blank
Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Wonogiri, Antonius Joko Wuryanto (kiri) dan Mayaris Kusdi (kanan), memberikan penjelasan tentang penanganan dugaan kasus money politics.(SB/Bambang Pur)

WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Sejumlah kasus dugaan money politics terkait dengan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 Wonogiri, prosesnya dihentikan. Sebab tidak memenuhi unsur-unsur untuk ditingkatkan pada proses penyidikan perkara.

Penegasan ini disampaikan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Wonogiri, Antonius Joko Wuryanto. Memberikan keterangan dengan didampingi Anggota Bawaslu Mayaris Kusdi, disebutkan, hasil pemeriksaan dugaan kasus money politics, ternyata tidak sebagaimana yang beredar di publik dan diviralkan Media Sosial (Medsos). Para pihak yang terlibat, memberikan pengakuan berbeda, bahkan ada yang kabur sebelum dimintai keterangannya.

Apa yang selama ini disebutkan sebagai barang bukti, ternyata itu tidak faktual, karena uang yang disebutkan sebagai bukti money politics, ternyata sudah bukan aselinya, tapi diganti dengan uang pemilikan saksi. Penerima pun, mengelak kalau itu sebagai politik uang, karena disebutkan pemberian yang tidak ada sangkut pautnya dengan Pilkada.

Di Wonogiri, setidak-tidaknya ada 5 dugaan kasus politik uang. Terdiri atas masing-masing satu kasus di Kecamatan Sidoharjo dan Kecamatan Pracimantoro, serta 3 kasus di Kecamatan Tirtomoyo. ”Demi hukum, semuanya dihentikan, karena tidak memenuhi unsur-unsur yang mengarah sebagai tindak pidana Pilkada,” tegas Ketua Bawaslu Kabupaten Wonogiri Antonius Joko Wuryanto.

Pemeriksaan telah dilakukan dengan cara pemanggilan kepada para pihak yang terlibat. Ada diantara mereka yang tidak memenuhi panggilan. Solusinya, Bawaslu berupaya mendatangi ke rumahnya. Ternyata yang bersangkutan tidak berada di tempat, ada informasi kabur. Yang berhasil memenuhi panggilan pun, memberikan pengakuan yang berbeda dengan yang diviralkan di Medsos.

Rekayasa

Bahkan ada indikasi, rekaman video yang diviralkan di Medsos tidak sesuai dengan kenyataan, cenderung diskenario atau direkayasa. Karena tidak ditemukan unsur-unsur yang mengarah pada tindak pidana Pilkada, maka rapat bersama dengan Gakkumdu memutuskan itu tidak dapat diproses lanjut dan karenanya kemudian dihentikan.

Gakkumdu yang di dalamnya berunsurkan dari aparat dari Kepolisian dan Kejaksanaan, adalah forum untuk menangani dugaan pelanggaran tindak pidana Pemilu dan Pilkada. Untuk penanganan Pilkada masa kedaluwarsanya 3 plus 2 hari. Sedang untuk Pemilu 7 plus 7 hari setelah kasusnya diregister.

Dasar penghentiannya, karena tidak memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 187 huruf (a) Undang-Undang (UU) Nomor: 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 2015, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 2014, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.

Untuk kasus non-money politics di Wonogiri yang bisa ditindaklanjuti ada dua, masuk dalam perkara dengan ketentuan lain. Yakni ketidak netralan aparat desa dan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Keduanya berupaya mempengaruhi masyarakat pemilih, untuk diarahkan memilih Paslon tertentu. Terkait ini, Bawaslu memberikan rekomendasi penindakan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Buntutnya, personel KPPS yang bersangkutan mengundurkan diri, sebelum dijatuhi sanksi oleh KPU sebagai induk isntitusi penyelenggara Pilkada di Wonogiri. Kemudian oknum perangkat desa yang tidak netral, pemberian sanksinya diharapkan datang dari atasannya.(Bambang Pur)