WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Peningkatan produksi rokok dalam negeri yang tidak diikuti dengan tingkat pendapatan dari hasil cukai, berdampak pada menurunnya penerimaan negara secara signifikan. Hal ini karena masih banyaknya peredaran rokok ilegal.
Berbagai cara dalam mencegah peredaran rokok ilegal akan terus dilakukan, sosialisasi dan diseminasi menyeluruh lewat berbagai platform media digital hingga tradisional perlu terus dilakukan.
“Ini penting mengingat peredaran rokok ilegal berdampak signifikan terhadap pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat akibat hilangnya potensi penerimaan negara melalui cukai,” ungkap Asisten Bidang Administrasi Umum Sekretaris Daerah, Supriyadi saat acara Sosialisasi Gempur Rokok Ilegal melalui Pentas Pertunjukan Seni Tradisional, di Reco, Kertek Wonosobo.
Dikatakan Supriyadi, sosialisasi gempur rokok ilegal melalui penampilan kesenian tradisional, akan lebih masuk dan mengena utamanya bagi masyarakat pedesaan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.
“Sosialisasi DBHCHT ini kami fokuskan menyasar masyarakat pedesaan yang secara data lebih banyak mengkonsumsi rokok, melalui FK Metra yang dikemas dengan panggung pentas semoga menjadi corong efektif yang mampu mengedukasi masyarakat secara luas,” katanya.
Pihaknya juga menjelaskan, DBHCHT merupakan penerimaan negara dari cukai hasil tembakau, yang dibagikan kepada daerah provinsi penghasil cukai hasil tembakau, sebesar 2 persen dari penerimaan cukai.
Melalui media informasi yang dipadukan dengan kearifan lokal, dia optimis FK Metra mampu mendiseminasikan informasi tentang ketentuan bidang cukai tembakau dengan baik dan efektif.
“Saya harap kolaborasi berbasis sinergitas ini, mari bersama sama gempur rokok ilegal agar mampu mendorong tereliminasinya rokok ilegal ditengah masyarakat, untuk menaikkan penerimaan negara dari cukai hasil tembakau,” ucapnya .
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Wonosobo, Fahmi Hidayat menyampaikan, merujuk laporan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI bahwa realisasi pemasukan ke negara dari sektor cukai hasil tembakau (CHT) di tahun 2022 mencapai Rp198,02 triliun.
Selain adanya efek kebijakan kenaikan tarif cukai, juga didukung semakin gencarnya sosialisasi dan penindakan terhadap peredaran rokok illegal.
Bicara terkait kenaikan cukai yang dikenakan pada hasil tembakau, salah satunya dilakukan untuk mendukung target penurunan prevalensi perokok pada usia anak
“Terlebih saat ini perokok di Indonesia mencapai 33,8 persen dari jumlah penduduk, sehingga dengan naiknya cukai diharapkan mampu mengendalikan konsumsi rokok menjadi 33,2 persen,” tuturnya.
Menurut Fahmi, penerimaan pajak dari hasil cukai hasil tembakau sebagian dikembalikan kepada daerah, dimana pada tahun ini ada sekitar 3 persen, yaitu Rp 17,143 miliar lebih. Tentu ini lebih besar jika dibandingkan tahun 2022 yang hanya Rp13.34 miliar.
Peningkatan ini seiring dengan peningkatan realisasi penerimaan CHT, yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Lewat Kesenian
Diskominfo bekerjasama dengan Forum Komunikasi Media Tradisional melakukan sosialisasi gempur rokok ilegal yang dikemas dalam pertunjukan kesenian tradisional di 7 desa yang tersebar di wilayah Wonosobo.
Yakni di Krakal Kretek, Kadipaten Selomerto, Keseneng Mojotengah, Sruni Jaraksari, Tanjunganom Kaliwiro, Kuripan Watumalang dan puncaknya di Reco Kertek Wonosobo.
“Alhamdulillah semua berjalan lancar dan sukses. Warga cukup antusias datang menyaksikan pertunjukan kesenian yang misi utamanya menyampaikan pesan gempur rokok ilegal,” jelas Fahmi.
Sementara itu, dari Biro Humas Bea Cukai Magelang Julius Yunianto menjelaskan, berdasarkan PMK yang sudah ditetapkan, DBH CHT digunakan untuk mendanai lima program, yaitu peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai dan pemberantasan barang kena cukai ilegal.
Dengan besaran persentase alokasi, sektor kesehatan mendapatkan alokasi 40 persen. Kesejahteraan masyarakat 50 persen dengan rincian 20 persen untuk peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja, dan pembinaan industri dan 30 persen untuk pemberian bantuan. Sementara untuk penegakan hukum mendapatkan alokasi 10 persen.
“Kami mengapresiasi atas inisiasi dari Diskominfo Wonosobo yang telah menyelenggarakan kegiatan sosialisasi terkait gempur rokok illegal ini yang dikemas lain dari biasanya atau off the box,” papar dia.
Menurutnya, dengan dikemas dalam bentuk seni pertunjukan yang luar biasa ini, selain efektif sebagai media sosialisasi juga sebagai bentuk nguri-uri seni budaya yang berkembang di masyarakat.
Dijelaskan Julius, Pengawasan dan penindakan terhadap rokok ilegal dilakukan untuk menjamin bahwa rokok yang beredar di masyarakat adalah rokok yang diproduksi dan didistribusikan secara legal dan memenuhi seluruh kewajiban cukainya.
Untuk itu pihaknya berharap, dukungan dari semua pihak untuk melaporkan kepada Bea Cukai apabila mengetahui informasi tentang adanya peredaran rokok ilegal.
“Mengingat sekarang rokok ilegal tidak hanya diperjual belikan lewat warung-warung tetapi modusnya banyak yang melalui jasa travel dan media online,” katanya.
Ciri-ciri rokok Ilegal :
1. Rokok Polos, pidana penjara 1 sampai 5 tahun dan denda 2 sampai 10 kali nilai cukai
2. Rokok dengan pita cukai palsu, pidana penjara 1 sampai 8 tahun dan denda 10 sampai 20 kali nilai cukai
3. Roko dengan pita cukai bekas, pidana penjara 1 sampai 8 tahun dan denda 10 sampai 20 kali nilai cukai
4. Rokok dengan pita cukai bukan peruntukan, pidana penjara 1 sampai 5 tahun dan atau denda 2 sampai 10 kali nilai cukai
Muharno Zarka