah memenuhi waktu selama 45 menit berjalannya seminar. Orde baru juga menjadi singgung kelam dalam pengalaman pribadi beliau dalam bincang nya.
Kemudian sesi dua dilanjutkan dengan Dewi Candraningrumdengan topik yang lebih mendalam dan relevan dengan keadaan sekarang. Di menunjuk feminisme pada studi kasus Gunung Kendeng, dengan perempuan yang menjadi sebagai ketuanya.
“Hak mereka untuk bisa hidup sehat dikarenakan tambang yang meracuni perairan mereka, membuat mereka harus menderita berbagai penyakit,” kata Dewi.
Pendekatan yang dilakukan oleh Dewi begitu membekas dan meninggalkan jejak pemikiran terhadap gunung kendeng yang sampai sekarang masih berseteru.

“Ketika saya berada di sana, perjuangan kaum wanita terasa begitu indah. Mungkin leluhur juga ikut merasakan perjuangan yang sama ketika mereka berada di posisi yang sama kala itu,” kata dia.
Dalam perjalanan Feminisme di Indonesia, begitu panjang dan banyak yang tidak terlihat secara gamblang dalam sejarahnya. Pergerakan wanita berjibaku dengan anti-kolonialisme dan imperialisme seakan bergerak dalam bayangan. Permukaan yang diketahui awam menjadi “wajah” dalam sejarahnya.
Sementara itu, kontribusi perempuan ternyata bergerak dengan masif. Inilah yang menjadi kontekstual dalam seminar, yang dikepalai oleh program studi Hubungan Internasional hari ini.
Seminar ini pun ditutup dengan kedua pembicara memberikan rekomendasi buku untuk dibaca. Berbagai macam rekomendasi diberikan kepada peserta sebagai perbendaharaan literatur. Dengan begitu, diharapkan setiap peserta tidak hanya mendengar, tetapi juga menerapkan apa yang didengarkan dengan frontal.
Vederico Magas