blank
Tradisi pepadang kapitayan diberi doa secara Islam, hari ini (Kamis 15/8/24). Foto: eko

KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID) – Dirjen Bimbingan Masyarakat Buddha, Drs Supriyadi MPd, memuji LSM Ruwat Rawat Borobudur (RRB) yang sudah 22 tahun senantiasa memberi perhatian kepada Candi Borobudur.

“Mereka menjaga, melestarikan, mengembangkan, memanfaatkan, Candi Borobudur sebagai sebuah peradaban yang memberikan makna bagi kehidupan kita,” katanya saat membuka prosesi Suluh Papadang Kapitayan, hari ini Kamis (15/8/24).

Usai prosesi dilanjutkan penyerahan penghargaan penulisan opini terbaik RRB ke 22. Juga diisi Kongres Borobudur II.
Sekaligus penyerahan keris dan pustaka buku di Area Pos Kenari Candi Borobudur.

Selebihnya Dirjen mengatakan, setiap orang punya pendapat masing-masing. Walau berbeda, bagaimana bisa memberi manfaat yang baik. Bukan berarti membangun sebuah polemik. Sebaliknya perlu membangun dialog yang diharapkan dilandasi kesadaran fikiran yang terbuka, sehingga setiap perbedaan dapat ditemukan titik kesamaan yang dapat diterima bersama.

Penggagas tradisi Ruwat Rawat Borobudur, Sucoro Setrodiharjo, menjelaskan, pepadang kapitayan itu merupakan ritual. Suluh itu petunjuk, pepadang itu merupakan sebuah harapan yang padang atau terang.

blank
Prosesi Suluh Pepadang Kapitayan diwarnai membentangkan kain putih, hari ini Kamis (15/8/24). Foto: eko

Kapitayan itu menjadi bagian penting dari keberadaan Candi Borobudur. Disebutkan, sebelum ada agama Buddha, Hindu, dan agama lainnya, masyarakat Jawa sudah ada. Selama ini tak ada ruang untuk menjelaskan tentang kapitayan.

Kongres

Terkait dengan Kongres Borobudur II, yang mengambil tema menelisik spiritualitas dalam keberagaman kepercayaan, itu diberi ruang untuk bisa menjelaskan apa yang disebut sebagai kapitayan dan hubungannya dengan Borobudur seperti apa. Selebihnya dikatakan, di Borobudur ternyata ada nilai universal, salah satunya ada kapitayan. “Dalam kongres ini kami bahas peran Jawa itu seperti apa,” tuturnya.

Di sisi lain di menjelaskan rangkaian Ruwat Rawat Borobudur yang ke-22. Antara lain ada pendampingan seni tradisi, workshop, sarasehan, bintang budaya. Diawali dengan menghibahkan 1.056 buku tentang catatan pengelolaan Borobudur, yang diserahkan kepada
perpustakaan desa maupun kabupaten, serta kampus perguruan tinggi.

Dalam kesempatan yang sama, pengasuh Pondok Pesantren Arrahmat, Sukorejo, Kabupaten Kendal, M Taufik, selaku pemimpin doa dalam acara itu mengatakan,
pepadang kapitayan dimaksudkan berharap kepada Tuhan, agar Borobudur bisa memberikan sinar pemberdayaan. Bagaimana Borobudur juga memberikan kemaslahatan bagi semua umat di lingkungan Borobudur, Kabupaten Magelang, Indonesia, juga di seluruh dunia.

“Kami berdoa untuk manusia. Semoga Tuhan memberikan keselamatan, keberkahan, kemanfaatan, sehingga visi dari setiap umat untuk berbahagia dunia dan akhirat bisa terwujud,” harapnya.

Menurutnya, kapitayan itu kekuatan, pepadang itu sinar.
Kami berharap Borobudur ini menyinari dan memberikan energi positif bagi seluruh umat. Masing-masing punya apresiasi sendiri.

“Borobudur ini memberikan sinar bagi seluruh umat manusia, lingkungan, untuk lebih berdaya, lebih baik, lebih positif,” imbuh pegiat Lembaga Seniman Budayawan Muslim (Lesbumi) itu.

Eko Priyono