Oleh : Prof. Dr. Alamsyah, M.Hum

Tulisan ini merupakan hasil dari pengalaman penulis yang terlibat dalam penelitian tentang Ratu Kalinyamat baik pada saat bersama dengan Tim Undip dan Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara tahun 2006, maupun saat bersama dengan Tim yang dibentuk oleh Yayasan Dharma Bhakti Lestari (2018-2023). Sumber tulisan ini juga merujuk pada buku yang berjudul “Biografi Ratu Kalinyamat: Perempuan Perintis Anti Kolonialisme 1549-1579”.

Bila masyarakat Jepara dan Pemerintah Jepara, menyongsong penganugerahan gelar  Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan Nasional melalui tasyakuran, maka penulis hanya bisa merekonstruksi kembali napak tilas perjuangan Ratu Kalinyamat hingga bisa menjadi pahlawan nasional.

Hari ini, tanggal 10 Nopember 2023 merupakan Jumat berkah dan menjadi kado istimewa bagi masyarakat Jepara. Perjuangan dan penantian panjang untuk menjadikan Ratu Kalinyamat, Putri Sultan Trenggono, sebagai pahlawan Nasional dari Jepara akhirnya terwujud dan diakui oleh Pemerintah RI. Hal ini ditandai dengan penganugerahan gelar pahlawan. Ini pertanda baik semakin meneguhkan bahwa Jepara adalah pemasok tokoh perempuan yang diakui perjuangan dan kontribusinya di pentas nasional. Ketokohan Ratu Kalinyamat menjadi role model dan sumber inspirasi bagi perempuan dan masyarakat Jepara.

Ending perjuangan panjang sesuai harapan, dan saya merasakan getaran suka cita dari masyarakat Jepara, akhirnya “Ratu Kalinyamat tidak hanya sebagai pahlawan kultural, namun sebagai pahlawan nasional (pahlawan struktural) sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Kerja keras dan kerja cerdas semua elemen masyarakat Jepara membuahkan hasil. Kolaborasi dan sinergi terbangun antara masyarakat Jepara dengan Pemerintah Daerah, Akademisi, Legislatif, dan tokoh-tokoh masyarakat. Kekompakan, kebersamaan, dan saling mendukung adalah kekuatan dan aset yang tercermin dalam proses pengusulan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional. Kebersamaan ini kemudian di derigeni oleh Yayasan Dharma Bhakti Lestari.

Tanpa menafikkan peran seluruh masyarakat Jepara, atas keberhasilan ini tidaklah berlebihan bila saya mengingat nama-nama yang telah memberi kontribusi “lebih” mulai dari awal, pra pengajuan, proses pengajuan, hingga terbitnya Keputusan presiden RI tanggal 10 Nopember 2023 berupa penganugerahan pahlawan, setelah 444 tahun Ratu Kalinyamat meninggal dunia. Gelar yang tidak pernah terfikir oleh sang tokoh.

Nama-nama tersebut antara lain Dr. Lestari Moerdijat (Wakil Ketua MPR RI/ Yayasan Dharma Bhakti Lestari), Hendro Martojo, Plt. Bupati Jepara (Edy Supriyatna) beserta jajarannya, Sekda Jepara (Edy Sujatmiko), Dian Kristiandi, Dr. Subroto (almarhum), Dr. Chusnul Hayati (Undip), Prof. Ratno Lukito, Dr. Daya Wijaya (UNM), Prof. Alamsyah (UNDIP), Dr. Connie Rahakundini, Dr. Irwansyah (UI), Prof. Vitor Texiera (Portugal), dan  Dr. Sa’dullah (Rektor Unisnu dengan Pusat Kajian Ratu Kalinyamat).’

Juga ada nama Hadi Priyanto (pegiat budaya dan penulis Jepara), DPRD Jepara, Edy (Metro), Sutarya (Yayasan Mantingan/Unisnu), dan pihak-pihak yang tidak bisa saya sebut satu-persatu.  Mereka telah berkontribusi dalam setiap kegiatan baik sebagai inisiator, penyandang dana, penyelenggara kegiatan, peneliti, dan peran yang telah diberikan dalam pengusulan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan.

Pasang surut dengan penuh dinamika selalu dirasakan oleh peneliti. Pada titik tertentu, kejenuhan dan keputusasaan menggelayuti karena kesulitan menemukan sumber primer. Kondisi itu tidak berlebihan karena sang tokoh hidup  pada abad ke-16 (1520-an hingga 1579), lebih dari 400 tahun yang lalu.  Ketergantungan pada sumber Portugis sangat tinggi karena minimnya tradisi tulis tulis masyarakat Jepara dan Nusantara. Kita terbantu oleh sumber asing berupa catatan dan laporan orang-orang Portugis yang dilakukan oleh pegawai pemerintah maupun misionaris.

