Oleh : Tri Hutomo

Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan semestinya, termasuk pada permasalahan usaha tambak udang di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Karimunjawa Jepara Jawa Tengah. Sebab dengan penegakan hukum dan kepastian hukum, ketertiban dalam masyarakat akan terwujud

Untuk memahami konstruksi hukum tambak udang Karimunjawa yang mulai mengemuka mulai tahun 2017, perlu dilihat peraturan perundang-undangan sebelum adanya UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Saat itu  perijinan yang wajib dipenuhi oleh usaha tambak udang sebanyak 21 perizinan.  Namun setelah adanya UU Cipta Kerja disederhanakan menjadi 6 perizinan. Ini artinya sebelum adanya UU Cipta Kerja para pengusaha pembudidaya udang harus memenuhi 21 perizinan.

Status Nomor Induk Berusaha

Berdasarkan Pasal 1 Angka 12 PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, NIB berfungsi sebagai tanda registrasi dan pendaftaran bagi Pelaku Usaha hingga  memungkinkan mereka untuk menjalankan kegiatan usaha dan berperan sebagai identitas dalam melaksanakan aktivitas bisnis mereka.

NIB yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),  memiliki beberapa fungsi, seperti sebagai tanda pengenal bagi pelaku usaha perseorangan maupun non-perseorangan, untuk mengajukan izin usaha dan izin komersial atau operasional dan terdaftar sebagai peserta jaminan sosial kesehatan dan jaminan sosial ketenagakerjaan.

Penerbitan NIB melalui OSS diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik. Setelah mendapatkan NIB, petambak seharusnya belum bisa melakukan kegiatan usaha, sebab  NIB bukan izin operasional dan komersial, tapi baru izin berusaha. Perusahaan atau penanggung jawab harus memperhatikan regulasi, dan besar dampak yang diberikan kepada lingkungan.

Pengaruh antara KKPR dengan NIB

Sejak berlakunya Perizinan Berbasis Risiko (OSS RBA) tahapan proses mendapatkan NIB mengalami perubahan. Saat ini untuk mendapatkan NIB pelaku usaha diwajibkan melewati tahapan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR).

KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan Rencana Tata Ruang (RTR). KKPR merupakan salah satu persyaratan dasar Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Setelah mendapatkan KKPR, Pelaku Usaha dapat mengajukan NIB dan dapat mengajukan Perizinan Berusaha.

Meski untuk Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) diberikan kemudahan dengan hanya perlu menyampaikan pernyataan mandiri yang sudah tersedia dalam OSS Berbasis Risiko,  namun ada beberapa konskuensi yang wajib ditaati.

Dalam pernyataan mandiri ini pengusaha harus mencantumkan bahwa  lokasi usaha yang diisikan dalam pengajuan telah sesuai dengan tata ruang dan pelaku usaha bersedia dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku jika dikemudian hari ditemukan ketidaksesuaian.

Jika mengacu pada Perda No 4 Tahun 2023 Tentang RTRW Kab. Jepara 2023-2043 yang telah diundangkan pada tanggal 7 September 2023, maka untuk mendapatkan KKPR adalah keniscayaan, karena sudah dijelaskan bahwa kegiatan budidaya perikanan tambak air laut dan/atau payau di Kecamatan Karimunjawa tidak diperbolehkan.

Sanksi administratif atas pelanggarannya dapat berupa peringatan tertulis; denda administratif; penghentian sementara kegiatan; penghentian sementara pelayanan umum; penutupan lokasi; pencabutan KKPR; pembatalan KKPR; pembongkaran bangunan; dan/atau pemulihan fungsi ruang.

Pada saat Perda RTRW ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW harus disesuaikan dengan RTRW melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang. Dengan ketentuan izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Perda, maka untuk yang belum terdapat bangunan, pemanfaatan ruangnya wajib berdasarkan fungsi Kawasannya berdasarkan Perda.

Untuk yang sudah terdapat bangunan dan sudah beroprasi, pemanfaatan ruangnya disesuaikan dengan fungsi kawasan paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Perda, dan untuk yang sudah terdapat bangunan dan sudah beroprasi, dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Perda (seperti usaha tambak udang intensive di Karimunjawa), izin yang telah diterbitkan wajib dibatalkan.

Status Usaha Tambak yang Telah Memiliki NIB

Didalam PP 5 Tahun 2021 menjelaskan bahwa untuk memulai dan melakukan kegiatan usaha, Pelaku Usaha Wajib memenuhi Persyaratan dasar Perizinan Berusaha; dan/atau Perizinan Berbasis Risiko.

Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha, telah dijelaskan meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR), persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung, dan sertifikat laik fungsi. Dan ketentuan mengenai persyaratan dasar Perizinan Berusaha masing-masing diatur dalam perundang-undangan di bidang tata ruang, lingkungan hidup, dan bangunan gedung.

Sementara apa dan bagaimana tahapan Perizinan Berbasis Risiko, bisa dilihat dalam Bab II Pengaturan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, bagian Kesatu Analisa Risiko PP 5/2021.

Bahwa Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dilakukan beedasarkan penetapan tingkat Risiko dan peringkat skala kegiatan usaha meliputi UMK-M dan/atau usaha besar. Penetapan tingkat Risiko dilakukan berdasarkan hasil analisa risiko, wajib dilakukan secara transparan, akuntable, dan mengedepankan prinsip kehati-hatian berdasarkan data dan/atau penilaian profesional. Karena Tingkat Risiko sebagaimana menentukan jenis Perizinan Berusaha

Pelaksanaan analisis Risiko dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui tahapan pengidentifikasian kegiatan usaha, penilaian tingkat bahaya, penilaian potensi terjadinya bahaya, penetepan tingkat risiko dan peringkat skala usaha, dan penetapan jenis Perizinan Berusaha.

Bahwa di Pasal 12 sampai 15 di Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis resiko turunan dari UU RI Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja  menjelaskan kedudukan dan fungsi NIB untuk kegiatan usaha sesuai dengan tingkatan Risiko kegiatan usaha. “ NIB merupakan identitas Pelaku Usaha sekaligus legalitas untuk melaksanakan kegiatan usaha “. Akan tetapi untuk kegiatan usaha dengan tingkat Risiko Menengah dan Tinggi, pelaku usaha harus memenuhi Sertifikat Standar.

Dalam hal ini pelaku usaha tambak  di Karimunjawa seharusnya tidak hanya berpatokan pada pasal 12 PP 5/2021, yang seolah-olah kegiatan usahanya masuk dalam kategori tingkat resiko rendah. Memang betul Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha dengan tingkat Risiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a dapat berupa NIB yang merupakan identitas Pelaku Usaha sekaligus legalitas untuk melaksanakan kegiatan usaha.

NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kegiatan usaha dengan tingkat Risiko rendah yang dilakukan oleh UMK, juga berlaku sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian.

Namun kita lihat dulu Pembagian Skala Usaha Mikro, Kecil, Menengah (Sesuai Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2021),  yang menjelaskan bahwa yang masuk kategori Usaha Kecil adalah yang memiliki modal usaha lebih dari Rp. 1 Miliar sampai dengan Rp. 5 Miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan  memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2 Miliar sampai dengan Rp. 15 Miliar.

Dan untuk perijinan lingkungan untuk Skala Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Tingkat Resiko Menengah Rendah dengan luasan ≤ 10 ha (SPPL), luasan 500 ha ≥ Luas > 10 ha (UKL-UPL) yang telah diatur dalam Permen LHK No 4 Tahun 2021.

Sehingga perlu dipahami bahwa Perizinan Berusaha sendiri menjadi dasar bagi  pelaku usaha untuk melakukan persiapan, operasional, dan/atau komersial kegiatan usaha, yang standar pelaksanaan kegiatan usaha tersebut wajib dipenuhi oleh Pelaku Usaha pada saat melaksanakan kegiatan usaha.

Perizinan Berusaha sektor kelautan dan perikanan terdiri atas subsektor, diantaranya pada Pasal 24 huruf (a) pengelolaan ruang laut dan pada huruf (d) pembudidaya ikan. Perizinan Berusaha pada subsektor pengelolaan ruang laut ditetapkan berdasarkan hasil analisis Risiko kegiatan usaha terdiri atas diantaranya pada huruf (f) pemanfaatan air laut selain energi. Perizinan Berusaha pada subsektor pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud pada huruf d yang ditetapkan berdasarkan hasil analisis risiko kegiatan usaha terdiri atas pembenihan ikan; dan/atau pembesaran ikan.

