Pondok Boro. Foto: dok/istimewa

Oleh: Dr Ira Alia Maerani SH MH dan Dr Nuridin MPd

MANUSIA diciptakan oleh Allah SWT dengan sungguh-sungguh, sebagaimana tercantum di dalam Alquran surat Al Mukminun ayat 115. Kesungguhan Allah menciptakan manusia ditunjukkan dengan penciptaan manusia yang sebaik-baik penciptaan, sebagaimana dalam Quran surat At-Tin ayat 4. Meskipun manusia diciptakan sebaik-baik bentuk, tetapi manusia bisa tergelincir dalam posisi hina.

Alquran memberi petunjuk, agar tidak tergelincir dalam posisi hina tersebut, adalah dengan memiliki iman dan amal saleh. Iman dan amal saleh menempatkan manusia pada posisi yang benar-benar manusia. Pada ayat lain, kesungguhan Allah SWT menciptakan manusia, ditunjukkan dengan memberikan statusnya sebagai khalifah fil art. Posisi ini membawa konsekuensi, bahwa manusia adalah makhluk yang diberi amanah untuk memakmurkan bumi, dengan segala upaya dan daya tentu saja.

Dalam menjalankan amanah sebagai khalifah Allah di muka bumi ini, diniatkan semata-mata Allah. Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam Quran surat Az-Zariyat ayat 56, “tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepadaku”.

Konsekuensi atas statusnya sebagai khalifah dan Abdullah, tentu manusia memiliki banyak kebutuhan yang akan memenuhi hajat hidupnya sehari-hari. Di antara kebutuhan yang diperlukan manusia untuk memenuhi hajat hidupnya adalah, dimilikinya pekerjaan. Melalui pekerjaan ini, diharapkan manusia dapat memenuhi kebutuhan fisiknya yang paling dasar, yakni kebutuhan sandang, pangan dan papan.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik tercatat bahwa, jumlah angkatan kerja pada Februari 2020 sebanyak 137,901 juta orang, naik 1,73 dibanding Februari 2019. Sementara itu dalam setahun terakhir, pengangguran bertambah menjadi 60.000 orang.

Jika melihat data tersebut, jumlah pengangguran masih cukup tinggi tingginya angka pengangguran, ini tentu harus segera mendapat perhatian. Karena bagaimanapun pengangguran dapat berpengaruh terhadap tindak kriminalitas.

Isma 2015 dalam penelitiannya yang berjudul ‘Pengaruh Pengangguran Terhadap Kriminalitas di Kabupaten Solok’ menyatakan, bahwa pengangguran dan kurangnya pendapatan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dapat membuat seseorang malas bekerja, sehingga lebih memilih jalan pintas untuk mendapatkan uang.

Keadaan menganggur dan pendapatan yang kurang, seseorang bisa melakukan tindak kriminal. Demikian halnya, banyaknya pengangguran akan berpengaruh terhadap produktivitas dan pendapatan masyarakat, sehingga dapat menyebabkan masalah sosial seperti kriminalitas.

Kota Semarang sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah, nampaknya juga menghadapi masalah yang tidak berbeda. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Semarang tercatat, tingkat pengangguran di Kota Semarang pada tahun 2020 adalah 9,57 persen. Angka ini menurun menjadi 9,504 persen pada 2021, kemudian terjadi penurunan kembali pada Tahun 2022 menjadi 7,6 persen.

Pondok Boro
Untuk mengantisipasi timbulnya pelanggaran hukum, Pemerintah Kota Semarang menyediakan hunian bagi warga, yang selama ini tidak memiliki tempat tinggal yang memadai. Kebijakan ini tentu saja dimaksudkan, agar mereka dapat menempati hunian yang layak, dan menekan semaksimal mungkin angka pelanggaran hukum, yang bisa saja diakibatkan dari keterbatasan eknomi, karena tidak menentunya pekerjaan.

Maka, sebanyak 37 keluarga terlantar yang menempati bedeng-bedeng di wilayah Kanjengan, Kawasan Johar, dipindahkan ke Pondok Boro, yang ada di Kelurahan Trimulyo, Kecamatan Genuk, Semarang, pada Jumat (19/3/2021). Mereka yang ditempatkan di pondok boro itu, merupakan bentuk perhatian Pemerintah Kota Semarang kepada orang terlantar.

Di kawasan pondok boro ini, memiliki berbagai fasilitas di antaranya, air dan listrik sudah terpenuhi. Melalui upaya penyediaan fasiltas ini, diharapkan warga yang kurang beruntung itu, bisa hidup lebih layak dibanding tinggal di bedeng-bedeng.

Selanjutnya, Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait, akan saling berkoordinasi untuk mengatasi persoalan yang dialami 37 keluarga itu. Semisal mengenai pendidikan dan perekonomian. Beberapa dinas terkait, seperti Dinas Sosial, akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan, tentang masalah sekolahnya.

