Panitia penyelenggara J. Christiono sedang berbincang dengan Ketua Satu Pena DKI Nia Samsihono, hadir juga pemerhati budaya Tjahjono Rahardjo. Foto: R. Widiyartono

Peran Hetami

Hetami, pendiri koran Suara Merdeka memang seorang pejuang kemerdekaan melalui pers. Pada saat kemerdekaan diproklamasikan, Hetami bekerja sebagai wartawan Sinar Baru.

Sinar Baru yang terbit di Semarang, satu-satunya koran di Jawa Tengah yang memberitakan Proklamasi Kemerdekaan, sedangkan di Jakarta Kung Yung Pao yang dikelola oleh orang Tionghoa nasionalis,” ujar Christ.

Hetami yang bekerja di Sinar Baru kemudian mendirikan koran Warta Indonesia. Selanjutnya kita tahu, Hetami mendirikan Suara Merdeka yang terbit perdana pada 11 Februari 1950, dan koran itu masih ada sampai sekarang.

Puluhan Koran Lama

Sebagai kolektor buku dan koran-koran lama, Rumah PoHan ingin memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menyaksikan koleksinya itu. Maka puluhan koran pun terpajang.

Bagi anak-anak muda, mengunjungi pameran ini akan melihat hal yang bisa jadi mereka anggap lucu. Bentuk korannya sangat berbeda dengan masa sekarang. Umumnya ukurannya lebih lebar, font hurufnya juga belum sebagus sekarang.

“Bahasanya jadi aneh, karena menggunakan ejaan lama ada oe, tj, dj. Anak-anak sekarang pasti bingung,” ujar Yul, seorang remaja putri yang mengunjungi pameran.

Puluhan koran yang terpajang itu terbitan zaman colonial, zaman kemerdekaan, dan masa Orde Baru. Koran yang diterbitkan di berbagai kota di Indonesia kala itu, seperti Jakarta, Bandung, Yogya, Surabaya, Semarang dan lainnya masih terawat baik.

Bukan hanya koran yang menggunakan huruf Latin yang dipamerka, ada juga yang menggunakan huruf Cina bahkan dipamerkan pula koran yang menggunakan huruf Jawa ha na ca ra ka.

Selain koran juga dipajang, radio tabung yang dikenal juga sebagai “radio listrik”, Keberadaan radio Listrik kala itu sangat penting, karena menjadi sumber informasi penting, mengingat sarana komunikasi masih sangat terbatas.

Juga ada kamera tua, kamera video, mesin ketik kuno yang menjadi bagian Sejarah pers Indonesia.