blank
Padi biosalin menjadi salah satu warisan kepemimpinan Mbak Ita bagi Kota Semarang. Foto : dok. humas

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Pemerintah Kota Semarang di bawah kepemimpinan Wali Kota Hevearita Gunaryanti Rahayu yang akrab disapa Mbak Ita, terus berinovasi dalam membangun ketahanan pangan berbasis kearifan lokal dan keberlanjutan lingkungan.

Salah satu inisiatif unggulannya adalah revitalisasi lahan tidur terdampak rob melalui penerapan teknologi padi biosalin, yang telah menghidupkan kembali 20 hektare lahan pertanian di pesisir Kecamatan Tugu.

Padi biosalin merupakan varietas unggul yang mampu tumbuh di lahan dengan kadar garam tinggi akibat intrusi air laut. Keberhasilan program ini menegaskan komitmen Semarang dalam membangun sistem pertanian yang tidak hanya produktif dan berdaya saing, tetapi juga berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Keberhasilan program ini tidak terlepas dari sinergi multipihak, termasuk BRIN, Universitas Diponegoro (Undip), kelompok tani lokal, dan industri terkait.

Panen Meningkat 50 Persen

Salah satu petani di Kelurahan Mangunharjo, Bahrun (50), Ketua Kelompok Tani Sumber Rejeki, mengungkapkan bahwa padi biosalin telah mengubah kehidupan petani yang sebelumnya terdampak rob.

“Dulu sawah kami tidak bisa ditanami karena air asin. Dengan adanya padi biosalin, panen kami meningkat hingga 50 persen. Kami berharap program ini bisa diperluas ke daerah lain yang menghadapi masalah serupa,” ujar Bahrun.

Lokasi utama implementasi program ini berada di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, yang kini menjadi model pertanian berkelanjutan bagi daerah pesisir lainnya seperti Mangkang Kulon dan Mangkang Wetan.

Program padi biosalin pertama kali diuji coba pada Juli 2024 di area seluas 2.800 meter persegi. Keberhasilannya mendorong ekspansi hingga 20 hektare pada musim tanam Desember 2024 – April 2025.

Inovasi ini bahkan mendapat apresiasi dari Mantan Presiden RI Joko Widodo, yang secara langsung meninjau implementasi program pada 18 Januari 2025.

Berikut keunggulan utama padi biosalin yang menjadikannya solusi berkelanjutan bagi pertanian pesisir:

Tahan air payau dan rob, mampu tumbuh di lahan yang terpapar air asin, menjadikannya solusi ideal bagi pertanian di pesisir.

Hasil panen lebih tinggi, produktivitas mencapai 5–6 ton per hektare, lebih tinggi dibanding varietas padi konvensional.

Ramah lingkungan, lebih tahan terhadap hawar daun bakteri dan kresek hingga 90%, mengurangi ketergantungan petani pada pestisida.

Berbasis kearifan lokal, sistem pengelolaan air dilakukan secara gotong royong, dengan mekanisme buka-tutup pintu air untuk menjaga keseimbangan ekosistem sawah pesisir.

Menjelang pergantian kepemimpinan di Kota Semarang, masyarakat berharap program ini terus berlanjut dan diperluas ke wilayah pesisir lainnya.

Keberhasilan padi biosalin bukan hanya masalah solusi pertanian, tetapi juga simbol ketahanan, inovasi, dan gotong royong dalam menghadapi perubahan iklim.

Dengan komitmen kuat terhadap pertanian berkelanjutan, Kota Semarang tidak hanya bertransformasi menjadi kota metropolitan yang maju, tetapi juga model inovasi pertanian pesisir yang dapat diterapkan di berbagai daerah di Indonesia.

Hery Priyono