blank
Ketua KPU Wonogiri, Satya Graha (tengah deret depan), memimpin rapat pleno rekapitulasi. Didampingi Anggota KPU Irawan Ary Wibowo dan Doni Hafidhian (kesatu dan kedua dari kiri) beserta Toto Sih Setyo Adi dan Dwi Prasetyo (kedua dan kesatu dari kanan).(SB/Bambang Pur)

WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Merasa jenuh bolak-balik coblosan, diduga ikut menjadi faktor pemicu tingginya Golongan Putih (Golput). Yang dampaknya, terjadi penurunan angka partisipasi pemilih pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di Tanah Air.

Betapa tidak, dalam Tahun 2024 terselenggara dua kali pemilihan. Yakni Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) pada Tanggal 14 Februari 2024, dan Pilkada serentak Tanggal 27 Nopember 2024.

Di Jakarta, Koordinator Divisi Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat KPU-RI, August Mellaz, menyatakan, rata-rata nasional, partisipasi masyarakat pada Pilakda serentak 2024 tidak sampai 70 persen. Berada pada rentang 54 – 81 persen. Di Sumatera Utara (Sumut) 55,6 persen, dan di DKI Jakarta 57,6 persen. Ini disebutkan, sebagai terendah di sepanjang sejarah.

Di Kabupaten Wonogiri, partisipasi pemilih pada Pemilihan Bupati-Wakil Bupati 2024 69,95 persen. ”Targetnya di atas 71 persen,” jelas Ketua KPU Kabupaten Wonogiri Satya Graha. Untuk Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Jateng di Wonogiri, capaiannya 69,98 persen.

Mantan Komisioner KPU Kabupaten Wonogiri, Suyono, menyatakan, turunnya partisipasi pemilih pada penyelenggaraan Pilkada serentak 2024, salah satunya dikarenakan oleh faktor waktu. ”Yang berdekatan dengan Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) serentak di tahun yang sama,” jelasnya.

Akibatnya, masyarakat merasa jenuh, karena bolak-balik memilih. ”Belum pulih dari situasi Pileg dan Pilpres Tanggal 14 Februari 2024, kini ganti dihadapkan pada Pilkada serentak Tanggal 27 Nopember di yang tahun sama (2024). Semoga ini menjadi kajian para pihak yang berkepentingan,” jelas Suyono.

”Kalau masalah kaum boro (perantau) yang enggan mudik untuk coblosan, itu sebenarnya masalah klasik bagi Kabupaten Wonogiri,” jelas Augustina. Mantan Komisioner KPU Wonogiri, Augustina, menyatakan, masalah boro yang menjadi isu klasik, sebenarnya itu tergantung pada bagaimana menyikapinya. Yakni melalui strategi, komunikasi dan sinergitas dengan berbagai pihak. Pandai-pandai mengajak mereka tergerak mudik, pulang kampung, agar dapat menggunakan hak pilihnya.

Kampanye

Terbukti Pemilu Tahun 2020, timpal Augustina, ada peningkatan partisipasi masyarakat (Parmas) secara maksimal di Kecamatan Selogiri dan Kecamatan Girimarto. Yang notabene, dua wilayah kecamatan tersebut, di Kabupaten Wonogiri, terkenal banyak memiliki potensi kaum boro.

blank
Para personel PPK Giritontro, mengenakan busana layaknya prajurit hulu balang saat mendatangi pleno rekapitulasi yang dilakukan KPU Wonogiri.(SB/Bambang Pur)

”Atau bisa juga karena faktor dari Alat Peraga Kampanye (APK) yang tidak segera terpasang sejak awal masa kampanye,” jelas Augustina. Pada hal. masa kampanye waktunya minim. Masalah ini, bisa jadi ikut sebagai salah satu faktor yang membuat masyarakat pemilih kurang bersemangat memilih.

Wahyu Nurjanah yang juga mantan Komisioner KPU Kabupaten Wonogiri, menyatakan, sayang sekali itu sampai terjadi di Wonogiri. Pada hal, anggaran sosialisasi Pilkada 2024, dananya lebih besar daripada Pemilu Tahun 2020. ”Saya tahu, karena rancangan anggaran dan kegiatannya, masih di era kami yang merumuskan,” jelas Wahyu Nurjanah.

Menanggapi banyaknya surat suara tidak sah, jangan-jangan penyebabnya justru dari pemilih. Ada kesengajaan surat suara dibuat rusak oleh pemilih, supaya tidak sah.

Menyikapi surat suara rusak, Augustina, mencermati dari jumlah pemilih di Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kabupaten Wonogiri sebanyak 842.326 orang, Yang kemudian hadir sebanyak 589.239 dan yang Golput sebanyak 253.087 pemilih. Hasilnya, Paslon 01 memperoleh dukungan 255.595 suara dan Paslon 02 sebanyak 308.045 suara,

Total perolehan Paslon 01 dan 02 di Pilbub sebanyak 563. 640 suara. Terjadi selisih hadir dan total perolehan hasil, sebanyak 589.239 – 563.640 = 25.599. Berarti ada sebanyak 25.599 lembar surat suara rusak.

Untuk Pilgub, suara rusak jumlahnya lebih besar, yakni mencapai 28.142 lembar. Yang perlu dipertanyakan, pemicu rusaknya surat suara, apa betul karena salah dalam mencoblos ?. Kalau itu disebabkan karena faktor ketidaktahuan pemilih, penyebabnya bisa karena minimnya edukasi dan penyampaian informasi ke masyarakat pemilih. ”Atau karena apa ya ?,”  ujar Augustina.(Bambang Pur)