Temuan sumber-sumber tersebut memotivasi, memberi harapan, dan menguatkan kerja tim. Sumber primer dari Portugis kemudian dikoloborasi dengan sumber sekunder berupa historiografi tradisional seperti Babad Tanah Jawi, Babad Demak, Serat Kandhaning Ringgit, dan sumber tradisional  yang lainnya. Melalui kerja keras tim, akhirnya rekonstruksi tentang Ratu Kalinyamat dengan judul “Biografi Ratu Kalinyamat: Perempuan Perintis Anti Kolonialisme 1549-1579” terselesaikan.

Jejak-Jejak Perjuangan: Suatu Embrio

Rekonstruksi tentang Ratu Kalinyamat, diawali oleh sebuah penelitian tahun 1990-an  dengan menggunakan sumber sekunder. Penelitian ini dilakukan oleh Chusnul Hayati dengan dana dari oleh Fakultas Sastra Undip, telah melahirkan sebuah karya tentang Ratu Kalinyamat. Rekonstruksi awal ini ditindaklanjuti oleh peneliti Fakultas Sastra UNDIP (Chusnul Hayati, dkk)  bersama dengan Pemerintah Daerah Jepara sekitar tahun 2006 dan 2007.

Hasil riset tersebut melahirkan empat output. Pertama, sebuah buku dengan judul “Ratu Kalinyamat: Biografi Tokoh Wanita Abad XV” oleh Chusnul Hayati dkk. Kedua, seminar dan Focus Group Discussion (FGD) yang hasil di dokomunetasikan. Ketiga, tanggapan, respon, dan dukungan masyarakat terhadap usulan pengajuan RK sebagai pahlawan. Keempat, pengajuan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan Nasional pada tahun 2007 dan 2008.

Usulan pengajuan ini belum berhasil karena dalam merekonstruksi kiprah  RK masih belum mengotimalkan penggunaan sumber primer sehingga RK saat itu dianggap sebagai tokoh mitos oleh Tim penilai gelar dan tanda kehormatan.

Menggolkan Ratu Kalinyamat Sebagai Pahlawan Nasional

Sekitar tahun 2018, Yayasan Dharma Bhakti Lestari yang dipimpin oleh Dr. lestari Moerdijat mempunyai semangat untuk menjadikan Ratu Kalinyamat sebagai Pahlawan Nasional. Yayasan ini yang mendanai seluruh rangkaian kegiatan baik teknis maupun substansi. Yayasan ini membentuk Tim Pakar yang diketuai oleh Prof. Ratno Lukito dengan melibatkan akademisi dari Undip (Dr. Chusnul dan Prof. Alamsyah), Dr. Irwansyah (UI), Dr. Connie, Dr. Daya (UNM), Vitor (Portugal), dan Edy (Metro), dan Pusat Kajian Ratu Kalinyamat Unisnu.

Tim ini bertugas  melakukan kajian dengan menggunakan sumber primer untuk menjawab simpulan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat  (TP2GP) yang dibentuk oleh Kementrian Sosial RI. Tim ini mulai bekerja sejak tahun 2018 hingga 2022. Di tengah-tengah perjuangan tersebut, Hadi Priyanto pada tahun 2020 juga menerbitkan sebuah buku tentang “Ratu Kalinyamat: Rainha Da Japara”.

Tim bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Jepara dan masyarakat Jepara. Output dari kegiatan Tim ini adalah pertama, menghasilkan naskah akademik dengan judul “Biografi Ratu Kalinyamat: Perempuan Perintis Anti Kolonialisme 1549-1579”. Kedua, melakukan proses pengajuan mulai dari awal dengan menyelenggarakan FGD dan seminar sebagai bentuk desiminasi kajian di  tingkat lokal, wilayah, nasional, dan internasional.

Ketiga, pada tahun 2022, dokumen pengusulan RK sebagai pahlawan nasional diajukan ke Pemerintah Provinsi dan Pusat. Pada tahun 2022, usulan sudah disetujui oleh TP2GP dan RK layak dianugerahi sebagai pahlawan Nasional dari Jepara. Hal ini diperkuat dengan adanya visitasi yang dilakukan tim TP2GP ke Jepara. Meskipun sudah di meja Presiden, namun pada tahun 2022 belum ada persetujuan penganugerahan untuk RK. Pada tahun 2023, RK diajukan kembali oleh Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah.

Tanda-tanda keberhasilan sebenarnya nampak pada saat Prof. Soedharto (Mantan Rektor Undip), dihubungi oleh Menkopolhukam, Prof. Mahfud pada bulan September 2023. Prof. Mahfud meminta dan memerlukan informasi terkait uraian singkat tentang Sejarah Perjuangan RK. Oleh penulis permintaan tersebut direalisasikan dengan mengirim perjuangan dan kiprah RK. Atas perjuangan semua pihak dan doa seluruh masyarakat Jepara, akhirnya RK pada tanggal 10  Nopember 2023 dianugerahi sebagai pahlawan nasional oleh Pemerintah. Pada hari pahlawan, tepat  jam 10.00 WIB beberapa perwakilan dari Tim Peneliti dan Pemerintah Daerah Jepara diundang oleh Protokoler Istana untuk menyaksikan Upacara Penganugeraan Gelar Pahlawan Ratu Kalinyamat Tahun 2023. Mereka yang diundang antara lain Pj Bupati Jepara Edy Supriyanta, Dr. Lestari Moerdijat, Prof. Ratno, Prof. Alamsyah, Nur Hidayat, dan Edi Marwoto.

