blank
Ilustrasi. Reka: wied SB.ID

Oleh : Agung Mumpuni, MI.Komblank

BELAKANGAN ini, media sosial TikTok, diramaikan oleh konten bertema “We Listen We Don’t Judge” yang mengangkat berbagai isu. Termasuk bagaimana orang tua memilihkan pakaian untuk anak mereka. Salah satu yang menarik perhatian adalah seorang ibu muda yang mengaku tidak pernah membelikan baju anaknya di pasar tradisional dan menolak memakaikan baju bergambar superhero atau karakter kartun. Pernyataannya ini mengundang tanggapan Ria Ricis, selebgram Indonesia yang mengajaknya berbelanja di pasar dan membeli baju-baju bergambar kartun serta superhero.

Fenomena ini mencerminkan diskusi lebih besar tentang bagaimana estetika orang tua memengaruhi pilihan untuk anak-anak mereka. Dalam hal ini, muncul istilah “Sad Beige Mom,” sebuah gaya parenting yang mengedepankan estetika minimalis dengan warna netral seperti beige, krem, dan abu-abu.

Tren ini kerap terlihat dalam pakaian anak-anak yang dipilih oleh orang tua yang menghindari warna mencolok atau desain dengan gambar karakter populer. Selain pada pakaian, beberapa orang tua bahkan menerapkan estetika serupa pada mainan anak dengan mengganti warna-warna cerah menjadi lebih lembut melalui metode seperti pilox.

Namun, pilihan ini memunculkan perdebatan. Apakah estetika orang tua harus menjadi prioritas utama dalam keputusan terkait pakaian dan mainan anak? Bagaimana dengan kebutuhan perkembangan anak yang erat kaitannya dengan stimulasi visual?

Warna dalam Perkembangan Anak

Tren “Sad Beige Mom” lahir dari perpaduan tren minimalisme dan pengaruh media sosial, di mana estetika visual kerap menjadi faktor penting dalam citra parenting. Namun, meski estetika ini terlihat elegan, penelitian menunjukkan bahwa warna cerah memainkan peran penting dalam perkembangan anak.

Anak-anak belajar mengenal dunia melalui eksplorasi visual, dan warna cerah seperti merah, biru, kuning, dan hijau membantu menstimulasi kemampuan kognitif serta suasana hati mereka. Sebuah studi dalam Journal of Pediatric Psychology menegaskan bahwa eksposur terhadap berbagai warna dapat mempercepat proses mengenal dan menyebutkan nama warna, sekaligus mendukung imajinasi mereka. Gambar karakter favorit pada pakaian, misalnya, dapat menjadi media yang merangsang cerita atau permainan peran yang kreatif.

Ketika kepada anak-anak hanya dikenakan pakaian berwarna netral, mereka mungkin kehilangan peluang untuk mengeksplorasi keberagaman visual. Selain itu, memaksakan estetika dewasa pada anak-anak bisa menghambat ekspresi diri mereka.

Meski estetika penting bagi sebagian orang tua, kebutuhan anak untuk berkembang dan bereksplorasi seharusnya tetap menjadi prioritas utama. Ada beberapa cara untuk menyelaraskan preferensi orang tua dengan kebutuhan anak, pertama, memberi anak pilihan. Libatkan anak dalam memilih pakaian mereka. Tanyakan warna atau desain yang mereka sukai, terutama jika mereka sudah cukup besar untuk berbicara.

Kedua, menggabungkan elemen estetika. Kombinasikan pakaian earth tone dengan aksesori atau detail berwarna cerah. Misalnya, tambahkan syal merah atau sepatu kuning pada busana bernuansa netral. Ketiga, mengedepankan fungsi. Pastikan pakaian anak nyaman, memungkinkan mereka bergerak bebas, serta mendukung eksplorasi mereka.

Refleksi dari Fenomena

Fenomena “Sad Beige Mom” menjadi cerminan bagaimana media sosial memengaruhi keputusan parenting. Estetika memang penting, tetapi dunia anak adalah dunia yang penuh warna. Warna-warna cerah dan desain yang memikat bukan hanya soal gaya, tetapi juga alat untuk mendukung proses belajar dan imajinasi mereka.

blank
Ilustrasi. Reka: wied SB.ID

Aksi Ria Ricis yang mengajak ibu muda berbelanja di pasar menjadi pengingat sederhana bahwa masa kecil adalah tentang kebebasan bereksplorasi dan kebahagiaan. Dalam memilih pakaian atau mainan untuk anak, mari kita tidak hanya mempertimbangkan estetika orang tua tetapi juga keajaiban masa kecil yang penuh warna.

Karena sejatinya, masa kecil bukan tentang gambar yang sempurna untuk Instagram, tetapi tentang tumbuh dalam kebahagiaan, kebebasan, dan dunia yang berwarna.

Agung Mumpuni, Kreator Konten, Founder Unlimited Talks Indonesia