KUDUS (SUARABARU.ID) – Ketua Forum Komunikasi Disabilitas Kudus (FKDK) berharap agar Ranperda Keterbukaan Informasi Publik yang kini tengah digodok di DPRD Kudus bisa mengakomodir kepentingan penyandang disabilitas. Pasalnya, selama ini informasi public yang disampaikan Pemerintah Daerah utamanya masih belum dilengkapi fitur penunjang bagi warga disabilitas.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan langsung oleh Ketua FKDK, Rismawan Yulianto saat menghadiri kegiatan Public Hearing atau Dengar Pendapat Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Inisiatif tentang Keterbukaan Informasi Publik bersama Panitia Khusus (Pansus) 2 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kudus pada Senin (8/7).
Rismawan menyampaikan selama ini penyandang disabilitas, seperti tuna netra dan tuna rungu, cukup kesulitan saat mengakses informasi di website resmi Pemkab Kudus. Sebab tidak ada fitur penunjang seperti bahasa isyarat bagi mereka yang tuli dan tidak ada screen reader bagi mereka yang tuna netra.
“Untuk mengatasi ini, pentingnya kolaborasi antara pemangku kebijakan di pemerintah Kabupaten Kudus dalam membuat standar operasional website yang dapat diakses teman-teman disabilitas, sehingga mampu menciptakan Kudus yang ramah disabilitas,” jelas Rismawan.
Menanggapi usulan tersebut, Ketua Pansus 2 DPRD Kudus, Andrian Fernando mengatakan, apa yang disampaikan FKDK akan menjadi perhatiannya bersama anggota Pansus 2 lainnya.
Ke depan, bekerja sama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Kudus, akan menyiapkan informasi publik yang ramah bagi penyandang disabilitas.
“Misal di website, akan kita berikan masukan ke Kominfo agar ditunjang dengan suara,” kata Fernando setelah rapat dengar pendapat siang ini.
Selain bersama FKDK, kegiatan kali ini juga dihadiri oleh sejumlah organisasi masyarakat lainnya hingga wartawan yang ada di Kudus. Targetnya, masyarakat Kudus bisa lebih mudah dalam memperoleh informasi publik, utamanya peraturan daerah yang sedang dibahas maupun yang sudah disahkan.
“Tentang Perda ini (Keterbukaan Informasi Publik) bisa memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa memang pemerintah sudah memberikan inisiatif agar informasi terbuka seluas-luasnya untuk seluruh masyarakat Kudus,” ujar Fernando.
Jadi bukan hanya pers yang mendapat keterbukaan informasi, tapi masyarakat awam kita juga beri kemudahan dalam mendapat informasi,” lanjutnya.
Kemudian saat disinggung mengenai urgensi Perda tentang Keterbukaan Informasi Publik, Fernando menjelaskan, zaman yang semuanya serba digital, informasi juga harus disampaikan sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini.
“Informasi yang mudah didapat, tidak berbelit-belit, dan juga penyediaan fitur-fitur terbaru untuk teman-teman disabilitas,” ujarnya.
Ke depan, Pansus 2 juga berencana membahas terkait sanksi bagi pihak yang tidak memberikan informasi bagi masyarakat. Rencana itu pun tetap akan disesuaikan dengan Undang-undang yang berlaku.
“Kita akan pelajari dengan undang-undang berkaitan apakah bisa dimasukkan sanksi, apabila bisa pasti akan kita masukkan unsur sanksi tersebut, karena kami meyakini reward and punishment itu akan memberikan dampak yang optimal dalam kegiatan (keterbukaan informasi publik),” jelasnya.
Sekarang, Fernando menilai bahwa keterbukaan informasi di Kudus sudah berjalan dengan baik. Bila dihitung dalam angka, keterbukaan informasi publik di Kudus memiliki nilai 8 dari 10.
“Orang minta informasi tidak disuruh pulang, tapi tetap dilayani walaupun yang bersangkutan tidak puas karena SOP (Standar Operasional Prosedur). Tapi dalam Perda ini akan kami buat lebih detail (aturannya),” ungkapnya.
Ads-Ali Bustomi