Sumber-Sumber dalam Merekonnstruksi RK

Dalam merekonstruksi sejarah tentang RK menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer ada yang sudah dipublikasikan dan ada yang belum dipublikasikan. Sumber primer tersebut diantaranya

  1. A Carta do vice-Rei Dom Afonso de Noronha para El-Rey de Cochim, 27th January 1558, in ANTT [National Portuguese Archives Institute], Corpo Cronológico, P. I, m. 87, doc. 71, ;
  2. A Carta do Dom Sebastiao a Governador Noronha, 14 Marco 1565, BNL / Fundo Geral 915 ff.370v-372r (Documenta Malucensia I, halaman 460- 3)
  3. Lemos, J.D. (1585). Hystoria dos cercos qve em tempo de Antonio Monis Barreto governador que foi dos estados da India, os Achens & Iaos puserão à fortaleza de Malaca, sendo Tristão Vaz da Veiga capitão della. Lisboa: Casa de Manoel Lyra.
  4. A residencia das Moluccas, BM Add. 9852 (100 capitulos) (BNL, Fundo Geral, Manuscrito Numero 474), DHMPPO Insulindia IV, Cap.9
  5. A residência [Jesuit] das Moluccas (the Residence of Moluccas), in Biblioteca Nacional A residencia das Moluccas, BM Add. 9852 (100 capitulos) (BNL, Fundo Geral, Manuscrito Numero 474), DHMPPO Insulindia IV, Cap.9
  6. Barbosa, D.M. (1747). Memorias Para A Historia De Portugal: Que Conprehendem O Governo Del Rey Sebastiaõ Tomo 3. Lisboa: Sylviana
  7. Carta do D. Afonso de Noronha a Portugal (el-rey), 27 Janeiro 1552 (ANTT, CC, m. 87, 71; Dipublikasikan oleh Basílio de Sá (coll., notes by), Documentação Histórica das Missões do Padroado Português do Oriente, Insulíndia, Lisboa: Agência Geral do Ultramar, 1954-1988. – 6 vols, cf. Vol. II, Nr. 11, p. 73,
  8. Couto, D.D. (1586). Decada da Asia VIII (Capitulo 21, pp.131-2). Lisboa: Lisboa: Regia Officina Typografica
  9. Lemos, J.D. 1585. Hystoria dos cercos qve em tempo de Antonio Monis Barreto governador que foi dos estados da India, os Achens & Iaos puserão à fortaleza de Malaca, sendo Tristão Vaz da Veiga capitão Lisboa: Casa de Manoel Lyra.
  10. Pinto, F.M. (1617). Peregrinação; transcrição de Adolfo Casais Monteiro. Lisboa: Imprensa Nacional – Casa da Moeda
  11. Sousa, M.F. (1674). Asia Portuguesa. Lisboa: La Officina de Antonio Craesbeec
  12. Thomaz, F.R, (1964) Os Portugueses em Malaca 1511-1580. Lisboa: Universidade do

Sumber primer di atas dikoloborasikan dengan sumber sekunder berupa historiografi tradisional seperti Babad Tanah Jawa, Serat Kandha, Babad Demak, Hikajat Hasanuddin, Hikayat Tanah Hitu, dan lainnya.

Siapa Ratu Kalinyamat 

Ratu Kalinyamat (dengan nama asli Retna Kencana, orang Portugis memberi nama Rainha de Japora, atau secara lengkapnya Rainha de Japora Fenhora Paderofa e Rica,  Ratu Jepara)  berkuasa di Jepara pada tahun 1549   hingga  wafat sekitar pada 1579. Ratu Kalinyamat anak ketiga Sultan Trenggana dan cucu dari Raden Patah, pendiri Kasultanan Demak.  Sultan Trenggana menikah dengan Rr Purbayan dan mempunyai enam putra yaitu: (1) Pangeran Mukmin, (2) seorang putri, (3) Retna Kencana, (4) seorang putri, (5) seorang putri, dan (6) Pangeran Timur (Atmodarminto, 1955).

Menurut Serat Kandhaning Ringgit Purwa, Sultan Trenggana mempunyai beberapa anak antara lain:

  • Retna Kenya yang menikah dengan Kiai Langgar
  • Retna Kencana menikah dengan Kiai Wintang
  • Retna Mirah menikah dnegan Pangeran Riye
  • Putri
  • Pangeran Prawoto

Menurut Babad Tanah Jawi, Sultan Trenggana mempunyai beberapa anak antara lain:

  • Putri menikah dengan Pangeran Sampang
  • Pangeran Prawoto
  • Putri menikah dengan Pangeran Hadiri
  • Putri menikah dengan Pangeran Cirebon
  • Putri menikah dengan Jaka Tingkir
  • Pangeran Timur

(J.J Ras, 1987)

Menurut Babad Demak, Sultan Trenggana mempunyai beberapa anak antara lain:

