JEPARA (SUARA BARU. ID) – Diskusi publik yang digelar oleh Yayasan LBH Indonesia Menggugat dengan tema “Urgensi tambak udang sebagai potensi pendapatan ekonomi masyarakat Karimunjawa ditinjau dari sisi regulasi dan tata kelola pemerintahan yang baik” masih saja memunculkan sikap pro dan kontra, antara kelompok yang mendukung dan menolak.
“Diskusi ini diselenggarakan setelah Yayasan LBH Indonesia Menggugat menjadi kuasa hukum petani tambak Karimunjawa,” ujar Ketua Dewan Pembina Yayasan LBH Indonesia Menggugat, Hutomo saat membuka diskusi publik yang berlangsung di Resto Maribu Jepara pada hari Senin ( 21/8-2023)
Diskusi diikuti oleh sejumlah OPD di lingkungan pemerintah kabupaten Jepara, mahasiswa, sejumlah LSM, warga Karimunjawa, dan unsur Yayasan LBH Indonesia Menggugat. Hadir juga sejumlah pejabat yang mewakili Forkopimda Jepara.
Dalam diskusi publik ini dihadirkan sejumlah narasumber, diantaranya Hutomo Daru Presiden Direktir LBH Indonesia Menggugat, Agus Sutisna Ketua Komisi A dan juga mantan Ketua Pansus Perda RT RW, Muhammad Novrizal Ketua Pusat Studi HTN FH UI. Hadir juga sebagai narasumber melalui zoom Susnoduaji mantan Kabareskrim, Bono Budi Priyambodo Dosen Hukum Lingkungan FH UI, dan Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW.
Sikap pro tambak ditunjukkan diantaranya oleh Sutrisno, salah satu petambak yang memiliki lahan terluas, Siti salah satu pedagang yang mengaku sering membeli udang vaname hasil budidaya petambak Karimunjawa , Asriyah dari Masyarakat Agrikultur Indonesia Jawa Tengah, serta Suminto warga Karimunjawa.
Sementara pada kelompok menolak terdapat nama Djoko T. Purnomo, mantan pejabat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bambang Zakariya Ketua Lingkar Juang Karimunjawa, Tri Hutomo Sekretaris Kawali Jateng, Bambang Budiyanto Ketua DPC Asosiasi Advokat Indonesia Jepara, dan Isnun Najib dari Himpunan Mahasiswa Islam Jepara.
Narasumber
Dalam paparannya Hutomo Daru Presiden Direktir LBH Indonesia Menggugat mengungkapkan penilaiannya terdapat ketidak sinkronan antara Rancangan Perda RT RW Jepara dengan Perda RT RW Provinsi Jawa Tengah. Juga dengan sejumlah undang-undang.”Karena itu terbuka peluang untuk melakukan judisial review di Mahkamah Agung,” ujarnya. Ini untuk menguji kesahihan produk hukum yang dihasilkan oleh eksekutif, legislatif maupun yudikatif dihadapan konstitusi yang berlaku.
Sementara Agus Sutisno Ketua Komisi A yang juga menjadi Ketua Pansus Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DPRD Jepara mengaku mendukung upaya konservasi. Namun harus dilakukan secara adil. Karena itu ia mempertanyakan pembentukan Tim Terpadu Penyelesaian Tambak Udang Karimunjawa sementara Perdanya belum diundangkan.
“Agar adil dimata hukum, maka Pemkab juga perlu menertibkan Galian C dan Karaoke yang menjamur di Jepara,” ujar Agus Sutisna. Karena itu kondusifitas perlu dijaga dalam penyelesaian tambak udang Karimunjawa. Jika penyelesaiannya bertentangan dengan HAM dan hukum maka kami akan ajukan hak interpelasi, tegasnya.
Sedangkan Bono Budi Priyambodo Dosen Hukum Lingkungan FH UI dalam paparannya melalui zoom menyebut bahwa ekosistem pesisir seperti terumbu karang dan padang lamun sangat “ringkih”. Juga saling kait mengkait. “ Kerusakan sangat cepat dan sebaliknya untuk mengembalikan dibutuhkan waktu yang sangat lama,” ujar Bono.
Menurut Bono, kegiatan apapun di pesisir pasti berpengaruh terhadap lingkungan, termasuk untuk pariwisata. Oleh sebab itu harus dicari cara agar kegiataan ekonomi di pesisir tidak merusak lingkungan. “Namun manfaat terbesar harus untuk masyarakat lokal, sebab mereka yang harus menanggung kerusakan lingkungan dalam jangka panjang” terangnya.
Susno Duaji mantan Kabareskrim meminta para petambak untuk tenang. Sebab jika pelanggaran diakibatkan karena melanggar Perda tidak akan dihukum. Ia juga menjelaskan tentang beberapa langkah hukum yang bisa dilakukan oleh petambak jika merasa dirugikan.
Kabag Hukum Setda Jepara Wafa Elvi Syahiroh menjelaskan, saat ini penandatanganan Perda RTRW oleh Pj Bupati Jepara masih menunggu persetujuan Menteri Dalam Negeri.
Pendapat Pro dan Kontra Tambak
Pada kelompok pro tambak, Sutrisno mengaku telah memenangkan gugatan di PTUN saat ijin yang diajukan ditolak pemkab Jepara. “Lantas mengapa tidak segera diterbitkan. Padahal petambak ingin membuat masyarakat Karimunjawa maju dan sejahtera. Bekerja juga dijamin oleh UUD,” tegasnya. Sementara Siti menyatakan, bahwa tambak tidak merusak lingkungan tetapi mensejahterakan masyarakat. Sedangkan, Aisyiah mengungkapan, telah ada teknologi budidaya yang tidak merusak lingkungan. “Bahkan bisa dikembangkan dan diintegrasikan dengan pariwisata,” terangnya.
Pada kelompok kontra tambak, Isnun Najib dari Himpunan Mahasiswa Islam Jepara mengungkapkan kelestarian alam sangat diperlukan oleh generasi mendatang. “Karena itu kami menolak politisi yang tidak pro dengan lingkungan,” ujarnya
Sementara Djoko T. Purnomo mengungkapkan, sampai saat ini tidak ada satupun pengusaha Tambak yang mengurus Surat Izin Usaha Perikanan yang dikeluarkan oleh KKP. “Disamping itu juga tidak ada yang melengkapi persyaratan seperti izin pembuangan Limbah kelaut, CBIB, IPAL yang sesuai standar dan beberapa persyaratan sebagai pemenuhan komitmen NIB,” terang Djoko.
Ia juga menjelaskan, Pemkab Jepara sebenarnya mempunyai kewenangan upaya paksa dengan menyegel atau menutup sementara selanjutnya penutupan tambak secara permanen oleh Pengadilan, baik di Pengadilan Perikanan di Jakarta maupun peradilan umum.
Bambang Zakariya, aktivis lingkungan Karimunjawa justru meminta semua fihak untuk melihat dengan jujur kerusakan alam yang dfiakibatkjan oleh tambak udang. “Jika ada yang tidak yakin, saya akan tunjukkan kerusakan yang terjadi,” ungkapnya.
Sedang Bambang Budiyanto minta agar pemerintah bersikap tegas dalam menangani kasus tambak udang yang merusak lingkungan di Karimunjawa. Sikap tegas dari pemerintah juga dijungkapkan oleh Tri Hutomo. “Kerusakan lingkungan telah berdampak pada penurunan dan bahkan hilangnya mata pencarian warga terdampak. Belum lagi dampaknya bagi wisata,” tegasnya
Hadepe