blank
PTI Blora audiensi dengan DPRD, di Ruang Rapat Paripurna DPRD Blora. Selasa, 25 Juni 2024. Foto: Kudnadi Saputro

𝗕𝗟𝗢𝗥𝗔 (SUARABARU.ID) — Asosiasi Pengusaha Tambang Indonesia (APTI) Kabupaten Blora melakukan audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Blora, Selasa, 25 Juni 2024, di Ruang Rapat Paripurna DPRD Blora.

Audiensi tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Blora, Siswanto, didampingi Ketua Komisi B, Yuyus Waluyo, Anggota Komisi B, Abdullah Aminuddin, Munawar, Jayadi dan Ir. Siswanto.

Pengurus Dewan Pimpinan Daerah APTI Kabupaten Blora mepersoalkan upaya Pemerintah Kabupaten Blora dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blora terkait mandulnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Sekretaris DPD APTI Blora, Achmad Hary Subiyantoro menyampaikan bahwa APTI beranggapan Perda 5/2021 itu merugikan para pengusaha tambang galian C, dan berakibat minimnya pajak untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Kami mendorong upaya revisi Perda Nomor 5 tahun 2021 tentang RTRW yang merugikan para pelaku usaha tambang untuk mengurus ijin produksi, karena ada 18 pengusaha tambang Blora terancam ditolak pengajuannya karena ketidaksesuaian Perda tersebut sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan ijin produksi tambang tersebut,” ungkap Achmad Hary Subiyantoro.

“DPD APTI Blora persoalkan mandulnya Perda RTRW, yang tidak mencantumkan wilayah pertambangan, sehingga potensi PAD besar sektor tersebut tidak dapat diraih,” imbuh Achmad Hary Subiyantoro kepada suarabaru.id Rabu, (26/6/2024).

Masuk Prolegda

Pada kesempatan itu, Wakil Ketua DPRD Blora, Siswanto secara pribadi dan lembaga legislatif sangat mengapresiasi langkah DPD APTI Blora, atas peran aktifnya dalam mengawal perubahan Perda RTRW untuk kepentingan usaha pertambangan dan peningkatan PAD melalui optimalisasi pungutan pajak galian C.

“Saya sangat mengapresiasi peran aktif DPD APTI Blora, dalam mengupayakan revisi Perda Nomor 5 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Blora, yang menurut mereka merugikan usaha pertambangan di Blora, karena tidak memenuhi syarat ijin yang dibutuhkan oleh Pusat maupun Provinsi,” ujar Siswanto.

Di saat yang sama, Ketua Komisi B, Yuyus Waluyo mendukung perubahan atau revisi Perda tersebut, dirinya menawarkan skema pelaksanaannya dalam dua opsi, opsi pertama diajukan oleh pihak Pemkab Blora atau eksekutif, atau melalui Perda inisiatif Dewan, sebagai langkah konkrit untuk pembahasan Perda RTRW yang dianggap merugikan tersebut.

“Langkah konkretnya langsung saja, Perda ini apakah harus dikembalikan kepada Eksekutif karena dulu adalah produk dari sana, atau melalui inisiatif Dewan, kalo lewat eksekutif dipastikan lama, kalo inisiatif bisa lebih cepat, kita masukkan ke Prolegda,” ucap Yuyus Waluyo.

Sementara itu, Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah, Bawa Dwi Raharja, siap melaporkan hasil audiensi ini, untuk dibahas bersama Kabag Hukum, Sekretaris Daerah dan Bupati Blora, untuk dicarikan formulasi kebijakan yang benar dan legal, sehingga tidak menabrak regulasi yang ada diatasnya, yaitu Pemerintahan Provinsi maupun Pemerintahan Pusat.

“Kami akan menindaklanjuti audiensi ini, melaporkan kepada Bapak Bupati dan Sekretaris Daerah, serta berkoordinasi dengan Kepala Bagian Hukum, serta Pemprov Jateng, karena informasinya Pemprov juga akan melakukan revisi Perda RTRW-nya,” tandas Asisten Administrasi Umum.

Kudnadi Saputro