Kesimpulan

Untuk mengajukan perijinan maka pengusaha harus memenuhi persyaratan dasar yang  terdiri  Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) Darat. Bagi pelaku UMK berupa Pernyataan Mandiri + KKPR (Laut). Bagi pelaku usaha yang memanfaatkan ruang laut

Persyaratan dasar lain adalah Persetujuan Lingkungan. Bagi pelaku UMK dengan luas lahan <10 Ha berupa Pernyataan Mandiri

Disamping itu untuk mengajukan perijinan berusaha berbasis risiko seorang pengusaha harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), Sertifikat Standar melalui pernyataan mandiri

Sehingga dari penjelasan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan perizinan berbasis Risiko, pelaku usaha wajib memenuhi persyaratan dasar perizinan berusaha sesuai Pasal 4 PP 5 Tahun 2021 . Persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR) mengacu pada PP 5/2021, persetujuan lingkungan (PP 22/2021), persetujuan bangunan gedung, dan sertifikat laik fungsi (PP 16/2021).

Sementara untuk mendapatkan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat Risiko dan peringkat skala kegiatan usaha meliputi UMK-M dan/atau usaha besar. Kemudian Penetapan tingkat Risiko dilakukan berdasarkan hasil analisa Risiko, dan Analisa Risiko wajib dilakukan secara transparan, akuntable, dan mengedepankan prinsip kehati-hatian berdasarkan data dan/atau penilaian profesional, karena Tingkat Risiko menentukan jenis Perizinan Berusaha.

Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU) Persyaratan Utama adalah persyaratan yang bersifat WAJIB untuk dipenuhi sebelum melakukan kegiatan usaha secara komersial.

Jika mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis resiko turunan dari UU RI Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, bahwa realitanya NIB tidak dimiliki oleh semua petambak di Karimunjawa, dan yang memiliki NIB terbit antara Tahun 2022 – 2023.

Disini bisa menjelaskan bahwa  para petambak melakukan usaha sejak tahun 2017, dan andaikan mereka berlindung dengan UU Cipta Kerja diundangkan (2020) dan sejak diberlakukan PP 5/2021 pada 2 Juli 2021, maka sampai tahun 2022/2023 (waktu diterbitkan NIB) diduga para petambak melakukan kegiatan usaha bodong (tanpa izin).

Apalagi sebelum diundangkannya UU Cipta Kerja, jelas para petambak tidak memenuhi perijinan yang dipersyaratkan, karena petambak harus memenuhi 21 perijinan yang dipersyaratkan, yang kemudian dengan adanya UU Cipta Kerja disederhanakan menjadi 6 perijinan yang wajib dipenuhi.

Padahal pelaku usaha wajib memenuhi persyaratan dasar perizinan berusaha sesuai Pasal 4 PP 5 Tahun 2021 termasuk KKPR, sehingga faktor administrasi yang tak kalah penting untuk diperhatikan adalah terkait pencabutan Nomor Induk Berusaha (NIB).

Ketentuan Pasal 176 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Usaha Berbasis Risiko (PP 5/2021) menyebutkan bahwa setiap pelaku usaha harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) karena menjadi identitas bagi pelaku usaha dan bukti legalitas dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Pasal 212 PP 5/2021 menjelaskan hal-hal yang dapat menyebabkan NIB dicabut dan dinyatakan tidak berlaku diantaranya pelaku usaha melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan NIB; Pelaku usaha melakukan pelanggaran ketentuan terkait perundang-undangan terkait perizinan berusaha.

Dan harus menjadi pertimbangkan juga, bahwa selain tidak mengantongi izin sesuai yang dipersyaratkan, para petambak melakukan usaha budidaya di Karimunjawa yang telah melalui tahapan proses ditetapkan sebagai Kawasan Strategi Pariwisata Nasional (KSPN) yang  sejak tahun 1982 telah  ditetapkan sebagai Taman Nasional dan Daerah, dan dengan Surat Gubernur Jateng No. 556/21378 Tanggal 26 Oktober 1982 sampai terbitnya PP No. 50 Tahun 2011 tentang RIPPARNAS, Karimunjawa ditetapkan sebagai KSPN (Kawasan Strategi Pariwisata Nasional).

Karimunjawa memiliki karakteristik istimewa yaitu terdapat 5 potensi alam yang harus dilindungi dalam satu kawasan, terdapat kawasan hutan tropis, kawasan hutan pantai, kawasan hutan bakau, kawasan padang lamun, kawasan terumbu karang.

Karimunjawa juga ditetapkan sebagai Cagar Biosfer Dunia oleh PBB melalui UNESCO pada tanggal 28 Oktober 2020 sebagai upaya untuk mewujudkan keseimbangan antara manusia dengan alam dan lingkungannya, yang wajib dilindungi karena mempunyai peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

Penulis adalah Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah  KAWALI Provinsi Jawa Tengah