  • Pangeran Mukmin, wis diangkat dadi wali dening Sunan Giri, djuluk Sunan Prawata.
  • Putri, daup entuk Pangeran Langgar, putrane Kyai Demang Sampang, dedalem ing Madura.
  • Putri, daup entuk Pangeran Hadirin, bupati Kalinyamat.
  • Putri, daup entuk bupati Pajang Hadiwidjaja (Djaka Tingkir).
  • Putri, daup entuk Panembahan Pasarean, putrane Fatahillah (Sunan Gunungdjati), Tjirebon. Bareng dadi randa marga ditilar seda garwane bandjur krama ngarangulu entuk Hasannudin, bupati Banten.
  • Kakung, djuluk Pangeran Timur, kang bandjur diangkat dadi bupati ana ing Madiun lan ketelah Panembahan Madiun.

(Atmodarminto, 1955: 116)

Babad Demak 2 yang ditulis oleh Sabariyanto (1981), menyebut Ratu Kalinyamat putra pertama atau anak tertua tertua dari Sultan Trenggana.

“Duk wonten pura prawata, praptanira Jaka Tingkir, wus jinarwakken mring garwa, kang dadya karsanira ji, Dyan jaka dentrimani, kang boja binata rubuh, putra ji kang winarna, sekawan jalu satunggil putranira kang sepuh ayu utama, angsal Pangeran Kalinyamat, atut dennya palakrami, putra kakung wusnya krama, pan jalu jinunjung singgih, Pangeran Prawata wangi, gumantya kang marasepuh, malih putra wanodya, krama putra Sela nengih, ingkang wasta wau Radyan Pamanahan” (Sabariyanto, 1981: 23 dan 138).

Menurut silsilah di Makam Mantingan Jepara, Sultan Trenggana mempunyai beberapa anak antara lain:

  • Pangeran Mukimin (Sunan Prawata)
  • Putri I Kawin dengan Pangeran Langgar (Adipati Sampang Madura)
  • Putri II Ratu Kalinyamat kawin dengan P. Hadirin Adipati Jepara mewakili Arya Pangiri 1549-1579
  • Putri III kawin dengan P. Pasarean, P. Hasanudin
  • Putri IV kawin dengan Joko Tongkir 1568-1586 di Pajang
  • Putra ke V bungsu kawin dengan P. Timur (Adipati Madiun)

Dari empat versi silsilah di atas, disimpukan bahwa bahwa Ratu Kalinyamat atau Rento Kencana adalah putri dari Sultan Trenggana.

Karya Husen Djajadiningrat tentang Tinjauan Kritis Tentang Sajarah Banten menjelaskan bahwa pada saat Jepara menjadi vasal Demak, Jepara dipimpin oleh Ratu Kalinyamat, Ratu Jepara.  Anak dari Sultan Hasanudin yang bernama  Pangeran Aria diasuh oleh Ratu Jepara, Ratu Kalinyamat.

Bagaimana Kiprah dan Kontribusi RK bagi Nasionalisme Indonesia

Ratu Kalinyamat telah mengirim pasukan ke Melaka dan Maluku dalam melawan Portugis sebanyak 4 (empat) kali. Secara detail dapat digambarkan sebagai berikut:

  1. Perjuangan Melawan Kolonialisme Portugis di Melaka Tahun 1551

Pada tahun 1551, Ratu Kalinyamat diajak oleh Sultan Johor untuk mengusir Portugis di Melaka. Pada saat menyerang Melaka, Ratu Kalinyamat beraliansi dengan Perak, Pahang, dan Beruas. Informasi pembentukan aliansi Islam ini disampaikan oleh Manuel Faria e Sousa.

“…Bersekutulah para raja dari Pera, Pao, Marruas dengan Ratu Jepara dari Jawa. Persekutuan itu membentuk armada di lautan dengan 200 kapal dan lebih dari 10,000 orang…” (Faria e Sousa, 1674:256)

Hal ini diperkuat dengan sumber dari Diogo do Couto, dalam kronik Decada da Asia, yang menyampaikan informasi tentang adanya Liga Muslim. Dalam Liga ini, Jepara sebagai salah satu komponen utamanya.

Terjemahan: “…bersama dengan Raja-raja Pera, Pao, Marruas, dan tetangga-tetangganya yang lain, serta mengundang Ratu dari Jepara yang terletak di pesisir pantai Jawa, yang merupakan sekutunya sejak lama, sembari memanfaatkan situasi armada Portugis yang sedang lemah-lemahnya dan banyak kekurangan pasokan. Berkat persekutuan itu, mereka menjadi armada laut siap tempur dengan artileri, amunisi, dan perbekalan yang lengkap…” (Couto, 1626-75:251-2)

Dari 200 kapal persekutuan Muslim, 40 kapal berasal dari Jepara yang mengangkut 4.000 sampai 5.000 prajurit bersenjata. Pasukan dari Jepara dipimpin oleh seorang yang bergelar adipate

Terjemahan: “…(Sultan Johor) berangkat dengan 5.000 sampai 6.000 prajurit terpilih, dan di laut bergabung dengan prajurit-prajurit dari kerajaan yang bersekutu, membentuk satu armada dengan lebih dari 200 kapal laut (navios), belum lagi ditambah dengan 40 kapal besar (juncos) kiriman Ratu dari Jepara, yang Kaptennya terkenal sebagai orang hebat/tangguh, ‘Sang Adipati’, yang membawa 4.000 sampai 5.000 prajurit siap tempur…” (Couto, 1626-75:253-4)

Terhadap serangan yang dilakukan oleh koalisi Jepara, Johor, dan kawan-kawan, Portugis meminta bantuan dari India.

