blank
Anggota Komisi XIII DPR-RI Drs H Hamid Noor Yasin MM.(Dok.Ist)
JAKARTA (SUARABARU.ID) – Pemagaran laut, sebagaimana yang terjadi di Tangerang, Provinsi Banten, menjadi ancaman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) bagi masyarakat pesisir di Nusantara.

Demikian ditegaskan Anggota Komisi XIII DPR-RI Drs H Hamid Noor Yasin MM. Legislator dari Daerah Pemilihan IV Jateng (Wonogiri, Karanganyar, Sragen) ini, menyatakan, pembangunan pagar laut di pesisir Tangerang telah menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. Baik dari masyarakat pesisir, para aktivis lingkungan dan organisasi HAM. Projek pemagaran dengan bambu, telah membatasi akses masyarakat lokal ke laut, utamanya para nelayan. Pada hal, laut merupakan sumber utama penghidupan mereka, sehingga berpotensi melanggar prinsip HAM.

Dampak pemagaran laut, telah memberikan ekses negatif bagi ribuan keluarga nelayan. Yakni terhadap sumber kehidupan kaum pesisir, khususnya para nelayan tradisional. Dengan dibangunnya pagar laut, masyarakat kehilangan akses untuk menangkap ikan. Juga kehilangan upaya kesempatan untuk mengelola sumber daya alam kelautan, dan tidak dapat menjalankan kehidupan sehari-hari yang bergantung pada laut.

”Ini berdampak langsung pada hak mereka untuk bekerja dan memperoleh penghidupan yang layak, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM),” tegas Hamid Noor Yasin.

Selain itu, tambah Hamid, pembatasan akses ke laut dapat menghilangkan hak masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya alam yang menjadi milik bersama. Proyek pemagaran laut tersebut, juga dinilai melanggar hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, terkait pembangunan yang memengaruhi kehidupan mereka.

Preseden Buruk

Menurut Hamid, mestinya tidak ada pihak yang kemudian melalukan pemagaran laut. Sebab pemagaran laut tanpa konsultasi yang memadai dengan masyarakat terdampak dan tanpa menyediakan alternatif penghidupan, sama saja itu sebagai bentuk yang melanggar beberapa prinsip HAM.

Bentuk pelanggaran HAM itu, pertama, terjadi pelanggaran hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pembatasan akses ke laut, mengancam mata pencaharian nelayan tradisional. Kedua, hak atas akses ke sumber daya alam, karena laut adalah bagian dari ruang hidup masyarakat yang tidak boleh diambil tanpa mekanisme yang adil.

Ketiga, pelanggaran hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Yakni pembangunan pagar laut dilakukan tanpa konsultasi yang transparan dengan masyarakat setempat. Keempat pelanggaran prinsip non-diskriminasi. Dengan adanya pemagaran laut, menjadi bentuk pembatasan secara tidak langsung, yang itu memperburuk kerentanan kelompok masyarakat yang sudah berada dalam kondisi sosial-ekonomi sulit.

Anggota Komisi XIII DPR RI, Hamid Noor Yasin, menyatakan bahwa pembangunan pagar laut mencerminkan ketimpangan dalam proses pembangunan. “Pemerintah dan pihak terkait, harus memastikan bahwa masyarakat terdampak tidak hanya dilibatkan dalam pengambilan keputusan, tetapi juga diberikan akses yang setara terhadap sumber daya alam,” tegasnya.

Menurut Hamid Noor Yasin, pemagaran laut sebagaimana yang terjadi di Laut Tangerang tersebut, berpotensi memperburuk kemiskinan struktural yang dialami masyarakat pesisir. Terkait ini, pemerintah harus bersikap tegas, bila tidak akan menjadi preseden buruk di Tanah Air. Sebab kasus pemagaran laut sebagaimana yang terjadi di Tangerang, itu berpotensi dapat muncul di tempat lain, yakni di perairan pesisir di wilayah laut Nusantara.(Bambang Pur)