blank
Sejumlah anggota DPRD Wonosobo mengikuti sidang paripurna pengajuan 3 Raperda di Gedung Wakil Rakyat setempat. Foto : SB/dok Humas Sekwan

WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Di awal tahun 2025, Pemkab Wonosobo mengajukan 3 Raperda untuk dibahas bersama dengan DPRD Wonosobo dalam Rapat Paripurna di Gedung Wakil Rakyat setempat.

Tiga Raperda tersebut meliputi, Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran, Rancangan Peraturan Daerah tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Selain itu, juga Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 8 Tahun 2017 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Wonosobo Tahun 2017-2032.

Bupati Wonosobo, Afif Nurhidayat mengatakan eksekutif mengajukan tiga Raperda tersebut lantaran memiliki sejumlah urgensi penting. Masalah bencana alam, sektor pertanian dan pariwisata kini tengah menjadi perhatian pemerintah dan perlu ditangani secara serius.

“Kami melihat ada hal mendesak, untuk mendukung penguatan kebijakan di tiga hal yaitu kebencanaan, pertanian keberlanjutan dan wisata. Wonosobo merupakan zona merah bencana alam. Sektor pertanian dan pariwisata jadi penyokong ekonomi daerah,” ungkapnya.

Dijelaskan, pada Raperda pertama terkait dengan Raperda kebencanaan, dilatarbelakangi oleh potensi ancaman bencana di Wonosobo begitu tinggi dan bervariasi dari aspek jenis bencana. Hampir tiap musim hujan terjadi bencana tanah longsor dan banjir.

Resiko Bencana

blank
Bupati Wonosobo, Afif Nurhidayat. Foto : SB/Muharno Zarka

“Risiko bencana alam di Wonosobo, meliputi bencana akibat faktor geologi, bencana akibat hidrometeorologi, bencana akibat faktor biologi dan kegagalan teknologi. Disamping itu, juga ada jenis bencana akibat ulah manusia, yang terkait dengan konflik antar manusia,” ujarnya.

Sedangkan untuk Raperda lahan pangan berkelanjutan, lanjut Bupati, itu menyangkut masalah pangan yang merupakan kebutuhan dasar yang menjadi prasyarat bagi keberlangsungan kehidupan manusia.

“Ketersediaan pangan dipengaruhi oleh jumlah produksi, yang dihasilkan dari proses budi daya tanaman pangan yang dilakukan. Proses budi daya tidak dapat dilepaskan dari ketersedian media tanam,” jelasnya.

Menurut Afif, lahan tanaman pangan merupakan bagian dari lahan fungsi budi daya, yang dipergunakan untuk budi daya tanaman pangan, sehingga keberadaan dan fungsinya perlu dipertahankan, untuk memastikan ketersediaan pangan bagi kehidupan manusia.

Sementara untuk rencana induk pariwisata perlu dilakukan penyesuaian. Hal itu menyadari pentingnya efek multiganda yang diberikan oleh sektor pariwisata.

“Maka koordinasi dan kolaborasi bersama dengan seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan sinkronisasi program lintas sektor, merupakan hal mutlak yang harus dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya pariwisata,” pungkasnya.

Muharno Zarka