Dalam melakukan perlawanan terhadap koalisi, pemimpin pasukan Portugis, Dom Garcia dapat memukul mundur kapal-kapal Melayu. Namun demikian, pasukan Jepara tetap melakukan perlawanan dengan bersenjatakan tombak. Keberadaan pasukan ini menyebar di laut dan di sungai. Pasukan Jepara sangat ditakuti karena mereka  tidak takut mati dan siap membunuh orang Portugis.

Dengan demikian, pada hari Jumat, Tuhan mulai menunjukkan kasih-Nya, untuk melepaskan warga dari kekuatan barbar benteng ini dan tempat tinggal warga Portugis, tempat beradanya gereja tempat kami menjunjung dan melayani Bapa Kami. Kami sangat ketakutan karena jumlah kami yang sedikit, sebanyak dua ratus enam puluh lebih sedikit, sementara area yang kami lindungi besar dan dinding kami rapuh, terbuat dari lapisan tanah.

Dari laut dan sungai sama sekali tak ada bantuan dan musuh kami besar, ada yang mengatakan tiga ribu orang; kata orang lain seribu lima ratus, namun kurasa lebih dari tiga ribu orang, dengan tambahan orang-orang yang bangkit bersama mereka, yang sebelumnya hidup damai bersama kami. Orang-orang Jawa ini sangat barbar, maju tanpa takut, menyerang dan membunuh.

Senjata mereka adalah tombak panjang, hanya saja dalam jumlah banyak dibanding senjata kami, serta beberapa senjata api yang saat itu sebanyak tujuh atau delapan buah, yang mereka rampas dari kami ketika mereka menduduki bagian kota tempat beradanya orang Arab dan non-Kristen, di mana tak ada gereja kami; mereka mengambil banyak persediaan makanan (Surat dari Francisco Peres pada Raja, 24 November 1551, BAL (Biblioteca da Ajuda Lisboa) 49-IV-49, fl.131v – 134, DHMPPOI, II, No.9, 55-6)

(Terjemahan: “…Orang-orang Jawa utusan Ratu Jepara terus melanjutkan serangan, sampai akhirnya Gil Fernandez de Carvallo dengan 200 prajurit menyerang balik dalam pertempuran berdarah…” (Faria e Sousa, 1674:258)

Serangan Jepara kepada Portugis di Melaka Bersama dengan Johor dan orang Melayu pada tahun 1551 mengalami kekalahan.

  1. Perjuangan Melawan Kolonialisme Portugis dalam Membela Bangsa Hitu di Maluku 1564-1565

Pasukan Jepara pada tahun 1564 – 1565 membantu Hitu melawan Portugis di Ambon. Pada saat itu, Kesultanan Tanah Hitu dipimpin oleh Empat Perdana, salah satunya adalah Perdana Jamilu. Perdana Jamilu ini mempunyai anak bernama Pati Tuban. Pada saat itu,  Hitu menjadi salah satu entitas politik yang penting di Perairan Maluku. Hikayat Tanah Hitu karya Imam Rijali menginformasikan tentang relasi antara Jawa dan Hitu. Orang Hitu pernah mengirimkan utusannya ke Jepara. Nyai Bawang dan Pangeran Jepara (yang diperkirakan adalah Ratu Kalinyamat dan Pangeran Arya Jepara) menerima utusan itu dan menyatakan kesediaannya untuk bermitra dengan Hitu.

Bahkan, ketika Hitu ingin mengusir Portugis, Jepara mengirimkan armadanya untuk membantu Hitu Realisasi dari kerja sama ini, Jepara mengirim pasukan ke Hitu selama kurun waktu 1564-1565 dalam upaya melawan Portugis di Hitu dan Maluku.  (Graaf, 1974:129; Manusama, 1977:163-4).

“bagaimana orang Hitu, (bersama dengan) datangnya bantuan dari Ratu Jepara, memulai serangan pada Orang Kristen di kepulauan ini (Ambon). Hitu, seperti orang yang menderita dan dengan berani, dan dengan bantuan yang dikirim Ratu Jepara, di ghali-ghali pelayaran yang berangkat ke Melaka, mengirim pesan kepada Orang-Orang Atiwe dan Tavire (Nusaniwe?), yang melakukan segala hal yang dibutuhkan oleh Portugis, yang secepatnya memberikan kepatuhannya, oleh karena itu terdapat kapal-kapal milik yang mulia (Raja Portugis), dan ternyata tidak beroperasi, lebih (berpihak) pada Portugis, yang beragama Kristen, dan tidak ada persetujuan di pantai mereka” (A residencia das Moluccas, BM Add. 9852, BNL, Fundo Geral, Manuscrito Numero 474, DHMPPO Insulindia IV, Cap.9, 199-200).

