blank
SAMPAH - Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Jawa Tengah saat meninjau tempat pengolahan sampah. (Foto: Diskominfo)

BATANG (SUARABARU.ID) – Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Jawa Tengah mengapresiasi inovasi pengolahan sampah Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Rewang Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Dan Recycle (TPS3R) yang berada di Desa Semampir Kecamatan Reban Kabupaten Batang.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Batang Akhmad Handy Hakim menyatakan, bahwa penanganan sampah itu tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja. Harus dilaksanakan secara bersama. “Kami selaku dinas teknis akan melibatkan seluruh pejabat juga yang ada di wilayah camat, lurah dan juga ada partisipasi aktif dari masyarakat. Jadi itu kunci dari keberhasilan pengelolaan sampah,” katanya saat ditemui di Kantor DLH Batang, Kabupaten Batang, Kamis (26/10/2023).

Dukungan dan kebijkan Bupati juga sangat penting, karena berkaitan mengalokasikan anggaran untuk pengembangan pasampahan. “Saat ini saja kita masih butuh armada sampah. Jumlah armada truk sampah saat ini ada 14, armada kecil itu hanya 3 dan 2 amrol. Kondisinya Armada kami sangat memprihatinkan karena armada pengadaan dari tahun 1997 masih kita pakai. Ya bolak-balik servis, akibatnya tidak bisa efektif,” jelasnya.

Terkait dengan pengelolaan sampah yang ada di Desa Semampir, Akhmad Handy Hakim juga mengapresiasi inovasinya. Karena membantu mengatasi masalah sampah yang ada di Kabupaten Batang. “Alat itu sangat membantu tapi tidak dalam jangka pendek, karena pengolahan sampah itu ada yang dalam waktu cepat, ada dalam menengah dan jangka panjang. Ini lebih ke menengah atau panjang,” ungkapnya.

Handy Hakim juga menyatakan, belum mengetahui secara persis kemampuan alat pengolah sampah KSM Rewang TPS3R. “Saya kurang tahu proses berapa, tapi kalau dilihat dari kemampuan alatnya itu, mungkin hanya sekitar satu truk. Jadi mungkin sekitar maksimal lima ton, alat tersebut sudah maksimal. Sementara kebutuhan kita 150 ton per hari,” terangnya.

Alat mesin tersebut, lanjut dia, bisa dimanfaatkan secara efektif untuk level desa dan kelurahan. Namun masalahnya, ketika alat mesin tersebut dibeli. Apakah masyarakat ada yang mau mengolah sampah dan bisa merawat dan mengoperasikan mesinnya. Sehingga harus ada sosialisasi terlebih dahulu sebelum pengadaan mesin pengolah sampah.

“Jangan sampai setelah kita nanti ada pengadaan, kita membeli alat seperti itu, lalu tidak ada yang menggunakan yang akhirnya mangkrak. Karena tidak ada kesiapan, jadi perlu ada kesiapan dan komitmen bersama,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala BRIDA Jateng Mohammad Arief Irwanto menyatakan, alat pengolahan sampahnya ini mampu menghasilkan nilai ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan. Oleh karena itu, pemerintah harus berikan kontribusi terhadap pengurangan sampah, sebagai cikal bakal yang bisa dikembangkan oleh Pemerintah daerah.

“Selain Pemda membangun Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang sudah mau penuh itu menjadi tempat pembuangan akhir, yang akan menjadi tempat produksi akhir. nanti kalau yang plastik dipilah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM),” tuturnya.

Hasil dari pengolahan sampah, bisa dimanfaatkan menjadi macam-macam jenis organik yang bisa dipakai sebagai pupuk, makanan magot dan plastik bisa dipakai sebagai bahan bakar pengapian serta dapat dikelola menjadi aspal.

“Kebutuhan aspal sendiri di desa-desa sangat dibutuhkan, sehingga bisa kerjasama dengan DPUPR, yang penting ada Bumdes untuk mengelolanya. sebenarnya solusi-solusi di pemerintah daerah di masyarakat bisa dibangun dengan teknologi-teknologi yang kemarin telah diaplikasikan di beberapa tempat yaitu sampah plastik jadi BBM,” ungkapnya.

Menurutnya pengolahan sampah plastik menjadi solusi. Dan tidak harus menunggu 1.000 tahun untuk bisa diurai tanah. “Satu kilo sampah menjadi satu liter BBM terbagi menjadi 3, pertama namanya petasol itu seperti bensin. Kemudian yang kedua semacam solar, dan yang ketiga bisa dijadikan minyak tanah, sehingga bisa dipakai untuk diintegrasikan dengan pertanian misalnya alat Sarana Produksi (Saprodi),” ujar dia.

Nur Muktiadi