JEPARA (SUARABARU.ID)-Tak seperti Pondok Pesantren salaf pada umumnya, Asrama Perguruan Islam Ponpes Matholi’ul Anwar ( APIMA ) Tahunan Jepara dibawah asuhan KH. Ali Masykur memiliki cara tersendiri untuk melaksanakan momentum Akhirus Sanah sebagai penanda akhir pembelajaran sebelum memasuki bulan Ramadhan.
Pondok Pesantren yang mempertahankan ciri salaf dengan kitab kuning dan mujahadah sebagai ciri utama tersebut melaksanakan kegiatan Haflah At-Tasyakkur Lil Ikhtitam dengan rangkaian kompetisi dan pentas seni.
Pra acara puncak, diselenggarakan aneka lomba santri dan pentas seni yang digelar di halaman pondok APIMA sebagai ajang pengembangan potensi dan relaksasi para santri setelah menjalani rutinitas mengkaji kitab kuning dan mujahadah selama satu tahun.
Tanggal 22 Februari 2024 digelar final Futsal APIMA CUP yang pesertanya dari santri-santri. Tanggal 23 Februari 2024 digelar Pentas Seni Jathilan Magelang, disusul Lomba-lomba Santri dan Layar Tancep pada tanggal 24 Februari 2024. Pentas Ketoprak Mbangun Budoyo Randusari ikut memeriahkan pra acara Haflah. Demikian pula Musik Band Lokal juga turut mewarnai acara di ponpes APIMA.
“Beragam acara kami gelar mulai dari kompetisi, pentas seni, dan tabligh Akbar sebagai puncak acara.” Tutur panitia.
Haflah At-Tasyakkur Lil Ikhtitam APIMA Tahunan Jepara yang ke-30 dihadiri sejumlah tokoh, para kiai, alumni, dan wali santri yang memadati halaman pondok. Tampak hadir Camat Tahunan, Nuril Abdillah beserta jajaran forkompincam. Dari kalangan pengurus MWC NU Tahunan, tampak ketua Tanfidziyah KH. Misbahuddin dan sejumlah pengurus.
Nuril Abdillah merasa bangga dengan kehadiran Ponpes APIMA Tahunan karena kontribusinya sangat besar di masyarakat. Nuril juga berharap sinergitas Ulama dan Umara terus terjaga. Kepada para santri dan alumni agar tidak melupakan almamater pondok dan terus mengaplikasikan ilmunya di manapun dan kapanpun.
Sementara itu KH Misbahuddin, Ketua Tanfidziyah MWC NU Tahunan berharap APIMA sesuai namanya tetap menjadi api penerang di masyarakat, santri-santrinya menjadi ahli tirakat sebagaimana Kiai Khudori yang menjadi induk panutan ponpes APIMA. Kiai Misbah juga berharap APIMA tetap konsisten dengan ciri salafnya.
KH. Ali Masykur, pengasuh API ponpes Matholi’ul Anwar Tahunan mengharap dukungan dari wali santri, alumni, dan masyarakat untuk mengembangkan pondok dan menjaga eksistensinya. Salah satu ikhtiarnya adalah mengirim alumni untuk mengikuti pengabdian di daerah-daerah.
” Bulan Ramadhan nanti santri APIMA diminta untuk mengisi pengajian Ramadhan di Sumanding Bangsri, Gunung Kidul, dan Wonogiri. Pesenku kepada para santri ‘Ojo ewuh-ewuh nggowo Almamater pondoke Dewe.” Tegas KH. Ali Masykur, yang juga Rois Syuriyah MWC NU Tahunan.
Puncak acara diisi oleh KH. Muhammad Anif Ahab dan KH. Mukhlasin, dari Tegalrejo Magelang. Gus Anif menyoroti tentang peran pesantren dalam membentuk pribadi yang sholeh dan sholehah.
” Membentuk anak sholeh dan sholehah itu tidak bisa instan, apalagi di era modern sekarang ini. Pesantren punya peran penting untuk mewujudkan anak sholeh-sholehah dengan ciri, Fiddunya yanfa (di dunia bermanfaat), filqabri yarfa’ ( di alam kubur meringankan dosa orang tua), dan filakhiroti yasyfa ( di akhirat memberi pertolongan).
Sementara itu, KH. Mukhlasin memberi wejangan agar santri tidak meninggalkan tirakat, mujahadah.
” Santri iku bar Maghrib sampai isya’ iku kudu mujahadah seperti pondok Tegalrejo. Angger ora offside, insyaallah selamet. Ojo keset mundak getun.” Tutur Kiai Mukhlasin.
ua/Sub