Jika melihat keragaman versi dari mana bala bantuan itu berasal maka diperkirakan pasukan Jawa yang dimaksud adalah pasukan gabungan antara Gresik dan Jepara.

 

  1. Perjuangan Melawan Kolonialisme Portugis di Melaka Tahun 1568

Perjuangan melawan kolonialisme Portugis di Melaka tahun 1568 dilakukan oleh Ratu Kalinyamat yang berkoalisi dengan penguasa Aceh.  Pada tahun 1538, penguasa Aceh adalah Sultan Alauddin Al-Kahar. Dia menggantikan Sultan Salehuddin (1530–1538) yang dianggap kurang cakap. Sultan Alauddin Al-Kahar memerintah mulai tahun 1538 hingga tahun 1568. Pada masa kepemimpinanya, Sultan Alauddin memperluas kerajaan hingga ke barat dan timur Sumatra. Sultan Alauddin membangun hubungan diplomasi dengan Turki Usmani untuk meminta bantuan militer.

Kronik Diogo do Couto menggambarkan bahwa Sultan Alauddin melancarkan invasi menaklukkan Melaka pada tahun 1568. Aceh juga bergantung pada bantuan terbatas yang berasal dari Gujarat, Calicut, Demak, Camorim, dan Masulipatnam.  Aceh juga mengirim dutanya untuk meminta bantuan pada Ratu Kalinyamat sebagaimana yang digambarkan oleh Diogo do Couto:

(Terjemahan: “…Raja Aceh telah mengirim dutanya untuk meminta bantuannya Ratu Jepará: João da Silva sangat diberkati, sehingga kapal di mana mereka naiki, datang bersamanya di perhentian di mana dia dipimpin oleh seorang pemimpin militer dan mengiriminya seorang untuk mengendalikan kapal; dan mereka ditempatkan di daerah pertahanan, mereka dimasuki, dan dibunuh oleh pedang, berapa banyak orang-orang Aceh yang masuk ke dalamnya, dan pertanian mencuri dari para prajurit, yang masih menemukan sebagian besar, yang semuanya diperkirakan banyak oleh Kapten; dan D. Fernando de Monroy merubahnya menjadi seperti India saat itu (Couto, 1626-75:165-6)

Penyerangan Aceh  kepada Portugis di Melaka Bersama koalisinya, termasuk Jepara pada tahun 1568 mengalami kegagalan.

  1. Puncak Perjuangan Melawan Kolonialisme Portugis di Melaka Tahun 1574

Keinginan untuk mengusir Portugis dari Melaka begitu kuat pada dekade tahun 1570-an. Terbukti dalam kurun waktu itu, Melaka diserbu beberapa kali oleh Aceh dan Jepara. Aceh juga meminta dukungan dari Ratu Kalinyamat yang pada waktu itu dikenal sebagai penguasa Jepara untuk menyerang Melaka.

Aceh memberikan hadiah pada sang ratu dan berharap sang ratu dapat menghentikan para pedagang Jawa untuk memasok makanan ke Melaka. Sultan Aceh, Sultan Ali Riayat Shah berharap Ratu Kalinyamat dapat membantu pasukannya untuk mengepung Melaka. Jorge De Lemos dalam karyanya yang berjudul Hystoria dos Cercos que Em Tempo de Antonio Monis Barreto Governador que foi dos Estado da India, os Achens & Jaos Poserao a Fortaleza de Malaca, Sendo Tristao Vaz da Veiga Capitao Della (1585) mengisahkan episode politik aliansi Aceh dan Jepara pada tahun 1572 sebagai berikut:

Terjemahan: “…(Sultan) Aceh memberikan instruksi untuk memperkuat armadanya dan untuk memprovokasi Ratu Kerajaan Jepara dengan hadiah-hadiah, (dia adalah ratu yang sangat berkuasa dalam kepemilikan tanah di wilayah Jawa), untuk melarang orangnya untuk pergi ke Melaka dengan pasokan (makanan) dan dia dapat mengirim orang-orangnya bersama dengan Aceh. Ratu menyetujui rencana Aceh dan dia memberikan instruksi untuk berpura-pura menghentikan pasokan, dalam rencana ini, dia memulai suatu persiapan untuk memberikan bantuan pada Aceh dan dengan alasan ini dia disambut dan dipuja…” (Lemos, 1585, fls.5v-6)

Jorge de Lemos mengungkapkan bahwa, Ratu Kalinyamat adalah Ratu yang sangat berkuasa di Jawa. Dia berupaya mengurangi pasokan makanan ke Melaka sambil menghimpun kekuatan untuk membantu Aceh. Sayangnya, Sultan Aceh tidak terlalu sabar menunggu bantuan dari Jepara. Ketidaksabaran sang sultan juga disampaikan oleh Diogo do Couto dalam bukunya yang berjudul Décadas Nona da Ásia (1626-75) sebagai berikut:

