Semua penumpang harus mengayuh supaya sepeda dapat berjalan lancar. Sedangkan rute rutenya adalah memutari kawasan Simpang Lima. Selanjutnya ada juga sepeda tandem biasa dengan hiasan lampu warna-warni.
Sekarang tak Cuma dikayuh, yang menggunakan penggerak Listrik juga ada. Tanpa harus menggenjot, tinggal injak pedal becak mobil itu pun melaju. Tetapi kalau setirnya berat, ya maklum saja, ini tanpa power steering.
Selain wahana sepeda, wisatawan juga dapat mencoba bermain roller skate atau skuter. Arenanya berada di area paving di bagian dalam Simpang Lima. Area ini dipilih supaya lebih aman dari lalu-lintas jalan raya.
Untuk urusan mengisi perut, tinggal pilih, Separuh putaran Simpang Lima adalah pusat kuliner malam di Semarang. Tinggal pilih mau makan apa, pecel, ikan bakar, bakmi, nasi ayam, es campur, sampai tahu petis, dan segala macam tersedia. Wisatawan yang menginap di Semarang memang wajib menikmati jajanan malam di Simpang Lima.
Kenangan Wisatawan
Seorang pengunjung asal Wonosobo, Ratna mengaku, semasa masih kuliah di Undip tahun 80-an memang sering makan di Simpang Lima. “Tetapi dulu masih belum seramai sekarang, dan tidak rapi. Pedagangan berjualan seakan bebas tak beraturan. Sekarang semuanya baik menyenangkan,” kata lulusan FE Undip ini.
Dia mengaku, dulu suka makan mi ayam di pojokan trotoar di depan supermarket Mickey Morse (sekarang bangunan itu tidak difungsikan). “Kalau tidak ya makan gudeg dan minum STMJ di samping Bioskop Gajahmada. Eh, sekarang bioskop itu jadi hotel,” kata dia.
Simpang Lima sekarang sudah jauh berubah. Tahun 80-an, permukaan lapangan Pancasila hanya sekitar 30 sentimeter dari permukaan jalan. “Dulu kalau lewat sini pas banjir, motor saya naikkan ke trotoar lapangan. Sekarang untuk ke lapangan saja pelu undak-undakan bahkan ada yang membuat tangga dari kayu di depan Citraland,” ujar Teguh Hendro yang kini tinggal di Bekasi.
Teguh yang lulusan Komunikasi FISIP Undip ini mengenang supermarket Mickey Morse yang kini sudah tiada. “Dulu saya beli jins di situ, setiap kelipatan lima ribu dapat kupon berhadiah yang diundi. Tetapi kupon itu selalu saya kasihkan ke teman saya, dan tidak pernah menang undiannya,” ujar Teguh sambil tertawa.
Sedangkan Tinar yang warga Semarang mengaku sering jalan-jalan memutari Simpang Lima. “Duduk di bangku di bawah pohon rindang di siang hari terasa cukup sejuk di kota Semarang yang panas.
Malah suami saya suka iseng memetik buah asam yang ada di Simpang Lima ini. Pulangnya asam istu dibuat minuman,” kata Tinar yang tinggal di Anjasmoro ini.
Ya, Simpang Lima memang ikon kota Semarang. Maka, Ketika berkunjung ke kota ini, jangan lewatkan untuk berkegiatan di sana.
R. Widiyartono