Demikian pula beberapa instansi terkait, diharapkan dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan lain, untuk memberikan pelatihan bagi warga, guna memberikan bekal keterampilan sebagai modal untuk mencari pekerjaan yang layak.

Sebagaimana diketahui, kronologi pemindahan ini bermula dari kunjungan Ketua TP PKK Kota Semarang, menuju wilayah Kanjengan. Dalam kunjungan tersebut, dijumpai sejumlah rumah kardus, yang dinilai tidak memenuhi kriteria rumah sehat.

Melihat keadaan ini, maka diputuskan untuk kerja bakti bersama aparat kelurahan dan kecamatan, guna membersihkan rumah-rumah kardus tersebut. Hingga pada akhirnya diputuskan, untuk memindahkan warga ke Pondok Boro.

Dalam catatan Dinas Sosial Kota Semarang, terdapat 40 keluarga yang tinggal di wilayah Kanjengan. Sebanyak 37 keluarga dipindahkan ke Pondok Boro, sedangkan tiga keluarga kembali ke rumahnya, karena telah memiliki tempat tinggal. Setelah dipindahkan ke Pondok Boro, Pemerintah Kota Semarang pun tidak lepas tangan. Dinas Pendidikan akan mengatasi persoalan pendidikannya. Disperkim menyediakan tempat di Pondok Boro.

Dinsos juga berkoordinasi dengan Dispendikcapil, untuk pendataan kependudukan. Sedangkan, Dinas Kesehatan berupaya memberikan pelayanan kesehatan bagi mereka. Setelah menempati hunian baru di Pondok Boro, diharapkan terjalin kerukunan yang harmonis, ketertiban yang terjaga dengan baik. Warga Pondok Boro juga dapat menggunakan fasilitas, seperti air dan listrik, yang tentu saja bisa digunakan secara efisien.

Pioneer Taat Hukum
Keberadaan warga Pondok Boro menjadi penting, sebagai upaya untuk melakukan tindakan preventif, terhadap hal-hal yang berpotensi menimbulkan tindakan melawan hukum, dengan memberikan hunian yang relatif lebih baik dari sebelumnya. Maka warga Pondok boro, setidaknya sudah merasa lebih nyaman, dibanding kehidupan sebelumnya.

Keadaan ini juga memudahkan upaya para pihak, untuk melakukan advokasi pendampingan dengan memberikan motivasi, termasuk melakukan penyuluhan hukum. Upaya untuk memberikan edukasi terhadap keluarga Pondok Boro ini, agar mereka dapat menjadi pioner masyarakat taat hukum, yang dilakukan oleh LPPM Unissula, bekerja sama dengan lazis Sultan Agung.

Pada acara tersebut, penulis menyampaikan materi pentingnya menjadi manusia yang taat terhadap hukum. Ketaatan terhadap hukum dimulai dengan ketataan terhadap Allah SWT, dengan mengamalkan ajaran-ajaran-Nya.

Jika manusia terbiasa memiliki ketaatan terhadap hukum-hukum Allah yang ada dalam agama, maka akan lebih mudah untuk menyesuaikan diri dalam ketaatan terhadap hukum yang berlaku di masyarakat.

Ketaatan terhadap hukum-hukum Allah dimulai dari lingkungan terkecil, yakni keluarga. Melalui keluarga, ketaatan hukum masyarakat dapat dimulai dengan upaya memberikan contoh dalam ketaatan beragama. Demikian halnya ketaatan terhadap hukum yang dimulai dari keluarga, juga dapat dilakukan dengan menanamkan rasa kasih sayang yang tulus, satu sama lain.

Rasa kasih sayang ini, akan menimbulkan semangat untuk saling mengingatkan satu sama lain, agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Sedangkan menanamkan kasih sayang dilakukan sejak usia dini, dengan memberikan nutrisi terbaik yang halal thoyib, sehingga menimbulkan pribadi yang taat. Dan nutrisi terbaik yang diberikan sejak usia dini adalah Air Susu Ibu (ASI).

Oleh karena itu, pendidikan kasih sayang menjadi penting untuk terus ditanamkan pada anak-anak, agar mereka memiliki keterikatan emosional, sehingga satu sama lain dapat saling menjaga dalam ketaatan.

Melalui pemberian ASI ini, seorang anak akan memiliki keterikatan batin yang kuat dengan orang tuanya. Keterikatan batin ini menjadi modal penting di dalam keluarga, sehingga satu sama lain menunjukkan kepedulian untuk bersama-sama menaati hukum- hukum Allah, dan tentu saja juga hukum-hukum yang berlaku di dalam masyarakat.

Hal inilah yang menjadi aspek penting untuk mewujudkan pioner masyarakat taat hukum melalui pendidikan kasih sayang, yang satu sama lain akan saling membantu, saling mengingatkan, saling memberikan kasih sayang, sehingga saling menyelamatkan.

Dr Ira Alia Maerani SH MH (Dosen Fakultas Hukum) dan Dr Nuridin MPd (Dosen FKIP Unissula) —