(Terjemahan: “…Kesendirian, dan kuat, dan musuh terbesar dari semuanya, yang juga diminta oleh Benteng Maluku, salah satu (pasukan) panggilan, yang mengirimnya dengan banyak amunisi, untuk berperang di Benteng kami di Melaka, ketidakpuasan membuat dia (Aceh) masih memanggil Ratu Japora, seorang wanita yang kuat dan kaya, yang sangat senang menawarkan kepadanya kesempatan ini untuk membantu menghancurkan Benteng itu (Melaka), yang tentunya menjadi beban berat bagi semua kerajaan-kerajaan itu; dan mengingat Aceh adalah kepala ekspedisi ini, dan lebih makmur. Aceh segera membawa Armada-nya ke laut, yang lebih dari sembilan puluh kapal, di mana terdapat dua puluh lima kapal besar, dengan semua pasukan bercambuk, dan (kapal) yang sangat bertenaga dan penuh dengan amunisi, serta tujuh ribu lelaki pejuang Aceh, yang merupakan lelaki perkasa, dan kejam; dan memiliki semua hal yang harus dilakukan. Tanpa menunggu ratu Japora, dengan meminta rahmat dari Tuhan, mereka telah mengepung kota (Melaka). Aceh merasa jika keduanya bersatu, mereka tidak dapat melarikan diri dari Kota yang hancur total. Pos terakhir Aceh menunggu di laut, mereka berlayar pada awal Oktober tahun ini tujuh puluh tiga…” (Couto, 1626-75, fl.122)

Kegagalan Aceh tidak membuat nyali Ratu Kalinyamat padam. Ratu Kalinyamat menyiapkan armadanya untuk menyerang Melaka pada 1574. Menurut Manuel Faria e Sousa dalam karyanya Asia Portuguesa (1674) dijelaskan bahwa pasukan Ratu Kalinyamat saat itu dipimpin oleh Jenderal Quiadaman atau Laksamana Kyai Demang. Sang Laksamana memimpin 15.000 pasukan dengan 80 kapal besar dan lebih dari 220 perahu lengkap dengan amunisinya. Uraian Manuel Faria e Sousa dapat dilihat sebagai berikut:

(Terjemahannya: “…Di awal bulan Oktober Ratu Jepara menebar ancaman dengan mengepung kota dipimpin Jenderal Quiaidaman, dengan 15.000 prajurit terpilih, setara dengan 80 kapal besar dan lebih dari 220 perahu lengkap dengan amunisinya…” (Faria e Sousa, 1674, fls.583-4)

Ungkapan Manuel Faria e Sousa itu juga didukung oleh Jorge de Lemos. Lemos mengatakan bahwa, Ratu Kalinyamat mengirimkan 300 perahu termasuk 70–80 jung dengan 15.000 prajurit dibawah komando Laksamana Kyai Demang. Armada Jepara mendarat di Melaka pada tanggal 5 Oktober 1574 sebagaimana dalam penjelasan di bawah:

(Terjemahannya: “…dan digiring oleh imajinasi yang Ratu Jepara sampaikan pada kapten yang dia perintahkan untuk berlayar bersama armadanya yang berjumlah 300 perahu dan diantara perahu itu terdapat 70 atau 80 jung (mereka menggunakan perahu seberat 300, 400, atau 500 ton) dan embarkasi lain, dikenal dengan nama calaluzes dengan 15.000 petarung Jawa, orang terpilih dari ras unggul, dikomandani oleh Jenderal Queahidamao, bupati utama dari Kerajaan Jepara dan (armada Jepara) tiba di Melaka pada 5 Oktober 1574…” (Lemos, 1585, fls.22-22v)

Ketika armada Portugis sedang berlayar menuju Melaka, pasukan Kalinyamat tengah bersiap mengepung Benteng Portugis di Melaka. Pasukan Kalinyamat membunuh orang-orang lokal berpihak pada Portugis. Pasukan Kalinyamat merangsek ke utara dan mendekati Baluarti Santiago. Dom Antonio de Castro bersama sepuluh orang tentara mengejar pasukan Kalinyamat. Dom Antonio de Castro  dan Tristao Vaz da Veiga. pergi ke benteng dan mulai merencanakan pembangunan barak dan perkubuan di sekitar benteng. Pengepungan Melaka yang dilakukan oleh pasukan Kalinyamat dari arah selatan ini dideskripsikan Jorge de Lemos:

(Terjemahan: “…Di Banda Ilher, pasukan Jepara mendarat di luar pemukiman dan tiba-tiba mereka berada di dekat benteng, dekat dengan Baluarti Santiago, tanpa menemui resistensi (dari Portugis). mereka membunuh dengan serangan cepat pada beberapa orang lokal …(Dom Antonio de Castro) merancang perkemahan sekitar benteng di tempat yang sesuai untuk tujuan pembuatan barak dan perkubuan…” (Lemos, 1585, fls.28-28v)

Orang Portugis mulai khawatir terhadap ancaman pasukan Kalinyamat. Tristao Vaz da Veiga mulai menyusun strategi untuk memukul balik pasukan Kalinyamat.

