Ilustrasi BMKG. Foto: Dok/BMKG

BALI (SUARABARU.ID) – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati melalui keterangan tertulisnya mengajak seluruh negara untuk berkolaborasi melakukan pengamatan laut guna mengatasi tantangan perubahan iklim.

Menurutnya, ketersediaan data dan informasi yang akurat mengenai laut menjadi salah satu bentuk mitigasi dampak perubahan iklim. Dengan data tersebut, negara-negara di dunia dapat menjadikannya sebagai acuan dalam merumuskan berbagai kebijakan guna mengantisipasi dan meminimalisir risiko yang ditimbulkan dari perubahan iklim itu sendiri.

“Upaya kolaboratif ini sangat penting dalam upaya kita untuk memahami lautan dunia dan ekosistemnya secara komprehensif, sekaligus membina kemitraan global yang memfasilitasi sumber daya dan solusi bersama untuk mengatasi tantangan samudra di planet kita,” ungkap Dwikorita saat membuka the Thirty-ninth session of the Data Buoy Cooperation Panel meetings (DBCP-39) di Courtyard by Marriott Bali Nusa Dua Resort, Bali, baru-baru ini.

Acara yang diselenggarakan BMKG bekerja sama dengan the Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) dan World Meteorological Organization (WMO) tersebut berlangsung sejak 24-27 Oktober 2023.

Acara dilangsungkan secara hybrid dan diikuti oleh seluruh negara anggota WMO dan negara anggota IOC-UNESCO, dimana sebanyak 77 peserta dari 33 negara menghadiri pertemuan ini secara langsung dan tercatat 105 peserta yang mengikuti pertemuan ini secara online.

Dwikorita menyampaikan, ketersediaan data dan informasi kelautan yang akurat dan handal juga sangat bermanfaat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir, pembangunan sektor kelautan dan perikanan, keamanan dan keselamatan pelayaran, serta dapat memperkuat sistem peringatan dini bencana, khususnya tsunami.

Bagi Indonesia sendiri, kata Dwikorita, pengamatan, pemantauan, dan prakiraan kondisi laut menjadi sebuah kebutuhan. Pasalnya, sebagai negara kepulauan tropis dimana sekitar 70% wilayahnya diselimuti oleh air, Indonesia memiliki keseimbangan antara daratan dan lautan yang sangat dipengaruhi oleh interaksi dinamis antara udara dan lautan-penggerak iklim yang sangat penting di wilayah ini.

Di Indonesia, kata Dwikorita, interaksi darat-laut telah menjadi pendorong utama karakteristik cuaca-iklim. ENSO dan IOD telah menjadi faktor yang menonjol karena posisi geografis Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Pasifik. Selain itu, aktivitas Arus Lintas Indonesia (Indonesian Through Flow) juga turut mempengaruhi kondisi cuaca dan iklim di Indonesia.