KUDUS (SUARABARU.ID) – Staf khusus Pj Bupati Kudus bidang Strategi dan Komunikasi, Munawir Aziz ternyata menjadi salah satu dari lima orang rombongan warga Nahdliyin yang bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog.
Pertemuan tersebut menjadi kontroversi dan menuai kecaman dari berbagai pihak termasuk dari PBNU sendiri seiring dengan tindakan Israel yang melakukan genosida terhadap bangsa Palestina..
Keikutsertaan Munawir Aziz bertemu Presiden Israel tersebut terlihat dalam foto pemberitaan berbagai media massa maupun media sosial. Dengan memakai jas hijau dan berpeci, Munawir Aziz terlihat berdiri nomor tiga dari sisi kanan, berdekatan dengan posisi duduk Presiden Israel Isaac Herzog.
Saat dikonfirmasi, Munawir Aziz tidak bersedia memberikan pernyataan. Saat dihubungi via pesan whatsapp, Munawir juga tidak merespon. Padahal, biasanya Munawir cukup dekat dengan awak media seiring posisinya sebagai staf khusus Pj Bupati Kudus bidang Strategi dan Komunikasi.
Munawir Aziz memang dikenal merupakan salah satu cendikiawan dari kalangan muda Nahdliyin. Dia dikenal menjadi Sekretaris Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Inggris Raya.
Selain itu, dia juga dikenal sebagai kolumnis yang cukup produktif. Tulisannya tersebar di berbagai media massa dan bahkan diantaranya juga diterbitkan dalam sejumlah buku.
Tak heran, saat Hasan Chabibie dilantik menjadi Pj Bupati Kudus, Munawir Aziz ikut mendampinginya sebagai staf khusus bidang Strategi dan Komunikasi.
Bahkan, catatan prestasi Munawir yang sedemikian mentereng pun kabarnya membuatnya direkrut menjadi staf di Kantor Staf Kepresidenan (KSP).
Sementara, kecaman atas pertemuan tersebut juga muncul dari kalangan warga Nadhliyin sendiri.
Salah satu cendikiawan NU yang berkiprah di Australia, Nadirsyah Hosen bahkan dengan tegas mengkritik secara terbuka melalui tulisan di akun Instagramnya.
Pernyataannya lengkap adalah sebagai berikut:
- Saya mengenal beberapa nama yang berangkat menemui Presiden Israel itu. Bahkan saya sudah tabayun dg salah satunya via wa. Pengakuannya, undangan diatur lewat jaringan alumni Harvard, dan berkenaan dengan akademik dan startup. Dan ini diklaim sebagai kunjungan pribadi, bukan atas nama NU. Kalau mereka cuma “aktivis dan cendekiawan” saja saya yakin mereka gak akan masuk radar untuk diundang ketemu Presiden. Justru karena ada embel2 NU-nya makanya mereka diundang. Jadi gak bisa ngeles dg mengatakan ini atas nama pribadi. Mohon maaf atas keterusterangan saya ini: tanpa NU mereka bukan siapa2 dan gak bakal masuk radar Israel
- NU itu bertindak bukan hanya atas pilar tasamuh (toleransi) dan tawasuth (moderasi), tapi juga tawazun dan i’tidal. Tawazun artinya seimbang. Itu sebabnya mereka saat mendapat undangan harus menimbang banyak hal terlebih dahulu, termasuk geo politik dan konflik yg terjadi saat ini. I’tidal artinya tegak lurus pada aturan main, keadilan dan kebenaran. Kita tahu bagaimana Mahkamah Internasional sudah bersikap. Begitu juga kebijakan pemerintah RI soal ini. Jadi yang dilakukan kelima orang itu jauh dari prinsip NU: tawazun dan i’tidal.
- Presiden Israel itu hanya simbol seremonial belaka. Tidak menjalankan roda pemerintahan sehari-hari. Jadi alasan mau berdiskusi soal konflik dg dia itu menunjukkan ketidakpahaman soal struktur pemerintahan Israel. Lagipula seruan damai Sekjen PBB dan Paus Fransiskus saja dicuekin, mereka ini siapa kok merasa bisa mempengaruhi kebijakan Netanyahu. Banyakin ngaca mas – mbak 🙏🏻
- Program kunjungan spt ini sudah lama berjalan bertahun2 dan selalu memicu kontroversi. Saran saya mereka yg merasa tokoh/aktivis/ulama sebaiknya menolak undangan semacam ini selama konflik belum usai. Yang untung cuma Israel dg kunjungan dari NU. Mudaratnya lebih banyak.
Ali Bustomi