Dari gambaran di atas menunjukkan bahwa serangan Kalinyamat yang dilakukan pada tahun 1574 juga mengalami kegagalan.

Legacy Ratu Kalinyamat

Ratu Kalinyamat telah melahirkan gagasan dan pemikiran yang dapat dilihat dari keberhasilannya membangun masjid, makan, benteng, dan perkembangan seni ukiran.

  • Masjid

Ratu Kalinyamat membangun mesjid besar yang dikenal sebagai Masjid Mantingan. Masjid ini dibangun oleh Ratu Kalinyamat pada tahun 1559 dengan ditandai adanya candra sengakala. Masjid ini memiliki arsitektur yang menarik: bentuknya persegi tanpa serambi, dikelilingi air,  dan beratap tinggi  (lima tingkat) sehingga mudah terlihat dari laut. Tembok yang mengelilingi halaman mesjid memiliki pintu gerbang. Masjid ini merupakan lembaga untuk mengajarkan nilai-nilai luhur yang berkaitan moral masyarakat.

  • Makam

Ratu Kalinyamat membangun makam Mantingan di kompleks Masjid Mantingan pada tahun 1549 ketika Sunan Hadiri wafat dan dimakamkan di sana. Makam Mantingan terletak di belakang masjid dan semua nisan makam terbuat dari batu. Denah kompleks arahnya membujur ke belakang, terdiri atas tiga bagian, sesuai dengan bentuk makam-makam kuno, yang menunjukkan kedudukan sosial tokoh yang dimakamkan pada masing-masing teras. Masing-masing bagian dibatasi oleh tembok keliling dan pintu gerbang.

  • Benteng

Benteng ini embrionya dibuat pada masa Ratu Kalinyamat untuk pertahanan terhadap potensi serangan musuh, utamanya serangan dari Aria Penangsang. Dulu bentuknya sederhana dan terbuat dari kayu atau bambu. Dalam perkembangannya, benteng ini kembangkan oleh VOC. Bangunan benteng pertahanan Ratu Kalinyamat ini pernah dilihat oleh para pelaut Belanda pada abad XVII. Bahkan pada tahun 1677 bangunan ini ternyata kuat menahan serangan pengepungan orang-orang Madura di bawah pimpinan Trunajaya. Anthonius Hurdt, anggota Raad van Indie yang sejak bulan September sampai Desember 1678 memimpin ekspedisi ke daerah pedalaman pulau Jawa juga pernah melihat benteng pertahanan Ratu Kalinyamat. Disebutkan bahwa di atas Gunung Danaraja dijumpai benteng Jawa dari zaman kuna yang oleh Speelman telah sedikit diperbaharui. Tepian lautnya mempunyai sebuah dinding dengan gaya bangunan Tionghoa, sedang tepian daratnya diperkuat dengan benteng.

  • Ukiran

Ratu Kalinyamat merupakan sosok teladan yang mempelopori perintisan lahirnya kerajinan ukir di Jepara, termasuk mengenalkan motif ukir lokal Jepara yang merupakan perpaduan antara motif Cina, motif Hindu, dan motif Islam. Ini menandakan dia adalah perintis lahirnya ekonomi kreatif yang ada di Jepara. Ukiran terlihat pada medalion yang terdapat di dinding masjid Mantingan.

Penutup

Kita bersyukur bahwa RK pada tahun 2023 telah dianugerahi sebagai pahlawan nasional. Ini merupakan kebanggaan dari masyarakat Jepara. Semoga, perempuan-perempuan dan masyarakat Jepara meneladani dan meneruskan perjuangan RK. Bila di masa lalu, RK menjadi simbol perjuangan menentang kolonialisme, saat ini perjuangan perempuan Jepara dan masyarakat Jepara, menjadi individu yang hebat sesuai dengan kompetensinya baik di tataran lokal, regional maupun nasional.

Ratu Kalinyamat mempunyai semangat melindungi nusantara kolonialisme Portugis. Upaya Ratu Kalinyamat ini selaras dengan cita-cita kebangsaan Indonesia saat (Diogo do Couto, 1586). Melalui visinya yang melampaui pemikiran pada zamannya membuat Ratu Kalinyamat menjadi perempuan  yang patut dijadikan teladan bagi generasi muda saat ini.

Ratu Kalinyamat tampil sebagai sosok perempuan yang luar biasa, tangguh,  dan adiluhung yang kepemimpinnnya diakui oleh Portugis. Kondisi ini diperkuat dengan kekonsistensi dan komitmen Ratu Kalinyamat terhadap antikolonialisme melawan Portugis. Keseluruhan pemikiran, sikap, dan tindakan Ratu Kalinyamat patut dijadikan contoh bagi perempuan Indonesia di masa kini.  Perlawanan terhadap kolonialisme Portugis adalah bukti nyata sikap patriotik Ratu Kalinyamat yang melampaui tugas dan tanggung jawabnya.

Penulis adalah   Dosen Prodi Sejarah  dan  Wakil Dekan Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Budaya  UNDIP